Warga memegang foto HM Soeharto (Pak Harto) Presiden RI periode 1968-1998. | Republika/Putra M. Akbar

Opini

Legasi Wakaf Bapak Pembangunan HM Soeharto

Selain mewujudkan stabilitas nasional, HM Soeharto juga melestarikan dan menggerakkan tradisi wakaf di birokrasi.

DR. KH FAHRUROJI, LC, MA

Pimpinan Ponpes Darul Ummah Tangerang dan Direktur Wazis Al-Kamal

 

Membahas apa saja tentang mantan Presiden ke-2 HM Soeharto memunculkan pro dan kontra, termasuk tentang legasi wakaf yang ditinggalkannya pasti ada pihak yang setuju dan tidak. Tulisan ini diangkat dari beberapa data yang penulis ketahui tentang legasi wakaf sang inisiator orde baru. Harapannya legasi wakaf yang ditinggalkannya lebih berkembang, maju, dan bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan umat . 

HM Soeharto disebut sebagai Bapak Pembangunan karena semasa menjabat sebagai Presiden sejak 12 Maret 1967 hingga 21 Mei 1998 fokus utamanya adalah pembangunan. Selama 32 tahun masa jabatannya, HM Soeharto membentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) sejak 1 April 1969 hingga 1994. Pemimpin Indonesia Sejak tahun 1968-1998 itu membangun banyak infrastruktur, seperti sekolah, puskesmas, industri strategis, jalan, waduk, embung, dan berbagai pengendalian banjir perkotaan. 

Salah satu pembangunan fenomenal Pak Harto adalah Masjid Pancasila. Program ini terwujud melalui wasilah Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP)yang didirikan si penumpas pemberontak Partai Komunis Indonesia, pada tahun 1982. Membangun masjid yang merupakan cita-cita didirikannya YAMP, bagi bapak keluarga Cendana tersebut merupakan kebutuhan tak terhindarkan umat Islam. Masjid, selain sebagai sarana ibadah keberadaannya merupakan simbol bagi terwujudnya ukhuwah keislaman sekaligus kebangsaan.

Untuk mewujdukan cita-cita YAMP membangun masjid, Pak Harto mengajak masyarakat Muslim memberikan sedekah (wakaf). Maka dikumpulkanlah sedekah (wakaf) dari PNS dan TNI/Polri yang beragama Islam yang nilainya: Rp 50 (golongan I), Rp 100 (golongan II, Rp 500 (golongan III), dan Rp 1.000 (golongan IV), berdasarkan jenjang masing-masing pegawai. 

Ajakan tersebut disampaikan Pak Harto selaku pemrakarsa YAMP kepada Menteri Keuangan pada 8 Desember 1982. Pak Harto menyampaikan, “Bahwa dengan memberi sedekah (wakaf) sebesar itu harus dikelola secara professional, akuntabel, dan transparan diharapkan  dapat memperoleh kepercayaan dan memberi manfaat yang besar bagi umat.”  Selain dari PNS dan TNI/Polri, dana pembangunan masjid juga diperoleh dari pengusaha atau dermawan. 

Sesuai jadwal (2009) YAMP telah berhasil membangun 999 masjid di seluruh Indonesia. YAMP juga memberikan sumbangan untuk menyelesaiakn pembangunan Masjid Al Hikmah di New York sebesar 150 ribu Dolar AS (1995) dan 150 ribu dollar AS untuk masjid di Papua Nugini (1996). Selain itu, YAMP juga menyalurkan bantuan untuk rumah sakit embarkasi haji di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.

Sumbangan sedekah (wakaf) dari PNS dan TNI/Polri yang beragama Islam untuk pembangunan Masjid Pancasila adalah legacy wakaf dari H.M. Soeharto. Haryo Putra Nugroho Wibowo, cicit H.M. Soeharto mengatakan bahwa pembangunan 999 masjid merupakan tugas mulia yang telah ditunaikan H.M. Soeharto sebagai muslim dan pemimpin. “Jadi kalau kita lihat dari perspektif agama Islam, menurut saya amal beliau sudah tidak perlu dipertanyakan lagi,’ ucapnya saat peluncuran buku Legasi Pak Harto karya Mahpudi MT, sabtu 11 Desember 2021.

Masjid yang dibangun oleh H.M. Soeharto melalui YAMP merupakan legasi wakaf keagamaan. Bagaimana dengan wakaf sosial dan wakaf produktif, apakah Pak Harto meninggalkan legasi wakaf sosial dan wakaf produktif?

