Ekonomi
Kemendag Patok HET Minyak Goreng
HET minyak goreng curah ditetapkan sebesar Rp 11.500 per liter.
JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas minyak goreng, baik curah, kemasan sederhana, maupun kemasan premium. Kebijakan HET itu akan mulai berlaku pada 1 Februari 2022.
Kemendag menegaskan, akan ada sanksi bagi pelaku usaha yang melawan kebijakan HET. Kebijakan ini akan menggantikan aturan minyak goreng satu harga yang berlaku sejak pekan lalu.
"Selama masa transisi hingga 1 Februari 2022, kebijakan satu harga masih tetap berlaku dengan mempertimbangkan waktu produsen dan pedagang melakukan penyesuaian," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/1).
Lutfi mengatakan, HET minyak goreng curah ditetapkan sebesar Rp 11.500 per liter. Kemudian, HET untuk minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter serta kemasan premium Rp 14 ribu per liter. Lutfi meminta agar para produsen segera mempercepat penyaluran minyak goreng dan memastikan tidak lagi terjadi kekosongan stok di tingkat pedagang dan pengecer.
"Masyarakat juga kami imbau untuk tidak panic buying karena kami menjamin stok tersedia dengan harga terjangkau," katanya.
Lutfi mengatakan, pemerintah akan mengambil langkah hukum tegas ke seluruh pelaku usaha yang tidak patuh dan mencoba melanggar ketentuan tersebut. Kemendag menyatakan, kebijakan HET tersebut dapat diterapkan karena pemerintah juga telah menetapkan kebijakan domestic price obligation (DPO). Lewat kebijakan itu, harga minyak sawit yang merupakan bahan baku minyak goreng tidak akan tinggi mengikuti tren internasional.
Harga yang ditetapkan sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per liter untuk olein. Selain menetapkan kebijakan DPO, Kemendag juga membuat kebijakan domestic market obligation (DMO) minyak sawit untuk memastikan eksportir sawit memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, dengan adanya kebijakan DPO, DMO, serta HET, pemerintah tidak lagi memberikan subsidi minyak goreng per 1 Februari 2022 yang dananya bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebab, harga minyak sawit domestik sudah turun.
"Dalam hal ini, subsidi dengan pembayaran selisih harga keekonomian minyak goreng tidak lagi diperlukan dan BPDPKS tidak lagi perlu siapkan anggarannya," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, kebijakan DPO berpotensi menekan harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani. "Industri (produsen minyak sawit) bisa menekan harga ke produsen kelapa sawit yang sebagian besar adalah petani. Itu banyak sekali," kata Tauhid.
Tauhid menjelaskan, dengan harga CPO yang tinggi sekarang, harga TBS dari petani juga sudah tinggi, yakni berkisar Rp 3.400 per kg. Tingginya harga TBS juga dipengaruhi oleh mahalnya harga pupuk saat ini. Apalagi, petani sawit tidak mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Dengan pemerintah menetapkan DPO yang rendah, kebijakan itu diyakini membuat produsen minyak sawit akan menekan harga beli hingga ke level terbawah.
"Konsekuensinya apa? Akan terjadi harga TBS yang tertekan, baik bagi petani maupun perusahaan pekebun sawit. Konsekuensinya? Bisa jadi mereka tidak akan panen karena harga pupuk juga tidak turun," ujar dia.
View this post on Instagram
Tauhid menyampaikan, konsekuensi lain yakni petani ataupun perusahaan pekebun pun akan mencari cara untuk memprioritaskan ekspor karena harga internasional yang tinggi. Ia pun mempertanyakan apakah kebijakan DPO sudah diputuskan bersama Kementerian Pertanian (Kementan) yang menangani sektor hulu. "Jangan-jangan kebijakan ini diputuskan oleh Kemendag sendirian," ujar dia.
Ia menilai, kebijakan subsidi pemerintah yang sebelumnya diputuskan semestinya dijalankan terlebih dahulu. Meski tak bisa dilakukan dalam jangka panjang, subsidi dapat dikurangi secara perlahan sehingga masyarakat dapat menyesuaikan diri seiring perbaikan ekonomi. Hal itu perlu dilakukan mengingat harga minyak sawit dunia diproyeksi akan tinggi dalam waktu dua tahun ke depan. Dengan begitu, masyarakat dapat beradaptasi dengan harga minyak goreng yang lebih mahal.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.