Internasional
Menlu Retno Bertemu Taliban di Islamabad
Taliban mengatakan Amerika Serikat bertanggung jawab atas krisis di Afghanistan.
JAKARTA — Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi bertemu dengan Menlu Taliban Amir Khan Muttaqi di Islamabad, Pakistan, Sabtu (18/12). Retno berada di sana untuk menghadiri pertemuan luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tentang Afghanistan yang diagendakan digelar Ahad (19/12).
“Bertemu dengan perwakilan Taliban, Amir Khan Muttaqi, di Islamabad, dan membahas situasi kemanusiaan, pendidikan, dan pemberdayaan perempuan,” kata Retno, melalui akun Twitter resminya.
Retno tak menjelaskan terperinci tentang pembicaraannya tersebut. Namun, dia turut membahas situasi kemanusiaan di Afghanistan dengan Utusan Khusus Jerman untuk Afghanistan dan Pakistan Jasper Wieck, serta Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Afghanistan, Thomas West.
Negara-negara Muslim saat ini memang berupaya menanggapi krisis ekonomi dan kemanusiaan yang berkembang di Afghanistan. Isu ini diangkat dalam pertemuan yang diselenggarakan Pakistan yang melibatkan OKI pada Ahad.
Met with representative of Taliban, Amir Khan Muttaqi in Islamabad (18/12) and discussed humanitarian situation, education, and women empowerment. pic.twitter.com/AGV3BMvpiN — Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (@Menlu_RI) December 18, 2021
Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengatakan, pertemuan para menteri luar negeri dan pejabat dari kelompok 57 negara itu dimaksudkan untuk menggalang dukungan bagi Afghanistan. Segala upaya yang dapat membantu situasi harus dipertimbangkan.
"Kehancuran kemanusiaan dan ekonomi di Afghanistan akan berdampak di luar perbatasannya, eksodus massal pengungsi, ketidakstabilan dan kekerasan," kata Qureshi.
Pertemuan dua hari di Islamabad ini juga mencakup perwakilan dari PBB dan lembaga keuangan internasional. Beberapa negara di luar itu pun ikut dilibatkan, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang.
Pejabat Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Muttaqi juga hadir dalam acara tersebut. Meskipun sejauh ini tidak ada negara yang secara resmi mengakui pemerintahan baru di Kabul.
Keadaan darurat di Afghanistan membuat jutaan orang menghadapi kelaparan saat musim dingin tiba. Kondisi ini telah menyebabkan meningkatnya kekhawatiran dan masyarakat internasional telah berjuang untuk memberikan tanggapan terkoordinasi mengingat keengganan Barat untuk membantu pemerintahan Taliban.
Para pejabat Taliban telah meminta bantuan untuk membangun kembali ekonomi Afghanistan yang hancur dan memberi makan lebih dari 20 juta orang yang terancam kelaparan. Beberapa negara dan organisasi bantuan telah mulai memberikan bantuan, tetapi sistem perbankan negara yang hampir runtuh memperumit pekerjaan itu.
Di luar masalah bantuan langsung, Afghanistan membutuhkan bantuan untuk memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang. Banyak yang akan bergantung pada keputusan AS bersedia mencabut sanksi terhadap para pemimpin Taliban. Pemimpin Taliban ini dituding menyebabkan banyak lembaga dan pemerintah menghindar dari hubungan langsung dengan pemerintah Kabul saat ini.
Dalam pertemuan nanti, Pakistan akan mendorong negara-negara Muslim bersatu membantu Afghanistan. Saat ini Afghanistan memang sedang menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi. Menlu Pakistan Shah Mahmood Qureshi menekankan, pertemuan luar biasa OKI bukan dimaksudkan untuk mengakui Taliban.
Pertemuan itu, kata dia, bertujuan membantu Afghanistan. “Tolong jangan tinggalkan Afghanistan. Silakan terlibat. Kami berbicara untuk rakyat Afghanistan. Kami tidak sedang membicarakan kelompok tertentu,” ujar Qureshi.
