Fatwa
Mengenakan Kerudung Mode Punuk Unta, Bolehkah?
Kaum Muslimah menggunakan beragam kerudung dengan berbagai pernak-pernik hiasannya.
Dunia mode terus mengalami perubahan, tidak terkecuali model kerudung wanita. Kaum Muslimah menggunakan beragam kerudung dengan berbagai pernak-pernik hiasannya.
Ada juga wanita yang menggunakan kerudung dengan menambahkan kain atau sejenisnya yang dipilin di atas kepala sehingga membentuk lipatan-lipatan hingga menjulang ke atas kepala seperti punuk unta. Lantas, apa hukum mengenakan kerudung seperti itu?
Pakar fiqih yang juga pengajar Rumah Fiqih Indonesia, Ustazah Aini Aryani menjelaskan, terdapat hadis Nabi Muhammad SAW yang menjadi landasan larangan mengenakan kerudung punuk unta. Hadis tersebut berbunyi:
“Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya. Pertama, golongan yang membawa cambuk yang seperti ekor sapi di mana dengan cambuk tersebut mereka mencambuki orang-orang.
Kedua, golongan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang cenderung (tidak taat kepada Allah) dan mengajarkan orang lain untuk meniru perbuatan mereka. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring. Dan mereka tidak akan masuk surga dan tidak mencium baunya. Padahal sungguh bau surga akan tercium dari jarak perjalanan seperti ini seperti ini (jarak yang jauh). “(HR Muslim).
Ustazah Aini menjelaskan, para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan kata asnimathul bukhti dalam hadis tersebut. Imam Ibnu Arabi menjelaskan bahwa itu adalah kiasan bagi wanita yang membesarkan kepala dengan sejenis potongan-potongan kain (rambut palsu) agar orang yang melihatnya menyangka bahwa itu rambutnya. Hal ini diharamkan.
Menurut Ustazah Aini, pada masa lalu banyak wanita yang menambahkan kain-kain dan ditutupi semisal dengan selendang seakan-akan seperti wanita yang memiliki rambut tebal.
Menurut Al Qadli 'Iyadl, wanita dalam hadis tersebut adalah mereka yang memilin jalinan rambut dan mengikatnya sampai ke atas lalu mengumpulkan di tengah kepala, maka menjadi seperti punuk unta. Ustazah Aini memperjelas yang dimaksud Al Qadli 'Iyadl adalah wanita yang mengumpulkan rambutnya di tengah kepala lalu mengikat atau membuat model sedemikian rupa hingga menjulang ke atas seperti punuk unta.
Ustazah Aini menjelaskan, dalam pandangan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, kepala-kepala yang seperti punuk unta adalah mereka yang membesarkan kepala-kepala dengan khimar (kerudung) menutupi kepala mereka dan kain sorban atau yang lainnya dari sesuatu yang digelung (di konde) di atas kepala sehingga menyerupai punuk unta. Ini adalah tafsir yang masyhur.
Ustazah Aini menjelaskan, menurut al Maziri, kalimat tersebut boleh diartikan dengan mereka memandang laki-laki tidak menahan pandangan atau memejamkan matanya dari melihat laki-laki dan tidak menundukkan pandangannya. Maksudnya wanita-wanita itu bukan saja sekedar memiliki punuk unta tapi juga sengaja tidak menundukan kepalanya agar dilihat oleh lelaki.
Sementara itu, Al Qadli 'Iyadl menambahkan, wanita-wanita yang cenderung (al mailat) maksudnya adalah mereka menyisir rambut mereka dengan model sisiran rambut para pelacur. Yaitu memilin jalinan rambut yang mengikatnya sampai ke atas lalu mengumpulkan di tengah kepala sampai menjadi seperti punuk unta.
Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan menyerupai punuk unta itu karena tingginya jalinan rambut di atas kepala, terkumpulnya rambut di situ, dan menjadi kelihatan banyak dengan sesuatu yang mereka pilin sehingga miring ke salah satu sisi dari beberapa sisi kepala sebagaimana miringnya punuk unta.
"Jadi punuk unta itu bukanlah lipatan rambut yang ada di dalam kerudung, akan tetapi lipatan dan gulungan sesuatu yang bukan rambut asli, entah itu kain atau bahan sejenis, yang dilipat di atas kepala, agar nantinya orang yang melihat menyangka bahwa itu rambut sungguhan yang panjang padahal bukan. Larangannya karena ada unsur penipuan dan pengelabuan," kata ustazah Aini dalam kajian Rumah Fiqih beberapa waktu lalu
Ustazah Aini berpendapat, ada korelasi dan sambungan dengan hadis larangan menyambung rambut, karena terdapatnya unsur penipuan dan pengelabuan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.