Uswah
Dwiza Riana, Menyemai Kepemimpinan dari Kampus
Dwiza berupaya tampil maksimal untuk setiap amanah yang diembannya.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Memasuki era 5.0, lembaga pendidikan tinggi mulai berbenah. Dunia kampus berlomba untuk berinovasi agar bisa beradaptasi terhadap cepatnya arus teknologi informasi.
Prof Dwiza Riana yang menahkodai Universitas Nusa Mandiri (UNM) sadar betul betapa reformasi organisasi dibutuhkan. Untuk itu, Dwiza membawa STMIKA Nusa Mandiri bertransformasi menjadi UNM pada April lalu.
“Semoga ini membantu masyarakat dan generasi bangsa ini lebih dekat dengan dunia teknologi yang terbarukan, juga senantiasa berinovasi dalam membangun negeri,” jelas dia belum lama ini.
Menjadi pucuk pimpinan sebuah universitas yang lekat dengan teknologi bukan hal mudah. Meski demikian, Dwiza berupaya tampil maksimal untuk setiap amanah yang diembannya. Dia pun bersyukur bahwa masyarakat Indonesia perlahan sudah bisa menerima keberadaan perempuan sebagai pemimpin.
Bagi Dwiza, kepemimpinan adalah sebuah tanggung jawab yang harus diemban dengan kesiapan yang matang. Ibarat perang, kesiapan itu diperlukan dalam bentuk amunisi yang bisa digunakan saat pertempuran. “Ketika kita diamanahi suatu jabatan, maka kita pastikan bahwa kita benar-benar memiliki kompetensi di bidang tersebut,” kata dia.
Dwiza teringat bagaiamana dia pernah didapuk sebagai Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan di sebuah perguruan tinggi saat usianya masih belia, yakni 25 tahun. Kala itu, dia baru saja menyelesaikan studi strata satu.
“Saya kaget ketika itu, dan gamang ya. Langsung saya telepon Mamak, dan beliau katakan bahwa saya harus mencoba semampu saya. Semua hal (dalam kategori positif) bisa dicoba, hanya satu yang tidak bisa dicoba, yaitu kematian. Itu kata Mamak saya,” kata Dwiza.
View this post on Instagram
Berangkat dari semangat itu, Dwiza menerima amanah tersebut dan segera bekerja dengan maksimal. Dalam mengurusi bidang kemahasiswaan, Dwiza berupaya untuk sigap dalam memberikan arahan kepada mahasiswa.
Dwiza bersyukur, pengalamannya di lingkup studi S1-nya cukup memberikan pengalaman yang berarti. Saat menempuh pendidikan S1 di Universitas Sriwijaya prodi Matematika, prodi tersebut baru dibuka. Mereka tak memiliki kakak kelas sehingga harus berorganisasi dengan menyusun segalanya dari nol.
“Siapa sangka, pengalaman itu justru menjadi modal besar saya ketika ditunjuk menjadi wadir bidang kemahasiswaan di usia yang begitu belia,” kata Dwiza.
Peran ibu
Dwiza sadar, ketahanan keluarga tak pernah lepas dari peran sentral kaum ibu di dalamnya. Setiap ibu biasanya akan menjadi ‘pemimpin’ di dalam keluarga. Sebab, terdapat banyak keputusan dari yang kecil hingga—besar diputuskan oleh ibu.
Menurut dia, setiap ibu perlu untuk memupuk kecakapannya dalam bidang apapun yang digeluti. Dia menjelaskan, tak sedikit kaum ibu yang limbung dalam menahkodai rumah tangga ketika harus ditinggal wafat oleh suaminya.
Untuk itu, faktor ketahanan keluarga tak pernah lepas dari peran sentral kaum ibu yang pandai memupuk kecakapan di bidang yang digeluti. Bagi dia, perempuan Indonesia sejatinya adalah pejuang pendidikan.“Karena perempuan ini jiwanya halus dan luas, dia bisa menerima kelebihan dan kekurangan anaknya. Dan yang paling penting, perempuan memiliki tekad yang baja dalam memperjuangkan pendidikan anak dan bangsa,” kata dia.
View this post on Instagram
PROFIL
Nama lengkap: Prof Dr Dwiza Riana, SSi, MM, MKom
Riwayat pendidikan: S1 FMIPA Matematika Universitas Sriwijaya, S2 Universitas Indonesia, program beasiswa di University of Loannina, Greece, program doktor di STEI ITB.
Riwayat aktivitas: Dewan penasihat Aptikom (2021-2025), pengurus LAM Infokom Divisi I (2020-sekarang), Vice Chair IEEE (2021-sekarang), dewan penasihat Aptikom Provinsi Jabar (2018-2022), Ketua Bidang III Hubungan Alamamater Iluni Fasilkom UI (2018-2021).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.