Kisah Dalam Negeri
Beda Dulu dan Sekarang, Raker KPK di Hotel Berbintang
KPK selalu mengampanyekan hidup sederhana terutama bagi lembaga atau kementerian.
OLEH RIZKYAN ADIYUDHA, HAURA HAFIZHAH
Rangkaian kegiatan rapat kerja (raker) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 27 Oktober-29 Oktober 2021 menuai kritik, termasuk dari sejumlah eks pejabat struktural KPK dan pegiat antikorupsi.
Raker yang digelar di salah satu hotel bintang 5 di Yogyakarta itu dinilai tak etis dan terlalu mewah di tengah situasi pandemi. Mantan penyidik KPK Novel Baswedan menjadi salah satu pengkritik keras raker KPK di DIY itu. Novel mengungkapkan, raker KPK sebelumnya digelar paling tinggi di hotel bintang 3 atau di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Selama dia bekerja di KPK, kata Novel, raker juga murni pekerjaan dan tidak ada acara lain, seperti kegiatan bersepeda santai. Dia mempertanyakan biaya negara yang telah dikeluarkan untuk raker KPK di Yogyakarta tersebut.
"Kalau (alasannya) mau bantu menggerakkan pariwisata, jangan pakai uang negara, apalagi bermewah-mewahan," kata Novel Baswedan seperti dikutip dari akun Twitter @nazaqistsha, yang telah dikonfirmasi Republika, Jumat (29/10).
Perjalanan ke Yogya naik pesawat sekitar 100 org, berapa biayanya?
Kalo mau bantu gerakkan pariwisata, jgn pake uang negara, apalagi bermewah2an.
Semoga tdk banyak pejabat yg tdk peka dan tdk malu spt ini. — novel baswedan (@nazaqistsha) October 28, 2021
Eks pegawai KPK Rasamala Aritonang juga mengkritisi raker yang dipimpin oleh Firli Bahuri dkk. Rasamala tak habis pikir raker diadakan di hotel berbintang 5, padahal kinerja lembaga itu tengah menurun. "Bukan saja tidak masuk akal, melainkan juga menyerang moralitas dan nurani kita!" kata Rasamala, Kamis (28/10).
Kegiatan yang diadakan di tengah masa pandemi itu diselingi Fun Game dan Team Work lomba Kreasi Tumpeng. Raker juga menggelar hiburan musik, stand up comedy hingga sepeda santai.
"Lantas bagaimana masyarakat bisa percaya dengan cerita wawasan kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, integritas, efisiensi yang diomongi pimpinan KPK,” katanya.
Adapun, peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mengatakan, raker KPK kali ini wajar kalau dipertanyakan. Sebab, KPK selalu mengkampanyekan hidup sederhana terutama bagi lembaga atau kementerian.
"Raker KPK saat ini patut dipertanyakan bagaimana konsistensi antara apa yang dikampanyekan yaitu sikap hidup sederhana dan tindakan mereka sendiri yang melakukan raker di luar kota berhari-hari di hotel mewah," kata Zaenur, Jumat.
Menurutnya, kebijakan KPK melaksanakan raker di hotel mewah pun kemudian berpotensi ditiru oleh lembaga lainnya. Ia pun mengingatkan, KPK saat ini memiliki dua gedung dengan fasilitas lengkap.
"Lembaga dan pejabat punya semacam preseden kalau KPK saja melakukan itu, tentu yang lain boleh dong. Apalagi KPK punya dua gedung apa masih kurang juga? Dan saat ini juga masih pandemi harusnya empati terhadap masyarakat yang ekonominya masih sulit, bukan bermewah-mewahan," kata dia.
Ketua KPK Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri menegaskan, keberadaan mereka di Yogyakarta pada 27-19 Oktober bukan untuk pelesiran. Melainkan, melaksanakan serangkaian kegiatan raker jajarannya.
"Kami di Yogyakarta bukan jalan-jalan, tapi ada kegiatan yang harus diselesaikan," kata dia, saat ditemui seusai bersepeda bersama pimpinan dan pejabat KPK di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat.
Firli menuturkan, sejak terjadinya perubahan kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disahkan pada 16 Oktober 2019, ada beberapa hal yang harus disesuaikan, termasuk regulasi yang harus diterapkan. Melalui raker di Yogyakarta, kata Firli, jajaran pimpinan serta pejabat struktural menyusun dan mengevaluasi capaian kinerja KPK dua tahun terakhir, mulai 2019 hingga 2021, termasuk merencanakan kinerja KPK dua tahun ke depan.
Mengenai anggapan sejumlah pihak bahwa kegiatan KPK di Yogyakarta sekadar pemborosan, dia mejelaskan, rombongan pimpinan dan pejabat struktural KPK ke Yogyakarta bahkan memilih menggunakan sarana transportasi yang ongkosnya paling murah. "Saya sampaikan ya, kami datang ke Yogyakarta ada berbagai alternatif transportasi yang bisa dipakai. Tapi kami ambil yang paling murah. Ada kereta api, tetapi kereta lebih mahal dibandingkan pesawat. Tetapi kita jangan bicara tentang murah atau mahal, tetapi tujuannya," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.