Internasional
WHO Sahkan Vaksin Malaria Pertama
WHO mengatakan, vaksin malaria ini harus diberikan kepada anak di seluruh Afrika.
LONDON – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengesahkan vaksin malaria pertama di dunia, Rabu (6/10). WHO mengatakan, vaksin tersebut harus diberikan kepada anak di seluruh Afrika dengan harapan mendorong upaya menekan penyebaran penyakit parasit.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut disahkannya vaksin malaria ini sebagai “momen bersejarah”. Setelah ia bertemu dengan dua kelompok penasihat WHO yang merekomendasikan langkah tersebut.
"Rekomendasi ini memberikan secercah harapan untuk benua yang menanggung beban paling berat atas penyakit dan kami berharap semakin banyak anak Afrika yang terlindungi dari malaria dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat," kata Direktur WHO Afrika Dr Matshidiso Moeti, Kamis (7/10).
WHO mengatakan, keputusan ini berdasarkan hasil penelitian yang masih dilakukan di Ghana, Kenya, dan Malawi. Penelitian ini melacak lebih dari 800 ribu anak yang sudah menerima vaksin malaria ini sejak 2019.
Vaksin yang dinamakan Mosquirix itu dikembangkan GlaxoSmithKline pada 1987. Meskipun sudah disahkan, vaksin ini masih memiliki banyak kendala, efektivitas vaksin hanya memiliki 30 persen, perlu empat kali dosis dan perlindungannya akan memudar dalam beberapa bulan.
Namun, para ilmuwan mengatakan vaksin itu bisa berdampak besar terhadap malaria di Afrika. Wilayah itu sudah menjadi rumah bagi sebagian besar dari 200 juta kasus di dunia dan 400 ribu kematian per tahun akibat malaria.
"Ini adalah langkah maju yang besar. Ini adalah vaksin yang tidak sempurna, tetapi akan menghentikan ratusan ribu anak dari kematian," kata Direktur Cambridge Institute for Medical Research, Julian Rayner. Ia tak terlibat dalam proyek WHO ini.
Rayner mengatakan, dampak vaksin terhadap penyebaran penyakit yang ditularkan melalui nyamuk itu masih belum diketahui. Namun, pengembangan vaksin virus korona dapat menjadi contoh kuat.
"Dua tahun terakhir memberi kita pemahaman betapa pentingnya vaksin dalam upaya menyelamatkan nyawa dan mengurangi angka rawat inap, bahkan bila tidak mengurangi penularan secara langsung," katanya.
Kepala kelompok WHO yang merekomendasikan agar vaksin malaria disahkan, Dr Alejandro Cravioto mengatakan, merancang vaksin untuk melindungi manusia dari malaria sangat sulit. Alasannya, penyakit parasit itu menyebar melalui nyamuk.
"Kami menghadapi organisme yang sangat rumit. Kami belum mencapai vaksin dengan keampuhan yang tinggi, tapi apa yang kami miliki sekarang adalah vaksin yang dapat digunakan dan aman," katanya.
WHO mengatakan, efek samping dari vaksin ini jarang ditemukan. Namun, terkadang dapat menyebabkan demam yang memicu kejang-kejang.
Ketua penyakit menular di Imperial College London, Azra Ghani, mengatakan, dia dan rekannya memperkirakan pemberian vaksin malaria kepada anak-anak di Afrika dapat menghasilkan pengurangan 30 persen secara keseluruhan. Jumlah itu akan menurunkan hingga kurang lebih 8 juta kasus dan 40 ribu kematian per tahun.
"Untuk orang yang tidak tinggal di negara malaria, pengurangan 30 persen mungkin tidak terdengar banyak. Tapi, bagi masyarakat yang tinggal di daerah itu, malaria menjadi salah satu perhatian utama mereka," kata Ghani.
Upaya untuk memproduksi vaksin malaria generasi kedua mungkin didorong oleh teknologi mRNA yang digunakan untuk membuat dua vaksin Covid-19 yang paling sukses, yaitu dari Pfizer-Biontech dan Moderna. "Kami telah melihat tingkat antibodi yang jauh lebih tinggi dari vaksin mRNA, dan mereka juga dapat diadaptasi dengan sangat cepat," kata Ghani.
Biontech baru-baru ini mengatakan akan mulai meneliti kemungkinan vaksin malaria. "Tidak mungkin untuk mengatakan bagaimana hal itu dapat memengaruhi vaksin malaria, tetapi kami jelas membutuhkan opsi baru untuk melawannya," ujar Ghani.
Direktur WHO Afrika, Dr Matshidiso Moeti, menyambut baik keputusan tersebut. Keputusan itu adalah harapan baru anak-anak Afrika agar dapat tumbuh dengan sehat dan selamat.
"Rekomendasi hari ini menawarkan secercah harapan bagi benua yang memikul beban penyakit terberat dan kami berharap lebih banyak anak Afrika dilindungi dari malaria dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat,'' kata Moeti.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.