Kisah Mancanegara
‘Divaksin, Sembuh, atau Meninggal’
Sedikitnya 50 distrik di Jerman melaporkan ruang perawatan mereka sudah kewalahan.
OLEH RIZKY JARAMAYA
Rentetan kata-kata suram keluar dari mulut Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn, Selasa (23/11). Ia merujuk pada lonjakan kasus Covid-19 yang melanda Jerman belakangan. Tanpa ada tindakan segera, hanya tiga itu pilihan warga negara yang sempat dipuji dalam penanganan pandemi tersebut.
“Barangkali selepas musim dingin ini, seperti yang disampaikan secara sinis, semua orang di Jerman bakal divaksinasi, sembuh, atau meninggal dunia,” kata Spahn dalam konferensi pers, Selasa (23/11).
Apa yang sebenarnya tengah terjadi di Jerman dan di Eropa saat ini? Pada Senin (22/11), badan kesehatan Robert Koch Institute mencatatkan 30.643 kasus baru di Jerman, membuat total kasus menjadi lebih dari 5,3 juta kasus. Sementara itu, nyaris 50 ribu kasus rata-rata terekam di Jerman dalam sepekan belakangan.
Jumlah itu merupakan penularan tertinggi di Eropa. Hampir 100 ribu warga meninggal di Jerman akibat Covid-19 sejauh ini. “Kita mengalami situasi yang amat sangat sulit di banyak rumah sakit,” kata Spahn.
Deutsche Welle (DW) melaporkan bahwa dokter-dokter petugas ruang gawat darurat menyampaikan situasi yang mengkhawatirkan. Ruang-ruang perawatan intensif (ICU) kembali didorong pada batas kapasitas mereka.
Situasi kali ini disebut lebih parah daripada gelombang wabah pada 2020 lalu. Kepala Asosiasi Petugas Kesehatan Gawat Darurat (DIVI) Gernot Marx menuturkan, rumah sakit di wilayah terdampak sudah mulai menunda operasi terjadwal dan memindahkan pasien ke bangsal lain.
Sedikitnya, 50 distrik di Jerman melaporkan ruang perawatan mereka sudah kewalahan. Wilayah yang paling parah terdampak adalah di selatan Bavaria dan Baden-Württemberg. Meski jumlah ranjang masih memadai, kekurangan staf kini menjadi persoalan.
Wilayah di Jerman yang paling parah terkena dampak telah memerintahkan pembatasan, termasuk penutupan pasar Natal. Pemerintah melarang warga yang tidak divaksinasi pergi ke tempat publik, seperti bioskop, pusat kebugaran, dan makan di dalam restoran.
Kanselir Angela Merkel mewanti-wanti, pembatasan saat ini yang melarang warga belum divaksin untuk memasuki sejumlah fasilitas publik belum cukup. “Situasinya sangat dramatis. Penularan baru mengganda setiap 12 hari,” kata dia, dilansir DW, kemarin.
Tanda-tanda bakal tibanya gelombang keempat penularan Covid-19 di Eropa sudah tampak sejak awal November. Kala itu, Kepala Badan Kesehatan Dunia (WHO) Eropa Hans Kluge menyatakan, ada beberapa hal yang menjadi penyebab kenaikan tersebut. Di antaranya, program vaksinasi yang melambat di Eropa.
Di Jerman, misalnya, baru 66 persen warga divaksin Covid-19 dan baru sekitar 32 persen di Rusia. Kendati vaksinasi sudah mencukupi wilayah lain, ada faktor selanjutnya yang memicu lonjakan. Hal itu, menurut Kluge, adalah relaksasi protokol kesehatan publik di berbagai negara. Itu bisa terlihat dari longgarnya kewajiban mengenakan masker serta tak ada lagi jaga jarak sosial seperti yang terlihat di pertandingan sepak bola di Benua Biru.
Merebaknya virus korona varian Delta yang jauh lebih menular juga ditengarai memicu lonjakan kasus di Eropa. Musim dingin yang akan segera tiba juga membuat warga lebih banyak berkumpul di dalam ruangan dan itu meningkatkan potensi penularan.
