Nasional
Hoaks Jadi Tantangan Vaksinasi Masyarakat Adat
Memperluas cakupan vaksinasi Covid-19 untuk kelompok penyandang disabilitas memerlukan penerapan lebih inklusif.
JAKARTA -- Ketua Tanggap Darurat Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Annas Radin Syarif menyatakan informasi tidak benar atau hoaks terkait Covid-19 dan vaksin masih menjadi salah satu tantangan untuk mendorong vaksinasi bagi masyarakat adat.
Annas mengatakan, ada rasa enggan dan ketakutan di beberapa masyarakat adat untuk pergi ke rumah sakit akibat kondisi di perkotaan yang tidak menentu dan adanya hoaks terkait Covid-19.
"Berita-berita yang masih berseliweran di kalangan mereka yang tidak benar terkait Covid-19 sehingga mereka banyak yang agak takut. Ini yang jadi tantangan AMAN untuk menyosialisasikannya," kata Annas dalam diskusi virtual berjudul "Tantangan Vaksinasi Inklusif Bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan" yang diadakan Lapor Covid-19, Rabu (10/11).
Faktor kurangnya pemahaman dan isu budaya ikut menjadi tantangan dalam penyebaran vaksin di masyarakat adat, terutama masyarakat adat yang memiliki budaya yang pantang menggunakan teknologi seperti Badui Dalam.
"Kalau vaksin langsung di daerah situ diadakan, langsung disuntik, mereka belum tentu mau. Kenapa? Ada yang kemarin belum selesai soal sosialisasi," kata dia.
Menurutnya, sempat terjadi penurunan minat vaksinasi di kalangan masyarakat hukum adat. Selain karena hoaks, terdapat juga kekhawatiran mengenai kejelasan jumlah dosis vaksin yang diberikan kepada masyarakat adat.
"Selama menunggu juga banyak perubahan-perubahan informasi yang mungkin buat masyarakat adat jadi ragu. Soal sosialisasi jadi penting dan yang kedua soal lokasi vaksin," katanya.
Dia menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang berusaha merangkul masyarakat adat untuk vaksinasi Covid-19, termasuk program vaksinasi yang dilakukan terhadap masyarakat Suku Badui pada Oktober lalu. Namun, Annas mengatakan, masih perlunya sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat adat terkait program vaksinasi Covid-19.
Dia menyarankan petugas kesehatan mendatangi desa-desa masyarakat adat. Selain untuk melakukan sosialisasi, para petugas kesehatan juga dapat dilibatkan dalam menentukan sentra vaksinasi.
Difabel
Sedangkan salah satu pendiri Organisasi Harapan Nusantara (Ohana) Buyung Ridwan Tanjung mengatakan memperluas cakupan vaksinasi Covid-19 untuk kelompok penyandang disabilitas memerlukan penerapan lebih inklusif yang mempertimbangkan beberapa aspek. Termasuk, isu akses dan masih minimnya kesempatan konsultasi dengan para ahli.
Menjabarkan tantangan vaksinasi Covid-19 untuk penyandang disabilitas, pendiri organisasi yang fokus pada advokasi kelompok disabilitas itu menegaskan minimnya akses kepada para ahli membuat banyak disinformasi muncul terkait vaksin. "Banyak penyandang disabilitas itu hidup dalam disinformasi, dalam informasi yang salah, karena tidak ada informasi, edukasi di awal sebelum penyelenggaraan vaksin itu sendiri," kata Buyung.
Hoaks vaksin di kalangan penyandang disabilitas contohnya, akan memunculkan disabilitas baru dan bahwa disabilitas yang mereka alami termasuk dalam komorbid yang membuat mereka tidak dapat menerima vaksin. Tantangan lain adalah keterbatasan sumber daya pendukung untuk melakukan pendampingan kepada para penyandang disabilitas dan penerapan vaksinasi yang kurang inklusif.
Buyung mengatakan ketika proses vaksinasi penyandang disabilitas bergabung dengan masyarakat umum dan memerlukan pendaftaran menggunakan aplikasi dan ponsel muncul kesulitan bagi beberapa dari mereka karena beragamnya disabilitas.
Tantangan ketika dilaksanakan vaksinasi lain adalah transportasi menuju dan pulang dari sentra vaksinasi, minimnya pemahaman penyandang disabilitas akan kondisi kesehatan mereka, aksesbilitas di sentra vaksin seperti ketiadaan juru bahasa isyarat dan tidak disediakan vaksin bagi pendamping.
Buyung juga menyinggung tantangan setelah vaksinasi pertama dan secara khusus menyoroti informasi mengenai vaksinasi dosis kedua.
"Pascavaksinasi tantangan yang kemarin, ketersediaan vaksin dosis kedua itu juga simpang siur informasinya sehingga ada beberapa penundaan," ujarnya.Hal itu dapat menambah kekhawatiran bagi penyandang disabilitas terkait proses vaksinasi.
Untuk itu, dia mendorong keterlibatan penyandang disabilitas dalam penyusunan petunjuk pelaksanaan vaksinasi bagi kaum rentan seperti penyandang disabilitas. Diperlukan juga penyediaan jasa konsultasi untuk penyandang disbailitas sebelum dilakukan vaksinasi, transportasi menuju dan pulang dari sentra vaksinasi, pusat vaksinasi yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas dan pemeriksaan kesehatan tambahan untuk mereka.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.