Nasional
KPAI: 25 Persen Orangtua Usulkan Setop PTM
Orangtua tidak mendukung kebijakan PTM 100 persen karena Indonesia memasuki gelombang ketiga Covid-19.
JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut ada sekitar 25 persen orang tua yang disurvei mengusulkan agar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen dihentikan sementara.
Retno mengatakan, hal itu terungkap dalam survei yang ia lakukan kepada orangtua tentang PTM di tengah melonjaknya kasus omikron di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Ia menyebut, orang tua yang mengusulkan penghentian PTM tersebut adalah mereka yang tidak mendukung kebijakan PTM 100 persen.
Dalam survei ada 39 persen orang tua yang tidak mendukung kebijakan PTM 100 persen, sebagian ada yang mendukung kapasitasnya dikurangi, ada sisanya mendukung PTM 100 persen. "Usulan para orangtua tetaplah mendukung pelaksanaan PTM, hanya saja mereka ingin kapasitasnya dikurangi menjadi 50 persen saja, mengingat sulitnya jaga jarak saat proses pembelajaran di dalam kelas dan dalam ruangan tertutup selama beberapa jam, ini berisiko tinggi penularan. Bahkan ada 25 persen orangtua yang ingin PTM dihentikan dahulu," ujar Retno dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/2).
Retno mengungkap, alasan suara orangtua tidak mendukung kebijakan PTM 100 persen karena Indonesia memasuki gelombang ketiga Covid-19. Selain itu, terdapat anak yang belum mendapatkan vaksin atau belum di vaksin lengkap dua dosis dan sulitnya mengontrol jaga jarak pada anak, terutama peserta didik TK dan SD, jika kapasitas PTM 100 persen.
“Mayoritas orangtua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus Covid, terutama omikron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular,” ujar Retno.
Namun, dari 1.209 partisipan survei yang didominasi DKI Jakarta (74 persen), kemudian Jawa Barat (20 persen), Banten (4 persen) ini ada 61 persen yang mendukung pelaksanaan PTM 100 persen meski kasus omikron terus meningkat di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen beralasan, anak-anak mengalami kejenuhan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan lebih sibuk bermain game online ataupun media sosial atau tidak bisa mendampingi anaknya untuk PJJ. Kondisi ini membuat proses pembelajaran menjadi tidak efektif.
"Data tersebut menunjukkan bahwa alasan para orangtua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus Covid sedang meningkat adalah mengkhawatirkan learning loss pada anak-anak mereka karena mereka menilai PJJ kurang efektif sehingga anak-anak mereka menemui kesulitan memahami materi selama proses pembelajaran," ujarnya.
Sedangkan 39 persen yang tidak mendukung, mayoritas karena alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus Covid. Namun demikian, meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, ia berharap pemerintah tak boleh mengabaikan suara sebagian orang tua murid tersebut.
Ia menilai, kelompok ini harus difasilitasi dengan izin orangtua untuk anaknya mengikuti PTM di semua level PPKM. Sebab, ketika kebijakan PTM 100 persen maka izin orangtua tidak ada lagi.
“Suara orangtua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten sangat amat patut menjadi pertimbangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," kata Retno.
"Atas dasar Konvensi Hak Anak, di masa pandemi, negara harus mengutamakan keselamatan anak di atas segalanya. Hak hidup nomor satu, hak sehat nomor dua, dan hak pendidikan nomor tiga. Urutannya seharusnya demikian," katanya lagi.
Survei singkat ini menggunakan aplikasi google drive dan diikuti 1.209 partisipan. Survei dilakukan pada periode 4–6 Februari 2022 dan hanya meliputi tiga wilayah, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Adapun pekerjaan responden adalah guru/dosen (8 persen) dan selain guru/dosen (92 persen). Jenjang pendidikan anak-anak responden yang terbanyak adalah jenjang SMA/SMK/MA/SLB mencapai 71 persen; kemudian SMP/MTs/SLB (15 persen) dan SD/MI/SLB (14 persen).
Hasil survei mengungkap responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah 61 persen. Sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut berjumlah 39 persen.
Di rumah lagi
Di Bandar Lampung, sejak Senin (8/2) tak terlihat lagi anak berseragam sekolah di Kota Bandar Lampung. Mulai dari murid PAUD/TK, SD, SMP, SMA/SMK/sederajat kembali belajar secara daring, menyusul meningkatnya kasus Covid-19 dan varian omikron di Provinsi Lampung.
“Kami sekolah di rumah lagi, daring,” kata Diwa (10 tahun), siswa kelas IV SD Negeri 2 Kemiling, Bandar Lampung.
Ia dan teman sekelasnya baru beberapa bulan menikmati PTM secara penuh di dalam kelas setelah setahun lebih tidak sekolah dan tidak bertemu teman-temannya. Sejak diberitahu guru belajar daring di rumah, Diwa dan orang tuanya mulai redup.
Hari pertama, Senin (7/2), belajar daring di rumah, para siswa khususnya tingkat SD mulai gerah lagi, lantaran harus didampingi orang tua. Sedangkan para orang tua juga mulai lagi menambah tugas harian di rumah untuk mendampingi anak-anaknya belajar daring. “Kalau belajar daring, anak-anak sering tidak mengerti, harus didampingi maksud yang disampaikan gurunya,” kata Intan, ibu siswa SDN Beringin Raya.
Terkadang, kata Intan, apa yang disampaikan guru anaknya saat belajar daring, sering juga tidak dimengerti para orang tua, sehingga sulit untuk memberitahukan kepada anak-anaknya. “Kalau siswa SMP/SMA daring tidak masalah. Tapi, kalau SD apalagi TK/PAUD harus didampingi,” tuturnya.
Pemantauan di sekolah SD, SMP, dan SMA di Kota Bandar Lampung, mulai Senin ini sudah belajar daring. Sebagian guru masih mendatangi sekolah untuk mengajarkan kepada siswanya secara daring, menggunakan jaringan internet sekolah. “Kami para guru masih datang ke sekolah, mengajar daring,” kata Dewi, guru SD swasta di Bandar Lampung.
Belajar daring sudah diberlakukan Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung yang menangani tingkat PAUD/TK, SD dan SMP. Sedangkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung juga menghentikan PTM untuk tingkat SMA/sederajat.
Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana telah memutuskan untuk menghentikan PTM terbatas dan kembali belajar secara daring. Penghentian PTM terbatas tersebut dikarenakan terdapat lima siswa yang terdeteksi positif Covid-19, setelah dilakukan swab antigen kepada ratusan siswa.
Ia mengatakan, penghentian PTM setelah terdata hasil pemeriksaan 850 siswa terdapat lima orang yang terpapar positif Covid-19. Disdikbud Provinsi Lampung telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor: 800/328/V.01/DP.2/2022 ditandatangani Kepala Disdikbud Provinsi Lampung Sulpakar. SE tersebut berisi penghentian sementara PTM secara terbatas yang diberlakukan kepada SMA, SMK, dan SLB di Kota Bandar Lampung.
Sulpakar mengatakan penghentian PTM terbatas di Kota Bandar Lampung tingkat SMA dan sederajat dikarenakan perkembangan kasus positif Covid-19 terjadi peningkatan jumlah kasus dalam beberapa pekan terakhir. “Dengan ini kami sampaikan kebijakan sebagai penanggulangan penanganan Covid 19 pada pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas,” kata Sulpakar dalam SE tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.