Khazanah
Bolehkah Ustazah Ceramah di Hadapan Jamaah Pria?
Ustazah harus menyampaikan pesan takwa kepada siapa pun.
Pada umumnya, seorang ustazah menyampaikan tausiyah atau ceramah di depan jamaah wanita. Namun, ada kalanya, ustazah juga berceramah di depan jamaah campuran, yakni ada jamaah wanita, juga pria. Nah, apakah Islam memperbolehkan praktik ini?
Terkait hal ini, Ketua Dewan Syuro Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Prof KH Ahmad Satori Ismail menjelaskan, menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Untuk itu, dibutuhkan seorang ustaz atau ustazah untuk menyampaikan ilmu tersebut.
Perempuan yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan, baik ilmu dunia maupun ilmu agama, sangatlah dibutuhkan oleh umat. Mereka bisa menjadi guru, dosen, ataupun ustazah.
Dalam hal ini, umat yang ingin menuntut ilmu, termasuk ilmu agama, tentu tidak hanya wanita, tetapi juga pria. "Sehingga, mereka duduk di ruangan yang sama untuk mendengarkan ceramah, seperti hadir di taklim masjid," kata Kiai Ahmad Satori kepada Republika, Jumat (14/1).
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta ini menjelaskan, baik ustaz maupun ustazah harus mematuhi prinsip syariah ketika berceramah, terutama seorang ustazah. Prinsip itu, pertama, seorang ustazah hendaknya menjaga aurat sesuai syariah. Pakaiannya tidak ketat dan harus berjilbab karena rambut termasuk aurat.
"Demikian pula dengan make-up, seperlunya saja tidak boleh hingga bertabaruj atau berlebih-lebihan," ujar dia.
Kedua, seorang ustazah harus menjaga jarak atau tidak ikhtilat. Artinya, jamaah pria tidak boleh terlalu dekat dengan ustazah. Demikian juga dengan jamaah wanita, tidak boleh bercampur dengan jamaah pria.
Ketiga, suara wanita termasuk aurat, sehingga ketika berceramah tidak boleh bersuara mendayu-dayu. Seorang ustazah harus berceramah dengan tegas dan suara lantang, bukan suara yang lembut.
Keempat, lanjut Kiai Ahmad Satori, tidak berlenggak-lenggok. Jadi, saat ustazah berceramah sembari berdiri, maka ia tidak boleh melenggak-lenggokkan tubuhnya.
‘’Boleh menggerakkan anggota tubuh seperlunya saja seperti mengangkat tangan,’’ kata Kiai Ahmad Satori.
Tak hanya bagi ustazah, Kiai Ahmad Satori juga menyarankan agar jamaah pria menundukkan pandangan. Jika kewajiban wanita menjaga aurat, bagi pria diwajibkan untuk menundukkan pandangan.
Dari prinsip-prinsip di atas, ia menyimpulkan, seorang ustazah boleh berceramah di hadapan jamaah pria jika memang dibutuhkan. Biasanya majelis taklim juga memiliki jamaah perempuan. Namun, jika terpaksa harus berceramah hanya di hadapan jamaah laki-laki, juga dibolehkan. Sama halnya ketika dosen atau guru yang memiliki murid atau mahasiswa seluruhnya pria.
"Maka, jamaah pria tersebut harus menundukkan pandangan dan ustazah jangan sampai berpenampilan yang mengundang syahwat baik suara, gerakan tubuh, maupun cara berpakaian," ujar dia.
Hal itu sangat penting agar tidak menimbulkan fitnah. Di masa Rasulullah SAW dan sahabat, sepanjang pengetahuan Kiai Ahmad Satori, tidak ada wanita yang berceramah di hadapan pria. Namun, Rasulullah sering diminta jamaah wanita untuk berceramah terkait masalah wanita.
Di masa-masa berikutnya, Imam Syafii disebutkan pernah memiliki guru perempuan, yakni Sayyidah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Saat berguru kepada Sayyidah Nafisah, Imam Syafii secara intens berdiskusi dengan sang guru mengenai berbagai hal, seperti soal fikih, hadis, hingga persoalan-persoalan ibadah.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, Sayyidah Nafisah juga pernah didatangi Imam Ahmad bin Hanbali untuk meminta doa. Sejak itu, rumah Sayyidah Nafisah kerap didatangi tamu dengan tujuan yang beragam, mulai dari minta diajarkan ilmu agama hingga minta didoakan layaknya Imam Ahmad bin Hanbali.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.