Pak Harto sebagai pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan dalam rangka membangun Indonesia, memiliki banyak gagasan yang cemerlang dalam pengembangan keagamaan, dakwah, sosial, budaya, Pendidikan, dan ekonomi. Salah satunya dengan mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Al-Kamal Jakarta tahun 1987 di atas tanah wakaf seluas 2,5 hektar bersama tokoh-tokoh lainnya. Di atas tanah wakaf tersebut dibangun Masjid Pancasila, Sekolah dari TK sampai perguruan tinggi, dan terkahir dibangun rumah sakit. Dengan demikian, maka Pak Harto telah membangun wakaf keagamaan, wakaf sosial, dan wakaf komersial atau wakaf produktif. 

Entah kebetulan atau tidak, pembangunan rumah sakit di atas tanah wakaf tersebut yang digagas oleh Pak Harto dimulai tahun 2004, dan resmi beroperasi tahun 2006. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa era wakaf produktif dimulai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.  

Menurut KGPH Soeryo Soedibyo Mankoehadiningrat salah satu pendiri Yayasan Pondok Pesantren Al-Kamal Jakarta dan satu-satunya pendiri yang masih hidup, pembangunan Rumah Sakit Puri Mandiri Kedoya (sekarang Rumah Sakit Cendana) merupakan inisiatif dari Pak Harto yang bertujuan komersial untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan, hasilnya untuk membiayai kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Kamal Jakarta. Pak Soeryo lebih lanjut mengatakan bahwa Pak Harto menyadari kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Kamal Jakarta harus didukung oleh sumber dana yang tetap untuk membiayainya. Kebetulan masih ada tanah wakaf yang masih kosong dengan lokasi yang startegis di pinggir jalan. Maka, Pak Harto menginstruksikan untuk membangun rumah sakit di atas tanah wakaf tersebut.

Dengan dibangunnya rumah sakit tersebut, maka Yayasan Pondok Pesantren Al-Kamal Jakarta memiliki wakaf produktif sebagai unit usaha komersial. Sebuah terobosan dari Pak Harto dalam rangka memberdayakan pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf secara produktif, agar menjadi sumber keuangan yang tetap dan terus mengalir untuk membiayai operasional unit pendidikan yang dikelola oleh Yayasan Pondok Pesantren Al-Kamal Jakarta.

Apa yang dilakukan oleh Pak Harto tersebut, saat ini populer dengan sebutan wakaf produktif. Bahkan, apa yang dilakukan Pak Harto merupakan implementasi dari pengelolaan dan pengembangan tanah wakaf yang ideal. Satu sisi tanah wakaf dimanfaatkan untuk wakaf langsung, yaitu pembangunan masjid, sekolah, dan perguruan tinggi. Pada sisi yang lain, tanah wakaf dimanfaatkan untuk wakaf produktif yaitu pembangunan rumah sakit. Dengan demikian, wakaf produktif sebagai unit usaha komersial, keuntungannya untuk menunjang wakaf langsung yang bersifat sosial atau nirlaba.  

Pihak pengelola, stake holder, dan share holder Rumah Sakit Puri Mandiri Kedoya (sekarang Rumah Sakit Cendana) harus memahami wakaf, tujuan, dan fungsinya yaitu menahan harta dengan mengelola atau memanfaatkaanya untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Tentu saja pengelolaan rumah sakit harus mengacu kepada tata kelola rumah sakit yang baik (good hospital governance) dan juga tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Selain itu, karena rumah sakit tersebut bertujuan komersial maka harus menghasilkan laba sehingga menjadi sumber keuangan untuk membiayai atau mendukung kegiatan unit wakaf lain yang nirlaba.    

Skema pengelolaan atau kerja sama pengelolaan rumah sakit yang berdiri di atas tanah wakaf, harus menguntungkan wakaf atau tidak merugikan wakaf. Namun demikian, jika terjadi kerugian dalam pengelolaannya atau tidak menghasilkan keuntungan misalkan dalam setahun pengelolaan maka itu tidak mengapa. Hanya saja, jika terjadi terus menerus kerugian atau tidak ada keuntungan, maka perlu segera dievaluasi dan diambil tindakan atau keputusan dalam rangka menjaga aset wakaf dan manfaatnya.  

Nazhir yang mengelola legasi wakaf HM Soeharto baik Masjid Pancasila, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain berkewajiban menjaga dan melindungi harta benda wakaf dan meningkatkan nilai tambah atau manfaatnya sesuai dengan tujuan wakaf dan keinginan Pak Harto, termasuk pihak-pihak yang bekerja sama atau terkait dengan legasi wakaf HM Soeharto dan juga keluarga besarnya. Hal ini untuk menjamin kelestarian harta benda wakaf dan kelangsungan aliran pahalanya serta sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa Pak Harto yang telah meninggalkan legasi wakaf. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat