Nasional
Pemerintah Ajukan Lagi RUU Perampasan Aset
DPR tidak memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan segera mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini dilakukan lantaran DPR tidak memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
"Kita mohon pengertianlah agar nanti DPR menganggap ini penting dalam rangka pemberantasan korupsi agar negara ini bisa selamat," kata Mahfud dalam keterangannya melalui siaran kanal Youtube Kemenko Polhukam, Selasa (14/12).
Menko Polhukam menjelaskan, sebenarnya pada 2021, pemerintah sudah mengajukan dua RUU terkait dengan pemberantasan korupsi. Yaitu RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal atau Uang Tunai. Namun, dua rancangan itu tidak masuk dalam prioritas DPR.
Meski demikian, Mahfud menuturkan, DPR dan pemerintah sepakat, jika kedua rancangan itu tidak masuk dalam prioritas parlemen, maka hanya satu rancangan yang dipertimbangkan untuk menjadi prioritas, yakni RUU Perampasan Aset.
"Waktu itu ada semacam pengertian secara lisan saja gitu bahwa oke yang Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk di tahun 2022," ujarnya.
Mahfud mengaku optimistis target penyelesaian RUU Perampasan Aset pada tahun depan akan tercapai. Apalagi, ia telah mendengar pernyataan dari anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, yang menyebutkan akan lebih mudah jika RUU tersebut diajukan oleh Presiden. "Nanti DPR akan segera membahasnnya," tutur dia.
Lebih jauh ia menjelaskan, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini sebetulnya sudah pernah dibahas. Namun, dalam pembahasan sebelumnya terganjal satu butir pasal, yakni terkait dengan pengelolaan aset tersebut.
Saat itu terdapat tiga opsi yang dapat menjadi pengelola aset. Ketiganya, yaitu Rumah Benda Sitaan Negara (Rupbasan) yang berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Penyitaan ASABRI
Sementara, dalam kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI), Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengaku akan menyerahkan sementara pengelolaan aset-aset produktif yang disita ke pihak pemerintah.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, pengalihan sementara tersebut dilakukan agar aset-aset produktif tetap beroperasi, dan tak terbengkalai.
Kata Supardi, timnya, saat ini sedang berkordinasi dengan manajemen di PT ASABRI, dan juga beberapa kementerian, ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kordinasi tersebut, dengan menjadikan pihak-pihak pemerintah itu, bisa menjadi otoritas pengelola sementara aset-aset sitaan tersebut.
“Jadi supaya intinya, itu penyitaan tetap membuat perusahaan yang disita itu eksis, biar tetap sustainable (berkelanjutan), begitu,” ujar Supardi di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Selasa.
Supardi menerangkan, aset-aset sitaan yang produktif tersebut, seperti hotel-hotel, maupun pusat-pusat perbelanjaan, pun juga unit-unit bisnis yang disewakan kepada pihak-pihak lain. “Jadi aset-aset seperti itu, supaya nggak mati. Karyawannya tetap hidup, manajemennya, tetap berpenghasilan. Intinya, biar tetap produktif dia,” kata Supardi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.