Seorang mahasiswa melintas di depan sejumlah tempat ibadah di Universitas Pancasila, Jakarta, Jumat (24/12/2021). Universitas Pancasila membangun enam sarana rumah ibadah yaitu Masjid At-Taqwa, Gereja Katolik Santo Petrus, Graha Layanan Kristen, Vihara Dh | ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.

Tuntunan

Lindungi Dzimmi

Alquran bahkan mengatur bagaimana Muslim berhubungan dengan para ahli dzimmi.

 

 

OLEH A SYALABY ICHSAN

Toleransi antarumat beragama masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bangsa ini. Banyak catatan yang mesti diselesaikan dari soal perusakan rumah ibadah hingga penendangan sesajen di Gunung Semeru.

Padahal, kaum Muslim sudah mendapatkan doktrin lakum dinukum waliyadin yang menjadi fondasi kerukunan hidup antarumat beragama. Sudah amat jelas bagaimana Islam memperlakukan non-Muslim yang disebut sebagai ahludz-dzimmah di tempat terhormat. Alquran bahkan mengatur bagaimana Muslim berhubungan dengan para ahli dzimmi.

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu.” (QS al-Mumtahanah :8-9). 

Syekh Yusuf Qaradhawi dalam “Minoritas Non Muslim dalam Masyarakat Islam” menjelaskan, setiap Muslim dituntut agar memperlakukan semua manusia dengan kebajikan dan keadilan meski mereka tidak mengakui Islam. Dengan catatan, selama mereka tak menghalangi penyebaran dan tak memerangi para penyeru Islam.

photo
Warga melihat arsitektur bangunan Masjid Jami Tan Kok Liong di Kampung Bulak Rata, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (4/5/2020). Masjid yang memiliki arsitektur seperti kelenteng tempat ibadah umat Konghucu tersebut dibangun pada 2005 berdasarkan nama kecil sang pendiri yaitu M Ramdhan Effendi atau Anton Medan. ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj. - (Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO)

Alquran bahkan melarang Muslim untuk berbantah dan berdebat dengan para ahli kitab kecuali dengan cara terbaik. Terlebih, tentang agama mereka agar tak menimbulkan api kebencian di antara kalangan umat beragama.

Firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab melainkan dengan cara yang paling baik kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. Dan katakanlah: ‘Kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu dan hanya kepada-Nya saja kami berserah diri’” (QS al-Ankabut: 46). 

Qaradhawi menjelaskan, Islam menamakan warga negara non-Muslim sebagai ahludz-dzimmah atau adz-dzimmiyyun (orang-orang dzimmi). Secara bahasa, kata dzimmah berarti perjanjian, jaminan, dan keamanan. Mereka dinamakan demikian karena mereka memiliki jaminan perjanjian (‘ahd) Allah dan Rasul-Nya serta jamaah kaum Muslimin untuk hidup dengan aman dan tenteram. 

photo
Anggota kepolisian bersama TNI berjaga di depan Gereja Katedral, Jakarta, Jumat (24/12/2021). Penjagaan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi umat Nasrani saat melakukan ibadah misa malam Natal. - (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.)

Akad dzimmah ini berlaku selamanya. Akad ini mengandung ketentuan untuk membiarkan orang-orang non-Muslim tetap dalam agama mereka di samping hak menikmati perlindungan dan perhatian jamaah kaum Muslimin. Seorang dzimmi bahkan menjadi penyandang kewarganegaraan Islam atau daril Islam (dalam konteks negara Islam).

Karena itu, dia pun wajib membayar jizyah serta berpegang pada hukum-hukum Islam dalam hal yang tak berhubungan langsung dengan masalah agama. 

Warga dzimmi pun berhak menikmati perlindungan dari negara dan masyarakatnya. Perlindungan itu meliputi perlindungan terhadap serangan dari luar negeri maupun segala macam kezaliman yang berasal dari dalam negeri. Menurut Qaradhawi, mereka memiliki hak yang sama seperti yang dimiliki kaum Muslimin saat menghadapi serangan dari luar negeri.

Imam Qarafi al-Maliki menukil ucapan Ibn Hazm dalam bukunya, al-Furuq: “Apabila kaum kafir datang ke negeri kita karena hendak mengganggu orang yang berada dalam perlindungan akad dzimmah maka wajib atas kita mengadang dan memerangi mereka dengan segala kekuatan dan senjata, bahkan kita harus siap mati untuk itu demi menjaga keselamatan orang yang berada dalam dzimmah Allah SWT dan dzimmah Rasul-Nya SAW.”

Lalu, bagaimana dengan hak ahli dzimmah untuk mendapatkan perlindungan terhadap kezaliman di dalam negeri? Hal tersebut justru amat diwajibkan oleh Islam. Islam bahkan memperingatkan kaum Muslimin agar jangan sekali-kali mengganggu dan melanggar hak ahludz-dzimmah baik dengan tindakan maupun ucapan. 

Sementara itu, Allah SWT tidak menyukai orang-orang zalim dan tidak memberi mereka petunjuk. Rasulullah SAW bahkan sampai melontarkan ancaman kepada para pelakunya: “Barang siapa bertindak zalim terhadap seorang yang terikat perjanjian keamanan dengan kaum Muslimin atau mengurangi haknya atau membebaninya lebih dari kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa ridhanya, maka akulah yang akan menjadi lawan si zalim itu kelak di hari kiamat.” (HR Abu Daud).

Tidak mengherankan jika perhatian kaum Muslimin terhadap ahludz-dzimmah sungguh besar sejak masa Khulafaur Rasyidin. Umar RA juga kerap menanyai orang-orang yang datang dari daerah-daerah tentang keadaan ahludz-dzimmah. Dia khawatir karena ada di antara kaum Muslimin yang menimbulkan suatu gangguan terhadap mereka.

Para fuqaha dari sebagian mazhab pun berpendapat, dosa kezaliman terhadap ahludz-dzimmah lebih besar daripada dosa kezaliman kepada sesama Muslim.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat