Petugas membersihkan pajangan diorama di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta, Rabu (27/10/2021). Museum dengan koleksi foto dan benda-benda bersejarah dalam pergerakan nasional tersebut berbenah menyambut peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober | ANTARA FOTO/ Reno Esnir

Opini

Semangat Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda yang diikrarkan itu merupakan embrio keindonesiaan dan kebangsaan kita.

YAQUT CHOLIL QOUMAS, Menteri Agama

Ketika putra-putri Indonesia mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, serasa bangsa ini mendapat berkah semangat juang melimpah. Saat itu, bangsa Indonesia masih dan terus berjuang mengusir penjajah dengan kemampuan serbaterbatas.

Meski tak tahu kapan negeri ini terbebas dari Belanda, pemuda tak putus harapan melakukan sesuatu agar kemerdekaan tercapai. Pemuda dari berbagai suku, agama, dan golongan berkumpul demi masa depan Indonesia yang tak pernah mereka nikmati.

Sumpah Pemuda merupakan hasil Kongres Pemuda II yang digagas Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), juga dihadiri organisasi kepemudaan, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-lain.

Dalam forum itu, tercetus tekad yang—dapat dikatakan—peta jalan menuju kemerdekaan. Mereka bersumpah dan mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

 
Pemuda dari berbagai suku, agama, dan golongan berkumpul demi masa depan Indonesia yang tak pernah mereka nikmati.
 
 

Suatu tekad yang mustahil dirumuskan jika para pemuda berpikir mau menang sendiri. Sumpah itu juga nyaris tak mungkin disepakati bila mereka tidak berpikir progresif dan imajinatif. Mereka berpikir maju melebihi zamannya meski secara fisik terkungkung penjajah.

Sumpah Pemuda yang diikrarkan itu merupakan embrio keindonesiaan dan kebangsaan kita. Ikrar ini menyadarkan betapa pentingnya keindonesiaan dan kebangsaan, mengalahkan berbagai kepentingan primordial lainnya.

Sudah terbukti dalam sejarah, pemuda membuat banyak perubahan bagi bangsa ini. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Sukarno-Hatta dengan dukungan para pemuda. Demikian pula, Reformasi 1998 bisa terjadi karena peran besar mahasiswa.

Aktualisasi pada era milenial

Setelah 93 tahun berlalu, semangat Sumpah Pemuda tetap relevan dalam kehidupan kaum muda milenial saat ini. Sumpah Pemuda memuat semangat pentingnya mencintai Indonesia karena mereka lahir, tumbuh, bahkan mungkin nanti dikubur di bumi Indonesia.

Kaum muda milenial perlu meneladan semangat pemuda tempo dulu yang sukses membawa virus perubahan dan berpikir progresif melampaui zamannya. Mereka melawan penjajah dengan kecerdikan dan akal sehat.

 
Sudah terbukti dalam sejarah, pemuda membuat banyak perubahan bagi bangsa ini.
 
 

Mereka menjadi trend setter dan meninggalkan legasi untuk pemuda lainnya. Pemuda milenial memang tak merasakan kerasnya perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi mereka juga mengalami tantangan kebangsaan yang tidak kalah kerasnya.  

Mereka kini berada pada era Revolusi Industri 4.0 atau bahkan lebih maju lagi. Semua sektor kehidupan terdampak dan bergolak akibat perubahan sangat cepat ini. Terjadi perubahan besar dan mendalam di berbagai bidang kehidupan.

Teknologi informasi dan komunikasi menjadi penyokong utama perubahan tersebut. Disrupsi. Mereka hidup pada era dunia yang gonjang-ganjing, ketidakpastian, kompleks, ambiguitas. Kecepatan dan serbainstan juga menjadi ciri lainnya.

Ekonominya kapitalis. Politiknya liberal. Budayanya populis yang mengandalkan like, subscribe, follower, dan viralitas. Tantangan hidupnya tidak lebih ringan daripada zaman kolonial. Pada era ini, pemuda harus kreatif, inovatif, progresif, dan imajinatif.

Mereka harus bersumpah bahwa inovasi dan kreativitas merupakan satu-satunya cara mempertahankan tumpah darah Indonesia. Tanpa inovasi dan kreativitas, mereka akan dijajah bangsa lain yang memenuhi pasar Indonesia dengan produk-produknya.

 
Ekonominya kapitalis. Politiknya liberal. Budayanya populis yang mengandalkan like, subscribe, follower, dan viralitas. Tantangan hidupnya tidak lebih ringan daripada zaman kolonial. 
 
 

Para pemuda harus bersumpah menguasai iptek agar mampu memajukan bangsa. Kemampuan membangun komunikasi menyejukkan, menjalin jaringan luas, serta bekerja sama dengan banyak pihak merupakan aktualisasi menjunjung bahasa persatuan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sudah benar adanya. Maknanya bukan sekadar mampu berbahasa Indonesia, melainkan harus substantif. Berbahasa yang menyatukan dan menyejukkan, membuat lawan bicara respek kepada orang yang diajak bicara.

Pada era yang disebut juga era hilangnya kepakaran, membuat kalangan muda mengakses info keagamaan yang tidak otoritatif dan condong ke arah ekstrem.

Cendekiawan Muslim asal Turki, Said Nursi, mengatakan, pikiran harus diterangi ilmu pengetahuan, hati perlu diterangi agama. Ketika keduanya digabungkan, kebenaran terungkap, tetapi saat dipisahkan, ada fanatisme pada yang pertama dan keraguan pada yang terakhir.

Di sini signifikansi kampanye penguatan moderasi beragama di kalangan milenial. Tidak hanya secara konvensional, tetapi juga mengoptimalkan ruang-ruang digital yang memang lekat dengan keseharian mereka.

Forum-forum diskusi, lomba, pertunjukan, dan lainnya juga perlu dibuka selebar mungkin agar satu dengan lainnya terbiasa dalam iklim yang dipenuhi keragaman. Tentu, dengan bahasa dan gaya mereka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat