Internasional
AS Tunjuk Utusan Khusus untuk Perempuan Afghanistan
AS menunjuk Rina Amiri sebagai utusan khusus AS untuk perempuan Afghanistan.
WASHINGTON – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken telah menunjuk Rina Amiri sebagai utusan khusus AS untuk perempuan Afghanistan. Amiri adalah mantan penasihat Pemerintah AS sekaligus aktif di lembaga think tank yang fokus pada isu-isu Afghanistan.
“Kami menginginkan Afghanistan yang damai, stabil, dana man, di mana semua warga Afghanistan dapat hidup serta berkembang dalam inklusivitas politik, ekonomi, serta sosial. Utusan khusus Amiri akan bekerja sama dengan saya untuk mencapai tujuan itu,” kata Blinken dalam pernyataan, Rabu (29/12).
Pada masa pemerintahan mantan presiden Barack Obama, Amiri menjabat sebagai penasihat senior perwakilan khusus AS untuk Afghanistan dan Pakistan. Dia pun pernah menjadi penasihat untuk PBB.
Selain Amiri, Blinken juga menunjuk Stephenie Foster, seorang veteran Departemen Luar Negeri AS, sebagai penasihat senior untuk perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Foster akan membantu operasi AS mengevakuasi dan memukimkan kembali warga Afghanistan yang berisiko mendapat aksi balasan dari Taliban setelah kelompok itu berkuasa kembali pada pertengahan Agustus lalu.
Sejak mengambil alih kekuasaan di Afghanistan, Taliban dinilai belum memenuhi janjinya terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan Afghanistan. Taliban justru memperkenalkan peraturan yang membatasi aktivitas perempuan. Seperti awal pekan ini, misalnya, Taliban memutuskan bahwa perempuan yang bepergian lebih dari 72 kilometer harus ditemani wali mereka.
Sebelumnya, sekelompok perempuan Afghanistan menggelar aksi protes dan menyerukan agar hak-hak mereka dihormati. Sekitar 30 perempuan berkumpul di dekat sebuah masjid di pusat Kabul pada Selasa (28/12), sambil meneriakkan "keadilan, keadilan".
Aksi para perempuan itu kemudian dihentikan oleh pasukan Taliban. Selain itu, Taliban juga berusaha mencegah wartawan meliput aksi tersebut. Pejuang Taliban menahan sekelompok wartawan dan menyita peralatan dari beberapa fotografer. Taliban juga menghapus foto-foto dari kamera para fotografer sebelum mengembalikannya.
Para pengunjuk rasa menyampaikan protes terhadap pembatasan yang dihadapi perempuan di bawah kepemimpinan Taliban. Belum lama ini, Taliban mengeluarkan pedoman baru yang melarang wanita bepergian jauh, kecuali dikawal oleh kerabat pria. “Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia. Kami harus mempertahankan hak kami,” ujar seorang pengunjuk rasa Nayera Koahistani, dilansir Aljazirah.
Ketua Jaringan Wanita Afghanistan, Mahbooba Saraj, mengatakan, pedoman baru yang dikeluarkan oleh Taliban menyulitkan kaum perempuan yang tidak memiliki mahram atau wali laki-laki untuk menemani mereka. “Ini adalah cara lain untuk menempatkan pembatasan pada wanita tanpa alasan yang jelas,” kata Saraj.
Rekaman video yang diunggah di media sosial pada Selasa menunjukkan aksi protes kelompok perempuan lainnya di Kabul. Aksi protes itu juga menyerukan agar perempuan diizinkan mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja. Pejuang Taliban secara tiba-tiba melepaskan tembakan ke udara untuk mengakhiri aksi protes tersebut.
Para pemimpin Taliban telah berusaha untuk memproyeksikan citra yang lebih moderat dalam beberapa bulan terakhir. Mereka berjanji bahwa, perempuan dan anak perempuan dapat bersekolah dan bekerja sesuai dengan hukum Islam.
Namun, janji tersebut tidak ditepati. Di sejumlah provinsi, Taliban tidak mengizinkan anak perempuan sekolah menengah untuk kembali ke kelas.
Pada 16 Desember lalu, puluhan perempuan Afghanistan di Kabul juga sempat menggelar demonstrasi untuk menuntut hak atas pendidikan, pekerjaan, dan perwakilan politik dari pemerintahan Taliban. Dalam aksi itu, mereka meneriakkan, “makanan, karier, dan kebebasan”.
Meski kegiatan protes publik secara efektif dilarang oleh pemerintahan Taliban, tapi otoritasnya memberikan izin bagi mereka untuk berunjuk rasa. Namun, para pengunjuk rasa mengaku tetap ada rasa ketakutan kepada pemerintahan Taliban.
“Ketakutan selalu ada, tapi kita tidak bisa hidup dalam ketakutan. Kita harus melawan ketakutan kita,” kata Shahera Kohistan (28 tahun), salah satu perempuan yang berpartisipasi dalam aksi demonstrasi di Kabul.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.