Nasional
Polisi: Penembakan Laskar FPI dalam Situasi Tidak Normal
Penembakan enam Laskar FPI diakui polisi buntut dari situasi dan kondisi yang tidak normal.
JAKARTA — Aksi menembak mati dalam peristiwa pembunuhan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 diakui polisi sebagai buntut dari situasi dan kondisi yang tidak normal.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat mengatakan, dalam situasi seperti itu, sulit menerapkan panduan penggunaan senjata api untuk pelumpuhan terhadap seseorang yang diduga melakukan perlawanan.
Tubagus menyampaikan itu saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada sidang lanjutan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), unlawfull killing, pembunuhan enam anggota Laskar FPI, Selasa (9/11). Tubagus mengakui, penembakan mati tersebut memang tak sesuai dengan panduan kepolisian dalam pelumpuhan dengan senjata api.
“SOP (standart operasional procedure) itu mengatur hanya ketika dalam kondisi yang normal posisi,” ujar dia ketika menjawab pertanyaan jaksa perihal SOP penggunaan senjata api oleh kepolisian.
Tubagus menerangkan, SOP penggunaan senjata api oleh petugas hanya dibenarkan jika situasi dan kondisi membahayakan jiwa petugas maupun masyarakat di sekitar. Hanya, kata dia, penggunaan senjata api tersebut cukup menyasar pada bagian yang melumpuhkan. “Kalau dalam kondisi normal, itu ditujukan hanya untuk melumpuhkan,” kata Tubagus.
Akan tetapi, kata dia, dari laporan yang ia terima setelah kejadian pembunuhan dini hari 7 Desember 2020 itu, para terdakwa mengaku melakukan penembakan mematikan ke para anggota FPI, karena dalam kondisi yang tak normal.
Dari laporan langsung para terdakwa kepadanya, situasi yang terjepit dan kondisi yang sempit di dalam mobil setelah penangkapan anggota laskar FPI membuat para anggotanya meluapkan peluru tajam yang menyasar bagian mematikan, pada bagian badan para korban.
“Kondisi yang dilaporkan kepada saya oleh anggota (terdakwa), itu kondisinya spontan. Kejadian (pembunuhan) itu secara spontan dalam ruangan yang sempit di dalam mobil,” ujar Tubagus.
Kondisi terjepit, dan situasi spontan tersebut, kata Tubagus, membuat para terdakwa tak dapat melihat sasaran tembak pada bagian tubuh yang cukup hanya dengan pelumpuhan.
"Yang terlihat kalau di dalam mobil gambaran dalam diri saya, gambaran pribadi saya, otomatis bagian kaki ke bawah tertutup, tentu yang terlihat adalah bagian atas (badan), dan mohon jangan dibayangkan dalam posisi (di mobil) yang ideal, tolong dibedakan posisi yang ideal dengan posisi spontan. SOP itu mengatur hanya dalam kondisi yang normal posisi," ujar dia.
Tubagus, dalam kesaksiannya juga mengatakan, penembakan terhadap enam Laskar FPI tersebut, buntut kejadian dari proses hukum dalam kasus lain yang menjerat Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Tubagus mengakui menerbitkan surat perintah penyelidikan terhadap Habib Rizieq Shihab terkait perkara pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Itu dikatakannya ketika jaksa mempertanyakan perihal muasal pembuntutan yang dilakukan oleh Resmob Polda Metro Jaya terhadap rombongan Habib Rizieq Shihab sebelum kejadian pembunuhan enam Laskar FPI.
“Surat perintah penyelidikan untuk mengetahui kantong-kantong (massa) untuk mengetahui rencana pergerakan massa,” terang Tubagus kepada jaksa.
Penyelidikan tersebut menyangkut tentang adanya informasi pengumpulan massa FPI dan pendukungnya, yang dilakukan Habib Rizieq Shihab dalam menghadapi pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Senin (7/12).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.