Laporan Utama
Gus Yahya, dari Krapyak Menuju PBNU
Terpilihnya Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU menarik untuk disimak.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Terpilihnya KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU menarik untuk disimak. Kiai yang akrab disapa Gus Yahya ini disebut-sebut sebagai murid paling dekat bagi almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dari aktivitas hingga pemikirannya. Lantas bagaimana perjalanan pendidikan pemimpin kapal besar NU ini?
Mulai menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak sejak 1979, Gus Yahya menghabiskan tabarukan selama 15 tahun di sana. Waktu yang lama itu ditempuh Gus Yahya guna memperoleh keberkahan dari KH Ali Maksum (pemimpin Ponpes Al-Munawwir).
“Saya itu masuk ke Krapyak tahun 1979, keluar 1994. Jadi saya tabarukan selama 15 tahun, tua di Krapyak saya,” kata Gus Yahya melalui video yang disiarkan Al-Munawwir TV, Selasa (28/12).
Gus Yahya menyebut, Pondok Pesantren Al-Munawwir memiliki kesan tersendiri baginya dan keluarga. Sebelum menimba ilmu di sana, ayah dan paman Gus Yahya telah terlebih dahulu menimba ilmu di pesantren tersebut. Saat kali pertama dirinya diantar sang ayah ke pesantren, ia diminta untuk mereguk keberkahan dari sang kiai alih-alih hanya menimba ilmu semata.
Sehingga dia menjadi saksi bagaimana sang ayah dan paman-pamannya mereguk keberkahan dari para kiai. Untuk itulah, ia mengikuti jejak para pendahulunya dengan mengabdikan diri sebagai santri kepada para kiai.
Gus Yahya menyebut, sebagai seorang santri hal pertama yang dilakukan adalah melakukan ikhtiar belajar semata-mata untuk mengharapkan keridhaan Allah. Hal itu dinilai yang menjadi utama, sebelum seseorang memahami bahwa setiap pribadi memiliki maqomnya masing-masing seiring dengan perjalanan yang ia lalui.
“Setiap maqam punya afdhalul-amal yang berbeda-beda. Afdhalul-amal untuk (orang) alim ya taklim, untuk muta’alim ya ta’alum. Sehingga ta’alum itu ndak boleh ada motivasi selain litighoi mardhatillah (meraih keridhaan Allah),” kata dia.
View this post on Instagram
Beragam aktivitas Gus Yahya di NU semata-mata dilakukan demi mengharap keberkahan dari para guru dan kiai. Saat menempuh perjalanan hidup selanjutnya, tak ada cita-cita dibenak Gus Yahya untuk menjadi anggota dewan pertimbangan presiden (wantimpres) ataupun juru bicara.
“Bahwa ketika ada manzilah (kedudukan) itu, ya kita terima sebagai suatu tanggung jawab yang harus kita laksanakan sekuat-kuatnya,” ujar dia.
Gus Yahya memang disebut-sebut sebagai ‘duplikasi’ pemikiran Gus Dur. Mustasyar Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Tunisia, Zuhairi Misrawi, menyebut bahwa sosok Gus Yahya begitu identik dan mengingatkan kembali bangsa ini terhadap Gus Dur.
Gagasan besar seperti Islam yang humanis ala Gus Dur disebut akan kembali digaungkan lebih keras oleh Gus Yahya. “Gus Yahya dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa inilah saatnya kita mengakhiri politik identitas. Kita harus hidup rukun, toleran, gotong-royong,” kata dia.
Ketua Umum Serikat Sarjana Muslim Indonesia (Sesmi) Awaludin menyampaikan, pengalaman Gus Yahya yang aktif di berbagai lembaga menjadi salah satu indikator kelayakan dalam memimpin PBNU. Gus Yahya yang pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hingga juru bicara Gus Dur memang aktif menjadi pembicara di dalam maupun luar negeri.
Dalam satu kesempatan, Gus Yahya bahkan pernah menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC), di Israel. Yang mana, kata Awaludin, hal itu kental menyuarakan konsep rahmat dan memberikan solusi bagi konflik yang terjadi di dunia yang disebabkan agama.
“Di bawah kepemimpinan Gus Yahya, kita berhadap NU bisa lebih moderat lagi dalam menyikapi berbagai isu. Baik isu agama maupun kemanusiaan,” kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
NU Jadi Perekat Umat dan Bangsa
NU Sebagai ormas besar harus bisa merangkul semua kekuatan umat.
SELENGKAPNYA