Seorang anak mengisi jeriken dengan air minum di Pengungsian Khan Younis beberapa waktu lalu. | EPA/MOHAMMED SABER

Kisah Mancanegara

Sebanyak 97 Persen Air di Gaza Tercemar

Sebagian besar pedagang air swasta di Gaza menghilangkan garam dari air.

OLEh RIZKY JARAMAYA

Gaza telah mengalami krisis air bersih. Sebagian besar warga Gaza harus membeli air minum dari pemasok swasta karena air keran biasanya terlalu asin untuk diminum.

Sumber air yang tercemar di Jalur Gaza juga berdampak serius pada kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak. Mereka menghadapi risiko penyakit yang ditularkan melalui air.

Falesteen Abdelkarim (36 tahun) dari kamp pengungsi Al-Shati, mengatakan, air di daerahnya tidak bisa diminum. “Rasanya seperti berasal dari laut. Kami tidak bisa menggunakannya untuk minum, memasak, atau bahkan mandi,” kata Abdelkarim, dilansir Aljazirah, Rabu (13/10).

Abdelkarim mengatakan, warga memiliki akses untuk menggunakan air keran hanya tiga kali seminggu. Bahkan terkadang air itu bercampur dengan limbah karena infrastruktur yang rusak di kamp-kamp pengungsi.

Sebagian besar pedagang air swasta di Gaza menghilangkan garam dari air lalu menjualnya kepada orang-orang di wilayah tersebut. Harga untuk 1.000 liter air biasanya rata-rata adalah 30 shekel atau tujuh dolar AS.

Muhammad Saleem (40 tahun) yang tinggal di lingkungan Al-Sheikh Redwan di Gaza utara mengatakan, upaya dia untuk menanami kebun di rumahnya gagal. Air yang tercemar membuat tanamannya menjadi kering dan mati.

“Semua tanaman saya mengering dan mati karena salinitas air yang tinggi dan klorida yang tinggi,” ujar Saleem. “Jika tanaman mati karena air ini, bagaimana dengan tubuh manusia?" ujarnya.

photo
Seorang perempuan Palestina memandikan anaknya di Pengungsian Khan Younis beberapa waktu lalu. - (AP Photo/Hatem Moussa)

Organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan krisis air bersih yang semakin memburuk di Jalur Gaza. Pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Senin (11/10) lalu, Global Institute for Water, Environment and Health and the Euro-Mediterranean Human Rights Monitor mengatakan, air di Gaza tidak dapat diminum. Menurut lembaga ini, air secara perlahan telah meracuni warga.

"Blokade Israel telah menyebabkan kerusakan serius keamanan air di Gaza, dan membuat 97 persen air terkontaminasi. Penduduk dipaksa untuk menyaksikan anak-anak dan orang yang mereka cintai mengalami keracunan," ujar pernyataan bersama sejumlah organisasi hak asasi manusia.

Seorang ahli air yang berbasis di Gaza, Ramzy Ahel, mengatakan, pembicaraan tentang krisis air dimulai pada 2012. Saat itu, PBB mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Gaza akan menjadi tempat yang tidak layak huni pada 2020. Sembilan tahun kemudian, angka dan statistik menunjukkan fakta mengerikan tentang situasi air di Jalur Gaza.

Ahel setuju bahwa situasi putus asa diperkuat oleh pengepungan Gaza selama 14 tahun oleh Israel. Blokade yang melumpuhkan di Gaza semakin memperburuk masalah. “Satu-satunya pabrik desalinasi juga rusak selama serangan di Gaza (pada Mei)," kata Ahel.

Ahel menuduh Israel membuang air limbah ke Gaza dan memutus arus listrik yang berkelanjutan. Pabrik desalinasi dan pengolahan limbah membutuhkan arus listrik yang konstan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat salinitas dan nitrat di air tanah Gaza telah berada di atas ambang batas aman. Sekitar 50 persen anak-anak Gaza menderita infeksi yang berhubungan dengan air. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat