Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022). DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi RUU usulan inisiatif DPR RII dalam rapat itu | Prayogi/Republika.

Nasional

Baleg Usul RUU TPKS Tetap Dibahas Meski DPR Reses

Pemerintah mengeklaim terus melakukan langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS.

JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Luluk Nir Hamidah mengusulkan agar rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (RUU TPKS) segera dibahas secepatnya. Bahkan kalau bisa, payung hukum untuk melindungi korban kekerasn seksual itu dibahas saat masa reses.

"Ya kenapa tidak (bahas saat reses). Kalau memang itu dimungkinkan tidak ada persoalan sebenarnya, kalau memang disepakati dan Baleg, pimpinannya setuju sih bisa saja. Karena kan masa reses lumayan ya sampai 22 hari, cukup lama," ujar Luluk di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/2).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menjelaskan, saat ini pemerintah masih menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS. Adapun, surat presiden (surpres) untuk pembahasannya paling cepat dapat diterima DPR pada Rabu (9/2).

"Mungkin sebelum masa reses tiba sudah bisa diserahkan ke DPR. Sehingga DPR juga bisa memutuskan AKD (alat kelengkapan dewan) mana yang akan membahas," ujar Luluk.

Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus mengatakan, pihaknya belum menerima DIM RUU TPKS dari pemerintah. DPR masih menunggu DIM tersebut.

"Belum, saya sendiri belum melihat itu. Apakah ini langsung ke Ketua (DPR), tetapi saya sebagai koordinator yang membawahi, salah satu baleg, saya belum melihat hal itu," ujar Lodewijk, Selasa (8/2).

Saat ini, pihaknya belum memutuskan apakah RUU tersebut akan dibahas oleh AKD mana. Namun, DPR disebutnya terbuka dengan pendapat dari pemerintah terkait RUU TPKS.

"Memang terus terang kegiatan di Baleg cukup padat dengan melihat apa yang bisa diselesaikan, apa masih menunggu masa reses selesai atau masa sidang selanjutnya. Kita tunggu aja," ujar Lodewijk.

photo
Ketua DPR Puan Maharani (kanan) menerima dokumen pendapat dari anggota Fraksi PDIP Riezky Aprilia pada Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (18/1/2022). Rapat itu  beragendakan mendengarkan Pendapat Fraksi-fraksi terhadap RUU Usul Inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menyelenggarakan konsultasi publik terkait DIM RUU TPKS secara hybrid dengan pokok diskusi hukum acara. Pertemuan dengan perwakilan Kementerian/Lembaga, Masyarakat Sipil, dan Akademisi ini dilakukan untuk menyempurnakan DIM Pemerintah terkait RUU TPKS.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyampaikan Pemerintah terus melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS karena urgensi RUU ini yang sudah ditunggu banyak pihak.

"Semua upaya yang telah dan terus pemerintah lakukan adalah usaha keras untuk menyiapkan DIM yang seoptimal mungkin agar dapat menjawab kompleksitas permasalahan kekerasan seksual di lapangan,” kata Bintang Puspayoga dalam keterangan pers, Selasa (8/2).

Bintang menjelaskan, RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Misalnya pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual.

"Selain itu ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” ujar Bintang.

Sementara itu, Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS. Salah satunya adalah syarat aparat penegak hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual.

“Dimasukkan dalam hukum acara, syarat APH adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, APH juga harus sensitif gender untuk menghindari reviktimisasi korban. Selain itu, RUU TPKS ini tidak menggunakan pendekatan restorative justice,” ucap Calvijn. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat