Kisah Dalam Negeri
Kisah Semangat dari Para Guru Honorer
Dalam momen Hari Guru tahun ini, para guru honorer berharap mendapat apresiasi dari pemerintah.
OLEH M FAUZI RIDWAN, LILIS SRI HANDAYANI
Amar Irmawan (56 tahun), salah seorang guru honorer di salah satu sekolah negeri di Kabupaten Bandung tidak lama lagi akan memasuki masa pensiun. Ia sudah mengabdi lebih dari 30 tahun.
Menjelang pensiun, hanya satu harapannya yang tak pernah padam. Amar berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk mengangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
"Bapak sebagai honorer SD negeri, Bapak sudah lama (mengajar). Mulai merasakan honorer sejak 1987, secara kontinyu sejak 2003 sampai saat ini usia di atas 56 tahun," tuturnya, Senin (22/11).
Baginya, pengabdian mengajar kepada anak-anak merupakan prioritas utama. Ia tidak pernah mempermasalahkan upah guru honorer yang kecil. Amar memiliki keyakinan, rezeki bisa datang dari arah mana saja.
"Marwah perjuangan Bapak untuk orang banyak. Bapak ikhlas mengajar tidak memandang upah meski dibilang cukup tidak cukup rezeki dari mana saja," katanya.
Di samping mengajar, sejak lama hingga jelang memasuki masa pensiun, ia mengaku sudah mengikuti banyak forum di berbagai tempat dan berharap keinginannya menjadi PNS dapat terwujud. Meski hingga saat ini belum dapat terealisasi, ia tidak berkecil hati dan tidak putus asa.
"Sampai saat ini belum putus asa walaupun menuju pensiun," katanya.
Ia tetap berharap Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan kebijakan untuk honorer agar dapat diangkat sebagai pegawai negeri. Saat pemerintah membuka pendaftaran pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K) untuk guru, ia mengaku tidak mengikutinya.
Pada peringatan Hari Guru pada 25 November nanti diharapkan pemerintah memberikan kado terbaik bagi guru honorer yang sudah berumur. Tidak hanya dirinya saja yang berharap, tapi terdapat puluhan guru honorer lain yang sudah tua dan berharap kebijakan serupa. Selain guru honorer, terdapat honorer lain yang bukan guru turut diperjuangkan agar bisa diangkat.
"Bapak memikirkan tidak hanya diri sendiri, tapi banyak honorer di luar sana lebih 20 tahun tenaga struktural, bukan S1 seperti penjaga. PPPK meng-cover S1 saja bagaimana pemerintah mengakomodasi ini," katanya.
Beda Amar, beda Warkina (43). Meskipun masih sebagai guru honorer di SMPN 2 Suranenggala Kabupaten Cirebon, Warkinah ikut mengambil peran dalam menangani dampak pandemi Covid-19.
Bagi Warkinah, masa-masa sulit itu tak membuatnya berhenti untuk terus menggiatkan literasi sekaligus berbagi meringankan beban mereka yang kesulitan.
Guru honorer di SMPN 2 Suranenggala Kabupaten Cirebon itu memilih cara berbagi dengan mengadakan kegiatan Jumat Berkah. Dengan menggunakan gerobak, dia menyediakan bubur kacang hijau secara gratis setiap hari Jumat.
Kegiatan Jumat Berkah itu sudah dimulai Warkinah sejak April 2020 atau di saat pandemi Covid-19 baru mulai melanda. Hingga sekarang, kegiatan tersebut masih terus dilakukannya secara rutin.
Ada sekitar tiga kilogram kacang hijau yang disiapkan Warkinah untuk sekali kegiatan Jumat Berbagi. Setiap Jumat mulai pukul 06.30 WIB – 10.00 WIB atau sampai bubur kacangnya habis, gerobak bubur kacang hijaunya siap melayani siapa pun.
Warkinah biasanya 'memarkirkan' gerobak kacang hijaunya di pinggir jalan raya yang ramai di sekitar Kecamatan Suranenggala. Tukang becak, sopir angkot, pejalan kaki maupun warga setempat menjadi konsumen bubur kacang hijaunya. Terkadang, dia juga melakukan kegiatan tersebut di panti asuhan.
Semangat berbagi kepada sesama yang dimiliki Warkinah memang sangat tinggi. Dengan honor sebagai guru honorer yang hanya Rp 400 ribu – Rp 600 ribu per bulan, ditambah harus menafkahi istri dan tiga anak, sebenarnya sulit baginya untuk menyediakan kacang hijau secara rutin setiap Jumat.
Namun, dengan keikhlasan dan ketulusan, Warkinah tak pernah berhenti untuk terus berbagi. Meski di saat yang bersamaan, keluarganya juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
"Alhamdulillah, ada saja yang memberikan sumbangsih. Saya juga dibantu oleh relawan," kata Warkinah kepada Republika, Senin (22/11).
Selain berbagi, Warkinah juga memiliki misi untuk terus menggiatkan literasi kepada masyarakat. Untuk itu, di samping ‘gerobak berbagi’ bubur kacang hijaunya, dia menggelar lapak buku bacaan. Siapapun bisa membaca buku-buku yang disiapkannya.
Kegiatan literasi itu telah dimulai Warkinah jauh sebelum pandemi Covid-19 atau pada 2009 silam. Di rumahnya, dia membuka perpustakaan atau layanan masyarakat baca ‘Pado Maco’ dan membuat Gerakan Sadar Membaca.
Dengan merogoh kocek pribadi ditambah menjual barang berharga, Warkinah lantas membeli sebuah mobil tua. Mobil itu disulapnya menjadi perpustakaan keliling, yang terus berkeliling mendatangi tempat-tempat keramaian, untuk mendekatkan buku kepada masyarakat.
Sayang, mobil tua itu kini sudah tak bisa lagi diajak berkeliling kampung karena kondisinya yang semakin renta. Warkinah lantas meminjam motor gerobak tiga roda dari Dinas Perpustakaan setempat. Motor itulah yang kini menjadi perpustkaan keliling, meski biaya operasionalnya tetap menggunakan uang pribadinya.
"Kalau memikirkan biayanya, secara logika saya tidak mampu dan akan membuat saya berhenti. Tapi saya bertekad jalan terus. Alhamdulillah selalu ada jalan, selalu ada yang peduli untuk membantu,’’ tutur pria yang pernah memperoleh Anugerah Pelopor Pemberdayaan Masyarakat Jawa Barat 2017 Bidang Pendidikan itu.
Kalau memikirkan biayanya, secara logika saya tidak mampu dan akan membuat saya berhenti.
Untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya, Warkinah mencoba mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2021. Hasilnya, pria yang telah menjadi guru honorer selama hampir 17 tahun itu dinyatakan lulus. Dia akan resmi berstatus sebagai guru PPPK pada Desember 2021.
Meski demikian, Warkinah tak melupakan kondisi rekan-rekannya yang masih berstatus sebagai honorer. Dia berharap, dalam momen Hari Guru tahun ini, para guru honorer juga mendapat apresiasi dari pemerintah.
‘’Para guru honorer juga selama ini telah mengabdikan diri untuk mendidik anak-anak, generasi penerus bangsa. Semoga nasib mereka lebih diperhatikan lagi,’’ tandas Warkinah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.