Kabar Utama
Dua Objek Perkara Jerat Rahmat Effendi
Rahmat Effendi dijerat kasus dugaan suap lelang jabatan dan hadiah ganti rugi lahan oleh Pemkot Bekasi.
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka kasus dugaan suap lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Rahmat juga disangka menerima hadiah yang terkait dengan pembayaran ganti rugi lahan oleh Pemkot Bekasi kepada pihak swasta.
“Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE (Rahmat Effendi) diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi. Di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk ‘sumbangan masjid’,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/1).
Rahmat Effendi dicokok KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (5/1) pukul 14.00 WIB. Politikus Partai Golkar itu diamankan bersama 13 orang lainnya. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai Rp 3 miliar dan buku rekening bank dengan jumlah uang sekitar Rp 2 miliar.
Selain Rahmat, KPK menetapkan empat tersangka lainnya sebagai terduga penerima suap. Mereka yakni Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin, Lurah Kati Sari Mulyadi alias Bayong, Camat Jatisampurna Wahyudin, serta Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
KPK juga menetapkan empat tersangka lain selaku terduga pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT MAM Energindo Ali Amril, pihak swasta Lai Bui Min alias Anen, Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa Suryadi, serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin. Total ada sembilan tersangka dalam dua objek perkara yang ditangani KPK tersebut.
Menurut Firli, konstruksi perkara yang menjerat Rahmat Effendi bermula dari penetapan APBD Perubahan Pemkot Bekasi tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sekitar Rp 286,5 miliar. Rahmat diyakini mengintervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan.
View this post on Instagram
Rahmat diduga menetapkan lokasi proyek di tanah milik swasta serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan. Sebagai bentuk komitmen, tersangka Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi.
Ganti rugi tersebut di antaranya untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji Rp 21,8 miliar, dan untuk melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Firli melanjutkan, para tersangka pemberi suap kemudian menyerahkan uang melalui orang-orang kepercayaan mereka. Tersangka Lai Bui Min alias Anen menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaannya kepada Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi sebesar Rp 4 miliar.
Tersangka Wahyudin menerima Rp 3 miliar dari tersangka Makhfud Saifudin. Rahmat Effendi juga disebut menerima Rp 100 juta dari tersangka Suryadi dengan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi.
Mengenai suap lelang jabatan, lanjut Firli, tersangka Rahmat Effendi diyakini menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai di Pemkot Bekasi. Suap diberikan sebagai pemotongan dari posisi jabatan yang diemban di Pemerintahan Kota Bekasi.
Suap diberikan sebagai pemotongan dari posisi jabatan yang diemban di Pemerintahan Kota Bekasi.
Firli mengatakan, uang tersebut diduga digunakan untuk operasional tersangka Rahmat Effendi yang dikelola oleh tersangka Mulyadi. Namun, Firli tidak menjelaskan secara terperinci jumlah suap lelang jabatan tersebut. Firli hanya menyebut uang itu tersisa Rp 600 juta pada saat OTT.
“Di samping itu juga terkait dengan pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi, RE diduga menerima sejumlah uang Rp 30 juta dari AA (Ali Amril) melalui MB (M Bunyamin),” kata Firli lagi.
Atas perbuatannya, para tersangka pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Rahmat Effendi diketahui mulai menjabat sebagai wali kota Bekasi pada 3 Mei 2012, menggantikan Wali Kota Bekasi sebelumnya, Mochtar Mohamad, yang juga tersandung skandal korupsi. Pada Pilkada Kota Bekasi 2013, Rahmat Effendi ikut mencalonkan diri dan terpilih sebagai wali kota. Ia terpilih lagi di Pilkada Kota Bekasi 2018 untuk melanjutkan periode keduanya.
Menjabat sebagai kepala daerah, Rahmat tercatat memiliki harta sebesar Rp 6.383.717.647 dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 18 Februari 2021. Dia tercatat memiliki sejumlah tanah dan bangunan. Rahmat diketahui memiliki 39 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Bekasi dan Subang, Jawa Barat, dengan total nilai aset Rp 6.346.002.000.
View this post on Instagram
Aset lain yang dilaporkan Rahmat, yakni alat transportasi dan mesin senilai Rp 810 juta. Perinciannya yakni mobil sedan Toyota Crown 2003 senilai Rp 165 juta, mobil Chrysler Cher LTD CONTR 1997 senilai Rp 240 juta, mobil Jeep Cherokee 1995 senilai Rp 165 juta, dan motor Jeep Cherokee senilai Rp 240 juta.
Rahmat juga tercatat melaporkan harta bergerak lainnya sebesar Rp 170 juta. Dia juga memiliki kas dan setara kas lainnya senilai Rp 610.915.238. Namun, Rahmat tercatat memiliki utang sebesar Rp 1.553.199.591.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun wali kota untuk bekerja sesuai aturan. Wapres mengingatkan kepala daerah agar menjauhi area rawan korupsi ketika melaksanakan tugasnya.
“Kita sudah minta kepala daerah semua untuk supaya bekerja dengan baik, jangan sampai mengalami hal yang seperti itu, jangan sampai terkena KPK lah,” kata Wapres.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.