Ilustrasi transportasi umum beroperasi di tengah pandemi Covid-19. | Republika/Putra M. Akbar

Jakarta

Masyarakat Diklaim Masih Ragu Pakai Transportasi Umum

Banyak masyarakat waswas terkontaminasi virus jika pakai transportasi umum.

JAKARTA – Direktur Lalu Lintas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Sigit Irfansyah, mengatakan, saat ini masyarakat masih ragu menggunakan transportasi umum. Hal itu, kata dia, yang menjadi alasan jalanan di Ibu Kota masih macet, meskipun dalam rangka Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Harusnya secara teori lalu lintas di DKI bisa lebih lengang, terlebih saat perkantoran belum 100 persen dibuka,” kata Sigit saat mengisi webinar “Selamat Datang Macet, Selamat Tinggal Pandemi?” yang diadakan MTI, Kamis (4/11).

Secara gamblang, kata dia, asumsi itu diambil berdasarkan data penumpang transportasi umum yang masih merosot. Sebelum pandemi Covid-19, kata dia, KRL bisa mengangkut penumpang hampir 2 juta orang setiap harinya. Bahkan, dia mengeklaim, Transjakarta pernah hampir mencapai 1 juta orang dalam sehari.

"Sekarang berapa? Belum pulih, belum ke indeks 1,2 juta bahkan. Jadi dari kapasitas masih dibatasi, cuma 70 perse," ujarnya.

Sigit tak menampik adanya penerapan ganjil genap yang masih menyebabkan kemacetan. Menurut dia, ganjil genap masih terlalu umum, mengingat banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan daring dan menghindari transportasi umum massal. 

Bahkan, dia menyebut jika banyak dari masyarakat juga yang beralih ke kendaraan roda dua. Menurut dia, penerapan ganjil genap sesuai regulasi masih sulit mengekang masyarakat untuk memakai kendaraan massal umum. 

Lebih jauh, advokat publik dan praktisi hukum perlindungan konsumen, David Tobing, menyebut ada pemikiran yang muncul pada para konsumen menyoal transportasi massal. Menurut dia, para konsumen jasa transportasi umum dan lainnya, punya hak soal keselamatan, kenyamanan, dan keamanan. “Gage ini apa dampaknya kemungkinan mengurangi kemacetan atau malah menimbulkan permasalahan baru?" ujar David.

Dalam kurun waktu 1-3 November 2021, dia mengaku membuat survei daring untuk mengetahui pola dan perilaku konsumen transportasi. Menurut dia, dari 101 responden yang 60,4 persennya sarjana, mengaku setuju adanya ganjil-genap. "Tapi mereka ingin ada alternatif yang bisa melewati gage itu bertambah, contohnya taksi daring," kata dia.

Dalam survei itu pula, katanya, banyak masyarakat yang waswas terhadap transportasi umum seperti KRL, Transjakarta, angkot hingga Jaklingko. Terutama karena kekhawatiran terkontaminasi virus. "Tiga puluh persen masyarakat merasa was was. Semakin banyak alternatif akan membuat konsumen semakin nyaman," tuturnya.

Secara umum, kata dia, dengan adanya ganjil-genap, membuat masyarakat semakin sulit beraktivitas. Oleh sebab itu, pihaknya mendorong agar Dinas Perhubungan DKI bisa membuat pengecualian aturan untuk tidak memasukkan transportasi daring ke dalam kebijakan ganjil-genap.

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pengendalian Operasional Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dishub DKI Jakarta, Massdes Arouffy, menegaskan, penghapusan ganjil-genap terhadap transportasi daring memang cukup sulit. Terlebih, saat para pengemudi taksi daring tidak mau menggunakan tanda bahwa mereka transportasi umum berbasis daring. "Dulu stiker kecil aja mereka menolak. Apalagi pakai pelat kuning dulu," katanya.

Kesulitan untuk menandai transportasi daring itu, dinilainya menjadi masalah. Terutama, disebabkan taksi daring yang memang tidak memiliki beda dengan mobil masyarakat pada umumnya. 

Massdes menambahkan, dengan adanya ganjil genap di 13 ruas jalan DKI kini, ada tren pelanggaran yang berkurang. Dia berharap dengan adanya bukti tersebut, menjadi kesadaran masyarakat untuk menggunakan transportasi massal alternatif.

“Kalau diambil rata-rata ada 500 pelanggar di 13 ruas itu. Dan ada lebih dari 4.500 kendaraan yang sudah ditindak selama dua pekan ini. Contoh dalam satu hari, Selasa (2/11) ada 611 pelanggaran di 13 jalur, pelanggar terbanyak ada di Gunung Sahari,” katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat