Ekonomi
La Nina Kerek Harga Cabai
Curah hujan akan sangat menentukan hasil produksi cabai pada awal tahun depan.
JAKARTA -- Harga komoditas cabai sebagai salah satu pangan pokok masyarakat mengalami lonjakan pada akhir tahun ini. Berdasarkan statistik Kementerian Perdagangan (Kemendag), rata-rata nasional harga cabai rawit merah hingga Selasa (21/12) menembus Rp 90.800 per kilogram (kg) atau naik 4,49 persen dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Sementara itu, harga cabai merah keriting stabil di level tinggi Rp 51.700 per kg dan cabai merah besar dihargai Rp 49.200 per kg atau naik 3,36 persen dibandingkan Senin (20/12). Gejolak harga tersebut dinilai akibat fenomena La Nina.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan tak menampik, harga cabai saat ini memang tengah mahal. Oke belum dapat menjelaskan langkah intervensi yang bakal dilakukan untuk meredam kenaikan harga cabai saat ini. "Betul dan ini disebabkan mulai berakhirnya musim panen," kata Oke kepada Republika, Selasa (21/12).
Sementara itu, Direktur Bahan Pokok dan Penting Kemendag Isy Karim menjelaskan, berdasarkan pemantauan ke beberapa pasar induk, kenaikan harga terjadi karena panen raya beberapa sentra produksi cabai di Jawa Timur telah berakhir. Pada saat bersamaan terjadi kenaikan permintaan, khususnya di wilayah Sumatra.
Sementara itu, informasi dari asosiasi petani menyebutkan terjadi penurunan produktivitas tanaman cabai akibat curah hujan ekstrem. Efek La Nina yang dirasakan saat ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Januari 2022. "Berdasarkan informasi Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI), panen raya baru akan dimulai pada Februari 2022," kata Isy.
Beberapa sentra produksi yang akan panen paling cepat yakni di Wajo, Sidrap, Pinrang, Lombok Timur, dan Lampung. Seiring masuknya musim panen, harga cabai dalam negeri diyakini akan kembali stabil.
AACI mengungkapkan, hasil panen cabai saat ini tengah turun karena banyak cabai rusak akibat terkena hujan dalam periode La Nina. Selain itu, kualitas penanaman cabai saat ini tengah menurun dan menyebabkan jumlah hasil panen tidak maksimal. "Kebanyakan cabai rusak, jadi layu, dan rontok karena La Nina yang sangat kuat," kata Ketua AACI Abdul Hamid.
Ia menuturkan, hasil produksi cabai saat ini kebanyakan bersumber dari sentra-sentra cabai dataran rendah. Sementara itu, sentra utama di dataran tinggi akan masuk musim panen pada Januari 2022 mendatang. Di antara sentra produksi itu ialah Tuban, Kediri, dan Blitar di Jawa Timur.
Meski musim panen akan tiba bulan depan, harga cabai yang saat ini tengah melonjak belum dapat dipastikan akan turun. Itu karena La Nina diprediksi berlangsung hingga Februari mendatang. Curah hujan akan sangat menentukan hasil produksi cabai pada awal tahun depan.
Abdul menyampaikan, harga cabai rawit merah dari petani saat ini tembus hingga Rp 80 ribu-Rp 85 ribu per kilogram. Cabai merah keriting di kisaran Rp 25 ribu per kg, sedangkan cabai merah besar sekitar Rp 17 ribu per kg.
Abdul pun mengungkapkan, tidak maksimalnya hasil panen saat ini karena kualitas dalam proses penanaman cabai sebelumnya menurun. Itu disebabkan biaya komponen produksi yang naik. "Seperti pupuk yang harganya sangat mahal. Biasanya Rp 400 ribu per karung sekarang jadi Rp 750 ribu per karung. Belum lagi biaya obat-obatan," katanya.
Akibat komponen produksi yang mahal, banyak petani mengurangi komponen produksi seperti pupuk karena menyesuaikan kemampuan modal. Hal itu lantas berdampak pada hasil panen yang diperoleh.
"Jadi, memang masalah panen ditambah biaya untuk produksi ini tidak semakin terkejar. Penambahan luas tanam itu besar tapi hasil panen rendah sekali," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.