Kabar Utama
Saudi Risaukan Tes PCR di Indonesia
Salah satu yang dikhawatirkan Arab Saudi soal keabsahan tes usap PCR di Indonesia.
JAKARTA — Pertanyaan soal nasib pembukaan umrah bagi warga Indonesia mulai menemui titik terang. Salah satu yang dikhawatirkan pihak Arab Saudi ternyata soal keabsahan tes usap polymerase chain reaction (PCR) Covid-19 di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam kunjungan asosiasi penyelenggara umrah, Koalisi Haji Umrah, ke kantor Konjen Arab Saudi Abdullah Muqed Al Mutiry di Kedutaan Besar Arab Saudi, Rabu (27/10). Dalam pertemuan itu banyak arahan disampaikan Muqed kepada perwakilan Koalisi Haji Umrah.
Salah satunya, ia menekankan bahwa sampai saat ini umrah untuk jamaah Indonesia masih belum dibuka. “Menunggu hasil diskusi melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama masing-masing,” ujar Sekretaris Jenderal Afiliasi Mandiri Penyelenggara Umrah dan Haji (AMPUH) Wawan Suhada kepada Republika, kemarin.
Menurut Wawan, Kedubes Arab Saudi berharap pihak asosiasi dapat mengajukan daftar penyedia PCR di Indonesia. Hal ini untuk selanjutnya dilakukan pengecekan kualitas dan verifikasi keabsahan laboratorium oleh Kedubes Saudi. Tujuannya untuk memastikan agar hasil PCR tersebut valid dan tidak disalahgunakan.
“Karena hasil PCR sangat berimbas besar kepada penyelenggaraan ibadah umrah dari sebuah negara. Misal, jika ditemukan hasil PCR yang tidak sesuai atau manipulasi hasil PCR, tidak menutup kemungkinan pengiriman jamaah dari negara tersebut akan ditutup,” kata Wawan.
Saat umrah dibuka perdana pada masa pandemi, November 2020 lalu, jamaah Indonesia sempat kedapatan berangkat dalam keadaan positif Covid-19. Hal itu terjadi meski pemeriksaan disebut sudah dilakukan di bandara pemberangkatan di Indonesia.
Pada 11 November 2020, Kementerian Agama (Kemenag) melansir sebanyak 13 jamaah Indonesia terkonfirmasi positif Covid-19 saat menjalani tes swab ulang di Arab Saudi. Para jamaah yang sudah mengantongi dokumen negatif Covid-19 di Tanah Air itu berasal dari dua kelompok terbang (kloter) perdana.
Secara total, hingga umrah ditutup kembali pada Februari 2021, sebanyak 125 jamaah umrah Indonesia kedapatan positif di Saudi meski sudah mengantongi dokumen negatif Covid-19 di Tanah Air. Para jamaah itu harus menjalani karantina sebelum menjalani umrah. Selain itu, ada sebagian yang tertahan di Saudi saat jamaah lain sudah kembali ke Tanah Air.
Sebelum pemberangkatan dari bandara di Indonesia, penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) sudah diwajibkan melakukan PCR pada jamaah. Namun, di bandara, puluhan jamaah juga terdeteksi positif Covid-19 dan harus diisolasi sebelum diberangkatkan ke Saudi.
Selain soal PCR, menurut Wawan Suhada, saat ini Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi sedang berupaya untuk mengintegrasikan aplikasi PeduliLindungi dan aplikasi Tawakkalna, yang bertujuan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
“Permasalahan sinkronisasi data melalui aplikasi Tawakalna dan Peduli Lindungi masih dalam tahap finalisasi melalui berbagai workshop yang dilakukan kedua belah pihak,” ujarnya.
Ketua Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi yang juga mengikuti pertemuan itu mengatakan, sedianya pihak Saudi sangat berharap penerbangan dari Indonesia bisa segera terlaksana. Untuk itulah, pihak kedubes menunggu pengajuan prosedur operasional standar (POS) pemberangkatan jamaah umrah melalui asosiasi agar dapat ditelaah dan dievaluasi kemungkinan pelaksanaan di lapangan.
Sejauh ini pihak Saudi juga masih bergeming soal penggunaan empat jenis vaksinasi Covid-19, yakni Pfizer, Moderna, Astrazeneca, dan Jhonson & Jhonson. "Sedangkan untuk Sinovac dan Sinopharm wajib booster satu kali menggunakan empat vaksin yang diakui Saudi tersebut," katanya.
Standardisasi
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Nur Arifin membenarkan, persoalan PCR tersebut jadi salah satu kekhawatiran Saudi. Ia mengatakan, pihaknya akan mengantisipasi kasus kebobolan seperti pada November 2020-Februari 2021.
“Kemenag telah mengadakan FGD dengan delapan asosiasi PPIU/PIHK dan menyepakati bahwa rencana pelaksanaan umrah di tahap awal pada era pandemi saat ini dilakukan dengan satu pintu,” ujarnya kepada Republika, kemarin.
Tujuannya, dia menyebut, untuk membangun kepercayaan kepada Arab Saudi dan dunia bahwa Indonesia bisa bertanggung jawab mengirimkan jamaah yang sehat serta negatif Covid-19.
Menurut Nur Arifin, skema yang akan dilakukan adalah standardisasi pemeriksaan sertifikat vaksin dan PCR oleh Kementerian Kesehatan di Asrama Haji Pondok Gede. Hal itu untuk memastikan bahwa sertifikat vaksin dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan PCR sesuai standar dari Kemenkes.
Pihak Kementerian Agama juga menyatakan sudah ada pertukaran informasi dengan otoritas Arab Saudi terkait protokol kesehatan umrah pada masa pandemi. Jika sudah selesai semua persiapan teknisnya, jamaah siap diberangkatkan. "Sudah-sudah (ada pertukaran informasi tentang seperti apa prokes di Indonesia maupun di Arab Saudi)," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief kepada Republika.
Menurut dia, sudah dua pekan masing-masing otoritas dari Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi berdiskusi mematangkan teknis umrah pada masa pandemi. Untuk itu, perlu dukungan semua pihak agar prosesnya berjalan lancar.
Hilman mengatakan, Kementerian Agama selalu menerima perkembangan dari hasil diskusi tim Kemenkes yang sedang berdiskusi dengan otoritas Arab Saudi. Jika sudah selesai hasilnya, akan segera diumumkan ke publik. "Kami selalu di-update oleh teman-teman di Kemenkes. Insya Allah dalam waktu dekat juga akan diumumkan ke publik," katanya.
Prof Hilman mengatakan, masalah kepastian berangkat memang tidak ada yang tahu. Semua itu kehendak Allah SWT yang kuasa atas segala sesuatu di dunia, termasuk aktivitas umrah. "Hanya Allah yang tahu, kita berusaha saja," ujar Hilman.
Ia menegaskan, secara teknis pembukaan kembali umrah untuk jamaah Indonesia menjadi kebijakan Arab Saudi. Pemerintah Indonesia sudah berusaha mempersiapkan segala sesuatunya dan tinggal disepakati. "Karena memang kuncinya buka dari kita, tapi dari kedua belah pihak sepakat. Kalau tetangga (Malaysia) berangkat, kita pun segera," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.