Khazanah
Guru Agama Harus Menjadi Teladan Toleransi
Kemenag mulai mencairkan bantuan insentif bagi guru agama Islam non-PNS.
SEMARANG—Para guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang tersebar di berbagai lembaga pendidikan penting mempelajari agama dengan baik dan benar. Sehingga para pendidik PAI dapat menghasilkan peserta didik yang toleran.
Hal ini ditegaskan Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, KH Ubaidillah Shodaqoh saat mengisi materi Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tingkat SMA/SMK, di Hotel MG Setos, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Menurut Gus Ubed –panggiln akrab KH Ubaidillah Shodaqoh— Semangat mempelajari dan mendalami agama berikut nilai- nilainnya bagi pedoman dan tuntunan hidup merupakan niat yang bagus.
Yang menjadi persoalan, ketika semangat belajar tersebut bertemu dengan guru/ pendidik yang justru mengenalkan dan mengajarkan pemahaman- pemahaman gerakan radikal, justru sebaliknya dan sangat berbahaya.
Karena pendidik tersebut akan mengajarkan berbagai pemahaman serta nilai yang menyimpang tentang agama. “Maka pendidik harus betul- betul mempelajari dan memahami agama dengan baik,” jelasnya, dalam keterangan pers yang diterima Republika, Sabtu (20/11).
Pengasuh Pondok Peantren (Ponpes) Bugen Al-Itqon Semarang ini juga mengungkapkan, salah satu cara mendoktrin seseorang dan biasa dilakukan oleh kelompok tertentu dan menyakini tindakan ekstrimisme sebagai sebuah kebenaran dalam agama juga memiliki ciri tersendiri.
Salah satunya dan yang umum dilakukan adalah dengan cara mendalilkan ayat yang sama tetapi terus berulang- ulang dan pemahaman terhadap ayat tersebut juga keliru.
“Sehingga mereka yang mendapatkan pengajaran –dengan sendirinya-- akan menyakini tindakan yang diajarkan,” tegas Gus Ubed, dalam acara yang digelar atas kerja sama Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Santri Nusantara (P3SN) dengan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama (Kemenag) RI ini.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Islam Kantor Wilayah Kementrian Agama Povinsi Jawa Tengah, Imam Buchori menyampaikan, para pengajar maupun birokrat pemerintah sudah harus berkomitmen kepada nilai-nilai kebangsaan dengan menguatkan karakter moderasi beragama.
Maka penting untuk memastikan terlebih dahulu nilai- nilai kebangsaannya. “Caranya dengan menguji terlebih dahulu sebelum mereka menjadi pribadi- pribadi yang berpengaruh. “Baik sebagai seorang guru maupun birokrat di pemerintahan,” ungkapnya.
Ia juga mengimbau kepada semua guru maupun pengajar untuk tidak mudah tertarik dengan isu- isu khilafah --yang sampai dengan saat ini-- juga masih berkembang di tengah- tengah masyarakat.
Maka –menurutnya-- untuk meningkatkan mutu pendidikan harus dipastikan terlebih dahulu komitmennya kepada kebangsaan. “Karena itu bagian dari pondasi yang harus dibangun kokoh oleh guru maupun yang lainnya,” tambah Imam.
Sementara itu, P3SN, Khaidar Tantowi mengatakan survei yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2020 lalu mengungkapkan bahwa pintu masuk gerakan ekstrimisme melalui kaum milenial jenjang SMA dan SMK.
Belajar dari hasil survei tersebut, penting membuat berbagai kebijakan guna ‘membentengi’ generasi muda bangsa, khususnya di lingkungan sekolah dengan memperkuat karakter moderasi beragama.
Untuk itu, juga penting membumikan berbagai kegiatan moderasi beragama dengan menyasar para guru/ pengajar PAI yang ada di sekolah (lembaga pendidikan) di tingkat SMA/ SMK sederajat.
Sehingga para guru dapat membentengi warga sekolahnya untuk tidak terpapar radikalisme dan esktremisme. “Selain itu guru juga bisa mengajak cinta tanah air, memperkokoh nilai kebangsaan maupun nasionalisme,” ujar Khaidar.
Untuk itu, kegiatan Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru PAI memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pendidikan tentang Islam di negeri ini.
Sebab, kegiatan ini para guru/ pengajar –diharapkan—akan dapat memberikan dampak nyata terhadap sikap moderasi beragama. “Sehingga nantinya akan dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki sikap toleransi yang kuat,” tandasnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.