
Metro
Penebangan Pohon di Cikini Dinilai Langgar Aturan
DPRD akan memanggil Dinas Kehutanan soal kebijakan penebangan pohon.
JAKARTA - Penebangan pohon jenis angsana yang berusia puluhan tahun di Cikini, Jakarta Pusat, menuai polemik. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mengatakan, pemotongan pohon jenis angsana di sepanjang trotoar Cikini merupakan pelanggaran komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam melindungi iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 30 persen hingga 2030 nanti.
"Jelas bahwa penebangan-penebangan pohon tersebut kontradiktif dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, menurunkan temperatur iklim lokal, dan memerangi peningkatan suhu kawasan kota," kata Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin, Selasa (5/11).
Pria yang akrab disapa Puput itu mengatakan, seharusnya pemerintah tetap mempertahankan pohon-pohon yang sudah ada karena ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta yang ditargetkan sebanyak 20 persen pada 2030 baru terpenuhi sebesar 9,4 persen. Selain dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, pohon tersebut diketahui juga dapat menyerap polutan yang menjadi salah satu masalah buruknya udara di Jakarta. "Risiko batang tumbang dan cabang patah sebenarnya bisa diantisipasi dengan pemangkasan dahan secara teratur," kata Puput.
Lebih lanjut, Puput menilai, keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggantikan pohon angsana dengan pohon tabebuya kurang tepat dinilai dari segi fungsinya. Ia menjelaskan, tabebuya yang akan dijadikan pengganti angsana hanya memiliki 7,8 persen kemampuan menyerap karbondioksida atau 24,2 gr/jam.
Sementara, angsana mampu meng-capture 310 gr/jam. Artinya, kemampuan tabebuya hanya 7,8 persen dari kemampuan angsana yang jauh lebih besar dalam menyerap CO2 (karbondioksida)," kata Puput.
Analis Kebijakan Transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan menilai, upaya penebangan pohon pada proyek revitalisasi trotoar telah menyalahi aturan hukum. "Saya pikir itu salah dan melanggar Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," ujar Azas.
Peraturan tersebut mengatur tentang upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
Pihaknya juga mengkritisi penjelasan Pemprov DKI Jakarta yang menyebut penebangan pohon atas permintaan masyarakat sebab akar penunjang pohon rapuh. "Kalau pohonnya rapuh, itu harusnya dikasih pagar dan dilindungi. Ini kan sama seperti (ungkapan) kalau kuku panjang, dipotong kukunya, jangan potong jarinya," kata Tigor.
Tigor menyebutkan, DKI Jakarta memiliki kemampuan finansial untuk membeli alat berat yang berfungsi untuk merelokasi pohon. "Bisa juga, kalau masih bisa dipertahankan, ya dipertahankan. Kalau enggak bisa, itu dipindahkan, dirawat, nanti diganti sama pohon lain. DKI mampu beli," ujar dia.
DPRD DKI Jakarta juga mempertanyakan koordinasi antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait pembabatan pohon besar di depan Stasiun Cikini, Jakarta Pusat. Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike mengatakan, seharusnya ada regulasi dalam penebangan pohon, apalagi pohon dengan umur tertentu.
Ini kan kaitannya macam-macam, ada Dinas Bina Marga, lalu ada Dinas Pertamanan. Ini sistemnya bagaimana, harusnya kan koordinasi karena kita mau potong di depan rumah aja harus ke PTSP, menyiapkan pergantian pohon dan lain-lain, apalagi pohon tua," kata
Yuke menilai, penebangan pohon yang berhubungan dengan penataan trotoar di Cikini dan masuk dalam Kegiatan Strategis Daerah (KSD) DKI Jakarta, seharusnya memiliki langkah yang lebih bijak dengan tidak membabat habis pohon-pohon itu.
"Seharusnya, ada langkah lebih bijak karena kan kalau dilihat lingkarannya, itu pohon yang ditebang adalah pohon yang gak mungkin setahun dua tahun, puluhan tahun mungkin. Sekarang kan banyak caranya, bisa dipindahkan walau butuh alat. Kalau sudah mati dan mengganggu boleh, tapi kan ini masih baik," ujar dia.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta ini juga mengatakan/ nantinya DPRD akan menanyakan lagi konsep yang dilakukan pemprov untuk menata trotoar yang diiringi dengan penebangan pohon. Namun, dia belum bisa memastikan kapan akan dilakukan karena saat ini masih dalam pembahasan KUA-PPAS 2020.
Penebangan pohon di trotoar Cikini juga diprotes warga sekitar dan pejalan kaki yang kerap melintasi daerah itu. "Enggak rela dong. Kan ini jadinya bikin panas pejalan kaki, enggak ada tempat berteduh," kata Sumardi yang merupakan warga asli Cikini.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsitawati mengatakan penebangan pohon di trotoar Cikini dilakukan untuk peremajaan pohon pelindung. Penebangan tersebut dilakukan sebagai upaya Dinas Kehutanan dengan jajaran Suku Dinas Kehutanan di bawahnya untuk peremajaan pohon pelindung menggantikan pohon pelindung yang sebelumnya. Dua jenis pohon yang ditebang di daerah Cikini itu adalah jenis angsana dan beringin.
Suzi menjelaskan, pohon jenis angsana awalnya dipilih sesuai tujuannya untuk percepatan penghijauan karena memiliki kecepatan tumbuh yang baik. "Kelemahannya untuk jenis angsana adalah seiring usia pohon yang semakin tua, struktur cabang dan batangnya mudah keropos dan rapuh. Dikhawatirkan mudah patah cabangnya dan bahkan tumbang. Dampaknya, tentu membahayakan pengguna jalan, apalagi keberadaannya di trotoar," kata Suzi, Senin (4/11).
Sementara untuk jenis beringin dinilai membahayakan karena tumbuh semakin besar dan menjebol pot beton yang semula digunakan untuk penanamannya. "Tentunya, juga membahayakan dan secara estetika kota juga kurang mendukung," ujar Suzi. n antara ed: bilal ramadhan
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.