Khazanah
Kemandirian Ekonomi Jadi Isu Utama Muktamar NU
Muktamar NU dinilai perlu membahas iklim demokrasi Indonesia.
JAKARTA – Waktu pelaksanaan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung makin dekat. Materi-materi penting yang akan dibahas dalam forum akbar kaum Nahdliyin itu pun telah dimatangkan.
Melalui rapat konsinyasi materi yang digelar di Hotel Hariston, Jakarta, Sabtu (11/12), seluruh komisi Muktamar ke-34 NU telah menyelesaikan penyusunan materi pembahasannya. Komisi-komisi itu, yakni komisi organisasi, komisi program, komisi rekomendasi, komisi qanuniyah, komisi waqiiyah, dan komisi maudhuiyah.
Sekretaris Panitia Pengarah Muktamar ke-34 NU, KH Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan, seluruh pembahasan materi itu dijiwai dari tema besar yang mengangkat persoalan kemandirian ekonomi dan optimalisasi khidmat untuk kemaslahatan.
“Kemandirian ekonomi menjadi isu utama dalam optimalisasi perkhidmatan untuk kemaslahatan, hal ini menjiwai pembahasan seluruh komisi,” kata Katib Syuriah PBNU itu melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (12/12).
Ia menjelaskan, rapat tersebut mengalirkan tema besar muktamar ke seluruh komisi serta menuntaskan kerja-kerja komisi dengan penambahan masukan dan penyelarasan antarkomisi agar saling berkaitan satu sama lain.
Kiai Niam mengambil contoh, satu persoalan yang dibahas oleh komisi-komisi, yakni pertanahan untuk kemaslahatan. Dalam komisi bahtsul masail waqiiyah, persoalan itu dibahas dari aspek keagamaannya. Sementara itu, komisi bahtsul masail maudhuiyah melihatnya dari pandangan Islam atas penguasaan aset untuk kemaslahatan. Berbeda dari keduanya, komisi bahtsul masail qanuniyah membahasnya dengan pendekatan legislasi dan peraturan perundang-undangan.
Pembahasan mengenai pertanahan bermuara pada komisi rekomendasi. Di komisi tersebut, kata Kiai Niam, peserta akan mengelaborasi pada poin optimalisasi pemanfaatan lahan dan distribusi lahan untuk kemaslahatan umat.
Hal senada dikatakan Ketua Panitia Pengarah Muktamar ke-34 NU, Prof Muhammad Nuh. Menurut dia, konsinyasi komisi-komisi dilaksanakan untuk mencari irisan dan singgungan komisi satu dan lainnya supaya ada penyelarasan. "Jangan sampai nggak nyambung," ujar akademisi yang juga ketua PBNU itu.
Menurut dia, jika memungkinkan, materi-materi tersebut akan dikomunikasikan kepada Pengurus Wilayah NU (PWNU), Pengurus Cabang NU (PCNU), dan Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU).
Sementara itu, pengamat politik Islam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fachry Ali, berpandangan, NU harus menyoroti berbagai hal pada muktamar kali ini. Salah satunya terkait politik nasional.
NU, menurut Fachry, harus melihat kembali dan membahas apakah iklim demokrasi di Indonesia ini sudah berjalan sesuai harapan. “Sesuai dengan yang dicita-citakan atau tidak. Jadi sebaiknya NU membicarakan itu,” ujar dia.
Perlunya membahas itu, lanjut dia, karena mengingat NU memiliki massa yang besar sebagai sebuah organisasi. Bahkan, ia menyebut, NU sebagai organisasi terbesar, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Tenggara.
“Penduduk Malaysia cuma 26-27 juta. Singapura cuma lima juta. Penduduk Australia mungkin sekarang 30 juta. Maka kalau pengikutnya sampai 90 juta, itu organisasi terbesar di Asia Tenggara. Karena itu, NU harus berpikir tentang masalah politik kebangsaan, soal demokrasi,” ujar dia.
Fachry juga memuji sikap tokoh NU soal pelaksanaan Muktamar ke-34 yang kini telah diputuskan tetap digelar pada 23-25 Desember. Keputusan ini menyangkut kebijakan pemerintah yang sebelumnya berencana melakukan pengetatan pada periode Natal dan tahun baru di semua wilayah.
Hal itu memicu polemik di lingkungan NU dalam mengatur ulang jadwal Muktamar ke-34. Sebagian ingin jadwal muktamar dimajukan dari tanggal semula dan sebagian lagi ingin diundur. Namun, setelah pemerintah membatalkan rencana kebijakan pengetatan saat Natal dan tahun baru, para tokoh NU sepakat menggelar muktamar pada jadwal semula berdasarkan munas-konbes pada September lalu.
“Itu membuktikan NU bisa mengatasi ketegangan internal,” katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.