Kabar Utama
KPPU Mulai Periksa Produsen Minyak Goreng
Ada tiga produsen yang dipanggil oleh KPPU terkait minyak goreng.
JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai memeriksa sejumlah produsen minyak goreng (migor). Ada tiga produsen yang dipanggil oleh KPPU pada Jumat (4/2).
Kepala Biro Hubungan dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur mengatakan, terdapat beberapa hal yang didalami dalam pertemuan tersebut. "Kami lebih mendalami faktor pembentuk harga dan validasi berbagai permasalahan yang berkembang saat ini," kata Deswin kepada Republika, Jumat (4/2).
Kendati begitu, Deswin menyatakan, KPPU belum bisa membagikan hasil lengkap dari pertemuan tersebut. Sebab, KPPU masih perlu melakukan pertemuan selanjutnya dengan produsen minyak goreng lainnya. "Hari ini dari tiga yang dipanggil, dua dijadwalkan ulang," ujar Deswin.
Ketua KPPU Ukay Karyadi sebelumnya mengungkapkan telah menemukan empat pemain besar yang diduga terlibat praktik kartel minyak goreng. Menurut dia, praktik tersebut diduga menjadi salah satu penyebab harga minyak goreng saat ini menjadi mahal.
Ukay saat menjadi narasumber dalam seminar yang digelar Indef pada Kamis (3/2) mengatakan, situasi naiknya harga minyak sawit mentah (CPO) dijadikan momentum oleh pelaku usaha minyak goreng pada perusahaan besar untuk menaikkan harga.
Menurut Ukay, hal yang menjadi perhatian KPPU adalah selain pabrik minyak goreng tersebut terintegrasi dengan kebun sawit milik mereka sendiri, perusahaan-perusahaan tersebut juga menaikkan harga jual secara bersamaan.
Padahal, lanjut Ukay, jika terjadi kenaikan produk minyak goreng milik satu produsen, produsen lain lazimnya akan mencoba mengambil alih pasar dengan tidak ikut menaikkan harga. Namun yang terjadi, para pemain besar minyak goreng justru menaikkan harga secara bersamaan.
"Nah, ketika kenaikan ini terjadi, pemerintah sampai harus turun tangan mengintervensi harga dengan kebijakan satu harga di level Rp 14 ribu per liter dan terbukti tidak efektif, sehingga mengubah lagi kebijakan dengan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO)," ungkap Ukay.
Ukay menambahkan, KPPU melihat adanya praktik oligopoli sehingga intervensi yang dilakukan di hilir kurang efektif tanpa pembenahan struktur industri di hulu. "Tentunya intervensi pasar di hilir tanpa membenahi struktur industrinya menjadi kurang efektif karena posisi tahap awalnya ada di perusahaan-perusahaan besar tersebut," ujar Ukay.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong agar KPPU menyelidiki secara serius adanya dugaan kartel minyak goreng. YLKI pun telah membuat petisi mengenai hal tersebut.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, KPPU sebelumnya sudah mengungkapkan adanya dugaan empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia. "Untuk itulah, lewat petisi ini kami meminta agar KPPU segera mengusut sampai tuntas dugaan kartel minyak goreng ini sebagaimana dimandatkatkan oleh Undang-undang Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat," kata Tulus, Jumat (4/2/).
Jika dugaan tersebut terbukti, Tulus meminta KPPU dan pemerintah memberikan sanksi hukum perdata, pidana, dan administrasi dengan tegas. Dia menuturkan, pemerintah tidak boleh segan-segan untuk mencabut izin ekspor perusahan yang terlibat.
"Ini supaya bisa memprioritaskan konsumsi domestik atau bahkan mencabut izin usahanya," ujar Tulus.
Tulus mengatakan, stok minyak goreng di minimarket sampai saat ini masih sulit didapat. Sementara itu, harga minyak di pasar tradisional melambung tinggi sekali.
"Mengapa bisa? Negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, tapi masyarakatnya tidak bisa membeli minyak goreng sawit dengan harga yang lebih terjangkau dan tidak ada gangguan pasokan," ungkap Tulus.
Atas alasan itu, kata Tulus, dugaan kartel minyak goreng perlu diusut tuntas karena merupakan praktik usaha tidak sehat yang menyebabkan harga minyak goreng menjadi tinggi sekali. Struktur pasar minyak goreng terdistorsi oleh para pedagang besar CPO dan minyak goreng.
"Bukan tidak mungkin keempat perusahaan ini melakukan praktik kartel dan bersekongkol menentukan harga bersama supaya harga minyak goreng jadi mahal sekali. Walaupun ini masih dugaan, fenomena di pasar mengindikasikan dengan kuat," ujar Tulus.
Tulus menegaskan, konsumen tidak bisa dibiarkan kesulitan mendapatkan minyak goreng, terutama bagi yang menjalankan usaha dan untuk keperluan domestik rumah tangga.
Hingga saat ini, permasalahan minyak goreng bukan hanya soal harga eceran tertinggi (HET) yang belum bisa diberlakukan secara menyeluruh, melainkan juga soal pasokannya. Dinas Perindustrian Perdagangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kabupaten Garut mengungkapkan, kelangkaan minyak goreng terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Garut.
Kelangkaan itu terjadi karena distribusi minyak goreng belum optimal. Kepala Disperindag ESDM Kabupaten Garut Nia Gania mengatakan, pihaknya terus melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Salah satunya melakukan koordinasi dengan pihak pemasok dan distributor minyak goreng. "Suplier dan distributor yang ada di Kabupaten Garut kami minta tidak terlambat memberikan suplai ke pasar," kata dia.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan ritel-ritel besar di Kabupaten Garut untuk melakukan percepatan distribusi minyak goreng. Apalagi, minyak goreng dengan harga Rp 14 ribu per liter baru dapat ditemukan di pasar modern. "Setidaknya kalaupun di pasaran mahal, di tingkat supermarket masih ada," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.