Angka kematian akibat Covid-19 di Eropa yang mencapai kenaikan lima persen per pekan merupakan satu-satunya lonjakan kematian di dunia pada November 2021. WHO mengkhawatirkan, jika tak ada aksi pembatasan segera di Eropa, jumlah kematian akibat Covid-19 bisa bertambah 500 ribu orang hingga Maret 2022.
Tetangga Jerman, Austria, malah kembali menerapkan penguncian nasional skala penuh untuk menahan laju infeksi virus korona yang meroket. Penguncian berlaku mulai Senin (22/11) ketika Austria mencatat kenaikan rata-rata kematian harian melonjak tiga kali lipat.
Dilansir Aljazirah, Selasa (23/11), sistem kesehatan Austria mulai kewalahan. Rumah sakit di negara bagian yang terkena dampak parah memperingatkan bahwa unit perawatan intensif mereka telah mendekati kapasitas puncak.
Penguncian akan berlangsung setidaknya 10 hari, tetapi dapat diperpanjang hingga 20 hari. Penguncian ini menjadikan Austria sebagai negara Eropa Barat pertama yang memberlakukan kembali penutupan penuh sejak vaksin Covid-19 tersedia secara luas.
Pemerintah Austria menetapkan, seluruh warga tidak boleh meninggalkan rumah kecuali untuk alasan tertentu, seperti membeli bahan makanan, pergi ke dokter, atau berolahraga. Sementara itu, pertokoan nonesensial ditutup dan warga Austria diminta bekerja dari rumah jika memungkinkan.
Sejauh ini, kurang dari 66 persen dari 8,9 juta warga Austria telah menerima vaksinasi lengkap. Tingkat vaksinasi di Austria menjadi salah satu yang terendah di Eropa Barat.
Austria sebenarnya telah menetapkan mandat vaksinasi pada 1 Februari 2021 sebagai upaya untuk mengurangi tingkat penularan. Hal itu menjadikan Austria sebagai negara Eropa pertama yang menjadikan vaksinasi Covid-19 sebagai persyaratan. Pemerintah mengatakan, warga yang tidak mematuhi mandat vaksinasi akan mendapat denda.
Kanselir Austria Alexander Schallenberg meminta maaf kepada semua warga yang telah divaksinasi. Schallenberg mengatakan, sangat tidak adil bahwa mereka yang sudah divaksinasi harus menderita di bawah aturan penguncian.
Sebelumnya, Austria telah memberlakukan penguncian hanya untuk warga yang tidak divaksinasi. Namun, upaya itu tidak efisien dalam memperlambat infeksi. Pada Jumat (19/11), Austria mencatat rekor kasus harian tertinggi mencapai 15.809 kasus.
Aljazirah melaporkan, pemerintah Eropa akan mengawasi situasi di Austria dengan cermat. Eropa memasuki gelombang keempat pandemi Covid-19 dan membuat pemerintah khawatir. Oleh karena itu, beberapa negara Eropa sedang mempertimbangkan untuk menerapkan kembali pembatasan.
Kebijakan penguncian kembali mendapatkan kritik dan aksi protes dari sejumlah warga Austria. Pada Sabtu (20/11), sebanyak 40 ribu orang di Wina, termasuk anggota partai dan kelompok sayap kanan, menggelar aksi protes terhadap pembatasan.
Beberapa orang Austria merasa pembatasan baru dan beralih ke vaksinasi wajib terlalu berlebihan. "Protes pada hari Sabtu menunjukkan bagaimana orang-orang menuduh pemerintah melakukan taktik otoriter,” ujar laporan Aljazirah.
Demonstrasi yang menentang kembali pembatasan terjadi di negara-negara Eropa lainnya selama akhir pekan, termasuk Belgia, Kroasia, Italia, Belanda, dan Swiss. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengecam kerusuhan yang berlangsung selama tiga malam sebagai tindakan kekerasan murni.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.