Nasional
Azis Syamsuddin Dituntut 4 Tahun dan Pencabutan Hak Politik
JPU mempertimbangkan sejumlah hal dalam menuangkan tuntutannya untuk Azis Syamsuddin.
JAKARTA — Terdakwa kasus suap penanganan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Azis Syamsuddin, dituntut hukuman empat tahun penjara dan pencabutan hak politik, Senin. Selain itu, Azis juga dituntut pidana denda yang wajib dibayarkan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin selama empat tahun dan dua bulan serta pidana denda sejumlah Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK Lie Putra Setiawan ketika membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (24/1).
Jaksa KPK menilai, mantan wakil ketua DPR itu telah terbukti menyuap mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju, dan seorang pengacara bernama Maskur Husain dengan uang senilai Rp 3.099.887.000,00 dan 36 ribu dolar AS. Jaksa menyebut uang itu diberikan supaya Robin mengawal kasus APBD Lampung Tengah yang menjerat Azis dan Aliza Gunado.
"Menyatakan terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama," ujar Lie. Jaksa penuntut umum juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik atau politis selama lima tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," kata Lie Putra.
JPU mempertimbangkan sejumlah hal dalam menuangkan tuntutannya untuk Azis. Hal yang memberatkan, antara lain, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa juga merusak citra masyarakat terhadap lembaga DPR. "Terdakwa tidak mengakui kesalahannya dan berbelit-belit selama persidangan," ujar Jaksa.
Jaksa meyakini, Azis Syamsuddin memberikan suap yang sebagian uangnya berbentuk mata uang asing, yaitu sebesar 100 ribu dolar AS dan 171.900 dolar Singapura kepada Robin Pattuju dan Maskur Husain.
"Hanya dengan menggunakan logika yang sangat sederhana dapat kita yakini bahwa terdakwa mempunyai kaitan erat dengan uang sejumlah 100 ribu dolar AS dan 171.900 dolar Singapura dimaksud, karena nyata terdakwa telah meminta Rita Widyasari mengaku seakan-akan pemberi uang tersebut, sebagaimana keterangan Rita Widyasari," kata jaksa Lie.
Menurut JPU KPK, keterangan Rita Widyasari patut diyakini benar dan objektif. "Karena nyata Rita Widyasari masih sangat menghormati Azis Syamsuddin dan masih berhubungan sangat baik dengan Azis Syamsuddin sehingga nyata tidak ada motif bagi Rita Widyasari untuk sekadar memfitnah Azis Syamsuddin dalam perkara ini," ujarnya.
Dalam sidang sebelumnya, Azis membantah telah memberi uang suap kepada Robin dalam rangka penanganan perkara di KPK. Azis berdalih uang itu hanya sekadar pinjaman. Azis menceritakan proses memberikan uang pinjaman kepada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Azis mengaku akhirnya memberi pinjaman kepada Robin karena terketuk pintu hatinya.
Azis menyebut, Robin pernah meminjam uang pada 2020 setelah perkenalan singkat pada tahun yang sama dengan mediasi AKP Agus Supriyadi. Uang pinjaman awalnya diberikan sebanyak Rp 10 juta. Kemudian, pinjaman terus ditambah Rp 50 juta sebanyak empat kali menjadi total Rp 210 juta.
"Dia (Robin) minta tolong anak dan keluarga sakit. Dia datang ke rumah minjam uang. (Pinjaman) Kedua dia minjam karena sekalian ingin //nginap// di rumah saya. Karena rasa kemanusiaan, dia bawa ransel dan baju, saya ikhlas bantu dia," kata Azis dalam persidangan yang berlangsung di PN Tipikor, Jakarta Pusat, pada Senin (17/1).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.