Important meeting with Pakistan Foreign Minister @SMQureshiPTI in preparation for tomorrow's 17th Extraordinary Session of OIC CFM (18/12)
Collaboration among ulemas and importance of education for women and girls were discussed pic.twitter.com/MrTleEezM3 — Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (@Menlu_RI) December 19, 2021
Menurutnya, saat ini, Afghanistan tengah berada di jurang kehancuran kemanusiaan dan ekonomi. Hal ini juga akan berdampak di luar perbatasannya, termasuk eksodus massal pengungsi, ketidakstabilan, dan kekerasan.
Selain AS dan Jerman, dua negara besar lainnya, yakni Cina serta Rusia, turut mengirim perwakilan untuk berpartisipasi dalam pertemuan luar biasa OKI tentang Afghanistan di Islamabad. Utusan Uni Eropa juga akan mengikuti konferensi tersebut.
Sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus lalu, krisis di Afghanistan kian memburuk. Hal itu turut dipengaruhi keputusan AS membekukan aset asing Afghanistan senilai sekitar 9 miliar dolar AS. Pasca Taliban berkuasa kembali, Bank Dunia juga ikut menghentikan bantuannya ke Afghanistan.
Langkah tersebut diambil di tengah kekhawatiran terkait situasi keamanan dan pengabaian hak-hak perempuan Afghanistan oleh Taliban. Sejauh ini, Bank Dunia memiliki lebih dari 20 proyek pembangunan yang sedang berlangsung di Afghanistan.
Sejak 2002, lembaga tersebut telah menyediakan dana setidaknya 5,3 miliar dolar AS, sebagian besar dalam bentuk hibah, untuk Afghanistan. Bulan lalu, Program Pembangunan PBB (UNDP) memperingatkan, sektor perbankan Afghanistan berisiko runtuh. Hal itu dipicu memburuknya likuiditas dan peningkatan pinjaman bermasalah.
Keadaan darurat di Afghanistan kini membuat jutaan orang menghadapi ancaman kelaparan saat musim dingin tiba. Para pejabat Taliban juga telah meminta bantuan untuk membangun kembali ekonomi Afghanistan yang hancur dan memberi makan lebih dari 20 juta orang yang terancam kelaparan.
Tanggung jawab AS
Wakil Menteri Luar Negeri Afghanistan, Sher Mohammad Abbas Stanikzai, mengatakan Amerika Serikat bertanggung jawab atas krisis di Afghanistan. Ia menegaskan bahwa AS harus memainkan peran aktif karena ekonomi Afghanistan telah rusak selama 20 tahun terakhir.
Hal itu diungkapkan Stanikzai di acara yang diadakan guna menandai Hari Migran Internasional di Kabul, yang dihadiri para pejabat tinggi termasuk Menteri Pengungsi dan Repatriasi, Khalil Rahman Haqqani.
"Adalah tugas dunia, terutama AS, untuk berperan aktif dalam pembangunan Afghanistan, karena telah merusak ekonomi kami dalam 20 tahun terakhir. Sekarang adalah tanggung jawab mereka untuk datang dan membangun kembali ekonomi Afghanistan," kata Stanikzai, dilansir di Tolonews, Ahad (19/12).
Menurut Stanikzai, AS berjanji selama pembicaraan Doha bahwa mereka akan mengakui sistem Islam berikutnya di negara itu dan tetap membuka kedutaan AS di Kabul. "Dalam perjanjian Doha, AS berjanji bahwa setelah penarikan pasukannya, mereka akan mengakui sistem berikutnya dan membuka kedutaannya," ujarnya.
Penjabat Menteri Pengungsi dan Repatriasi Haqqani meminta negara-negara kawasan untuk memperlakukan para pengungsi Afghanistan dengan kemanusiaan, dan sesuai nilai-nilai Islam dan norma internasional.
Wakil Menteri Penerangan dan Kebudayaan, Zabiullah Mujahid, juga menyampaikan terima kasih kepada negara-negara kawasan karena telah menampung para migran Afghanistan. "Kami meminta dunia untuk bersabar, sehingga kami dapat memfasilitasi pekerjaan dan menciptakan ekonomi yang baik dan warga Afghanistan dapat kembali ke rumah mereka," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.