Nasional
BNPT: Ada Peningkatan Paparan Terorisme ke Perempuan
Pemprov Jawa Barat dan BNPT berkolaborasi menanggulangi terorisme
BANDUNG – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan, ada peningkatan paparan paham radikalisme dan terorisme terhadap ibu atau perempuan. Ia mengatakan, fenomena ini harus ditindaklanjuti dengan serius, di antaranya, dengan menyebarluaskan narasi mengenai nilai bangsa di berbagai kanal informasi.
“Fenomena ibu-ibu atau kaum wanita terpapar radikalisme di dunia ini mengalami peningkatan. Apalagi, bisa dilihat adanya wanita bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri,” ujar Boy usai menggelar pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (12/1).
Boy mengatakan, BNPT telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan penutupan konten-konten yang bersifat terorisme di internet. Namun, masyarakat juga membutuhkan kontranarasi di berbagai kanal informasi.
Boy berpendapat, narasi mengenai nilai bangsa sebagai kontranarasi dari ajaran terorisme dapat diunggah dan disebarkan ke media sosial. Karena itu, Boy mengapresiasi salah satu program Pemprov Jabar bernama Sekoper Cinta untuk mengedukasi perempuan, di antaranya, untuk mendeteksi terorisme.
Menurut Boy, program itu dapat dikolaborasikan dengan program yang dimiliki BNPT.
BNPT dan Pemprov Jabar dapat memproduksi konten kreatif yang menjunjung nilai kebangsaan.
KOMJEN POL BOY RAFLI AMAR, Kepala BNPT
“Kontra narasi tadi termasuk (konten kreatif yang harus dikolaborasi), program Sekoper Cinta kepada ibu-ibu juga bagus,” kata dia.
Ridwan Kamil mengatakan, Sekoper Cinta dan sekolah ibu-ibu bertujuan agar para perempuan dapat mendeteksi radikalisme. "Supaya enggak kejadian ada tetangga yang merakit bom, tetangga lain tidak hafal dan tidak peduli," katanya.
Gubernur yang disapa Emil ini menjelaskan, Pemprov Jabar memiliki beragam program pencegahan terorisme. Selain Sekoper Cinta, Pemprov Jabar memiliki program Kemah Kebangsaan yang menyasar anak muda untuk berkumpul mendiskusikan semangat kepancasilaan.
Emil menambahkan, kolaborasi program dengan BNPT menjadi krusial karena Jawa Barat dengan penduduk 50 juta orang sering menjadi objek ideologi terorisme. Pemprov Jabar dan BNPT pun sudah sepakat bekerja sama dalam upaya pencegahan aksi terorisme serta program deradikalisasi.
Pemprov Jabar juga telah merumuskan draf rencana aksi daerah (RAD) pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme tahun 2020-2024. Rencana ini sebagai respons terhadap aturan dan perundang-undangan terkait penanggulangan terorisme.
Emil mengatakan, Pemprov Jabar membuka ruang diskusi, dialog, koordinasi, dan kerja sama terkait penanggulangan intoleransi, radikalisme, dan terorisme dengan BNPT. “Silaturahim dan dialog tersebut sebagai respons terhadap fenomena intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang akhir-akhir ini marak terjadi di masyarakat,” katanya.
Serangan pintar 10F
Direktur Klinik Pancasila Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dody Susanto mengajak generasi muda Indonesia untuk mewaspadai serangan pintar 10-F yang memicu seseorang terpapar radikalisme. "Radikalisme itu dipicu oleh sepuluh faktor yang dikenal dengan serangan pintar 10-F," ujar Dody Susanto saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk Peranan Pancasila dalam Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi, dipantau dari Jakarta, Rabu.
Serangan pintar 10F terdiri atas serangan pintar food (makanan), fun (budaya bersenang-senang), fantasi, fashion, finansial, filosofi, friction (gesekan), foreign (asing), filosofi, faith (kepercayaan), dan fail (kesalahan).
Pertama, serangan pintar food adalah serangan yang membuat seseorang terpapar radikalisme melalui konsumsi makanan dengan kandungan tiga dimensi bahan, yaitu pemanis, pengawet, dan perasa. Tiga zat kimia itu masuk ke dalam makanan yang dikonsumsi anak bangsa sehingga merusak metabolisme mereka.
"Jadi, kalau seseorang terbiasa mengonsumsi bahan pengawet, pemanis, dan perasa, secara kimiawi dan biologis, tubuhnya sudah rusak dan itu menyebabkan instabilitas emosional sehingga radikalisme cenderung bertemu di alam pikiran," kata Dody.
View this post on Instagram
Faktor kedua adalah serangan pintar fun atau budaya bersenang-senang, yaitu kondisi ketika seseorang terbiasa bersenang-senang, bahkan menjadi kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dody mengatakan bahwa serangan fun menyebabkan manusia terdorong secara instingtif melakukan tindak radikalisme.
Ketiga, serangan pintar fantasi, yakni ilusi dan imajinasi berlebihan yang mengganggu stabilitas pikiran seseorang dan mendorongnya bertindak radikal.
Keempat, fashion dalam artian luas yang dapat dilihat dari kebiasaan membagikan status aktivitas sehari-hari di media sosial. "Contohnya, kebiasaan seseorang membagikan status di media sosial, seperti sedang makan lalu diunggah. Fashion ini berbahaya karena mendorong orang menjadi konsumtif sehingga ekonomi dalam negeri tergerus. Jika kehilangan akumulasi finansial, bisa menjadi radikal," jelas Dody.
Serangan pintar yang kelima, finansial dapat dilihat ketika seseorang dengan gaji terbatas, melakukan kredit. Serangan seperti itu, kata Dody, dapat memicu seseorang menjadi radikal untuk memenuhi keinginannya yang dibatasi oleh finansial.
Selanjutnya, serangan keenam adalah serangan pintar filosofi. Ini tugasnya BNPT, yaitu perang ideologi. Seperti sekarang, kita ada perang ideologi transnasional mulai dari isu kekerasan dan radikalisme," katanya.
Ketujuh, serangan pintar friction merupakan gesekan-gesekan antarmasyarakat Indonesia yang dikenal beragam sehingga memicu kemunculan kelompok radikal.
Kedelapan adalah serangan pintar foreign. Dody menjelaskan bahwa serangan tersebut datang dari sesuatu yang asing bagi anak bangsa, tapi ternyata memaparkan radikalisme.
Ada pula serangan pintar faith (kepercayaan) sebagai pemicu kemunculan kelompok yang berlebihan meyakini kepercayaannya, tapi dalam pemahaman yang menyimpang. "Serangan ini muncul karena Indonesia merupakan bangsa dengan agama yang beragam," ujar Dody.
Serangan pintar yang terakhir adalah fail, yaitu serangan ketika seseorang melakukan kesalahan berlebihan dan memicu dirinya terpapar radikalisme. "Dengan pemahaman serangan pintar 10-F ini, kita punya wawasan baru bahwa radikalisme bukan hanya soal pikiran dan filosofi, melainkan juga persoalan makanan sampai kesalahan elementer," kata Dody.
Oleh karena itu, dia pun mengajak anak bangsa Indonesia untuk mewaspadai seluruh serangan pintar itu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.