Nasional
Aturan Karantina Berlaku Tegas tanpa Terkecuali
Aturan karantina 10 hari ditetapkan atas pertimbangan munculnya omikron.
JAKARTA -- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, setiap pelaku perjalanan internasional perlu menjalani masa karantina pada fasilitas yang telah ditentukan pemerintah. Aturan karantina berlaku tanpa pengecualian.
"Bahkan sekarang pun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang baru pulang dari Cina, itu sudah melakukan karantina kesehatan selama sepuluh hari. Jadi tanpa pengecualian," kata Dante, Selasa (14/12).
Ia mengatakan, pelanggar ketentuan karantina sesuai Surat Edaran (SE) Satgas Nomor 23 Tahun 2021 perlu ditindak secara tegas. "Tentu akan kita kembalikan lagi ke tempat karantina yang seharusnya. Kalau itu dalam bentuk sanksi pidana," katanya.
Ketentuan karantina bagi pelaku perjalanan internasional didasarkan atas pertimbangan kemunculan varian baru omikron yang diyakini banyak pakar lebih cepat menular dari varian lama. "Karena itu kami memperpanjang masa karantina menjadi 10 hari," katanya.
Dante menegaskan, tidak boleh ada pengecualian untuk seluruh warga negara, baik asing maupun Indonesia yang baru berpergian dari luar negeri. "Semua masuk dalam karantina yang sudah ditentukan karena pengawasan dan isolasinya lebih baik tidak di rumah, tetapi di tempat karantina yang sudah ditentukan," katanya.
Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengkritik berulangnya kebijakan inkonsisten yang dibuat pemerintah terkait karantina perjalanan luar negeri. Mufida menyebut inkonsistensi kebijakan ini membingungkan publik sekaligus memberatkan secara biaya.
Menurutnya, publik mulai merasakan beratnya biaya yang mencapai puluhan juta untuk karantina 10 hari usai kedatangan dari luar negeri. Termasuk karantina 14 hari jika dari 11 negara yang telah ditetapkan. Adapun jika karantina di fasilitas pemerintah, juga akan menambah beban APBN karena harus menanggung biaya karantina lebih lama.
"Tarif paling murah dari PHRI Rp 8 jutaan hingga bisa Rp 25 jutaan untuk karantina mandiri ini. Tentu jumlah ini cukup memberatkan bagi masyarakat," kata Mufida.
Mufida mempertanyakan efektivitas karantina 10 dan 14 hari dalam upaya penanganan Covid-19. Ia berharap kebijakan itu sudah berbasis sains dengan masukan para ahli terkait.
"Berubahnya kan cepat dari tiga hari, tujuh hari, 10 hari, dan 14 hari. Apa masukan dari para ahli tentang lama karantina ini? Pertimbangan sains dan ahli kesehatan harus didahulukan," ujar Mufida.
Selain itu, Mufida mengingatkan kebijakan karantina menimbulkan penilaian bahwa pemerintah sedang 'berbisnis' tempat penginapan setelah publik mempertanyakan 'bisnis PCR'. Ia mencontohkan sejumlah negara seperti Qatar tidak perlu karantina ketika sudah vaksin dua kali dan hasil PCR negatif.
"Ini pertanyaan yang harus dijawab karena memang berat bagi masyarakat umum dari segi biaya. Belum lagi di negara kedatangan juga harus melakukan karantina. Dari segi waktu dan biaya tentu sangat tidak efektif. Jangan sampai muncul dugaan kembali pertimbangannya ekonomi semata bukan kesehatan," ucap politikus dari PKS itu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.