Geni
Menilik Perang Dunia I Lewat The King’s Man
The King's Man diadaptasi dari komik berjudul The Secret Service karya Mark Millar dan Dave Gibbons
Suasana panas Perang Boer antara Imperium Britania dan para petani Afrika Selatan pada 1902 menjadi adegan pembuka film The King’s Man. Duke atau Lord of Oxford (diperankan Ralph Fiennes) yang mencintai kedamaian merasa gelisah dengan pergerakan sesama bangsawan yang dengan sombong memamerkan keberhasilan mereka membuat kamp konsentrasi di Afrika Selatan (Afsel).
Dalam kunjungannya ke kamp konsentrasi tersebut, Oxford harus menelan kenyataan pahit karena sang istri tertembak mati oleh peluru dari sipil Afsel. Conrad, anak semata wayangnya, yang ikut dalam rombongan juga harus melihat langsung insiden menyedihkan itu. Hal ini juga menjadi momen pertama Oxford menyinggung tentang aristokrasi.
Berselang 12 tahun kemudian, Oxford dan putranya Conrad yang sudah dewasa (diperankan Harris Dickinson) diminta menjalankan misi sensitif untuk mengetahui lebih dalam tentang Archduke Franz Ferdinand, pewaris takhta Austria-Hongaria. Dalam misi itu, Franz Ferdinand terbunuh oleh pemuda Serbia-Bosnia bernama Sarajevo. Peristiwa ini dinilai menjadi penyebab langsung Perang Dunia I. Saat dunia terjerumus ke dalam perang, ayah dan anak ini memulai pencarian misi keliling dunia untuk mencegah konspirasi jahat.
Film The King’s Man yang telah tayang di bioskop-bioskop di Indonesia mengangkat serangkaian aksi mata-mata yang beroperasi dari toko penjahit rahasia di London bernama The King’s Man yang dipersenjatai dengan setelan sempurna dan jaringan rahasia yang terorganisasi.
Film tersebut diadaptasi dari komik berjudul The Secret Service karya Mark Millar dan Dave Gibbons. Lewat tangan dingin sutradara Matthew Vaughn, film yang berfokus pada Perang Dunia I dan lahirnya organisasi Kingsmen diracik dengan formula komedi gelap, genre twist, dan aksi perkelahian yang agak berlebihan. Namun demikian, film ini berhasil menyajikan sinematografi dan scoring yang megah, sehingga membuat penonton betah.
Penonton juga dimanjakan dengan sajian visual yang cukup epik. Salah satunya, bagaimana perkelahian dikemas bak tarian hingga nestapa masyarakat selama perang besar yang berpusat di Eropa tersebut. Intrik politik, kekuasaan, konspirasi, hingga ringkihnya monarki cukup memberi gambaran bagaimana kisruhnya suasana pada Perang Dunia I. Tentu saja, film ini setidaknya bisa menjadi tontonan alternatif bagi kalian yang tidak terlalu bergairah menonton superhero ala Marvel.
Selain Ralph Fiennes dan Harris Dickinson, film ini juga dibintangi oleh Rhys Ifans sebagai Grigori Rasputin, Matthew Goode sebagai Morton, Tom Hollander sebagai King George, Daniel Bruhl sebagai Erik Jan Hanussen, Djimon Hounsou sebagai Shola, Charles Dance sebagai Herbert Kitchener, dan Aaron Taylor-Johnson sebagai Archie Reid. Di laman Rotten Tomatoes, The King’s Man mendapat skor 42 persen, sementara di IMDb, memperoleh rating 6,8.
Film pertamanya, Kingsman: The Secret Services, dinilai sebagai kejutan yang menyenangkan. Kemudian sekuelnya yang berjudul Kingsman: The Golden Circle memiliki sedikit pengembangan. Namun, The King's Man dianggap seperti mengalami krisis identitas, tidak yakin apakah akan berkembang atau tetap pada caranya yang penuh darah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.