Kitab
Referensi Komplet Studi Islam
Buku ini dapat menjadi referensi komplet khususnya bagi akademisi Studi Islam.
OLEH HASANUL RIZQA
Islamic Studies menjadi sebuah jurusan yang berkembang pesat di ranah perguruan tinggi. Tidak hanya di Indonesia, banyak kampus di luar negeri yang menawarkan kajian tersebut. Di antara sebabnya ialah besarnya peminat dari tahun ke tahun.
Hal itu didasarkan pula pada fakta, Islam merupakan agama dengan perkembangan terpesat di level global dalam beberapa tahun terakhir. Riset yang dirilis Pew Research Center pada 2017 lalu dapat menjadi rujukan.
Lembaga yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) itu mengungkapkan, populasi dunia diproyeksi tumbuh sebesar 32 persen dalam beberapa dekade mendatang. Pada saat yang sama, jumlah Muslimin di seluruh dunia diperkirakan meningkat sebesar 70 persen, yakni dari 1,8 miliar jiwa pada 2015 menjadi hampir 3 miliar jiwa pada 2060.
Mereka yang berkecimpung dalam dunia Islamic Studies agaknya perlu memiliki referensi yang lengkap dan menampilkan berbagai informasi terkini. Di antara banyak literatur yang ada, terbitan Springer ini dapat menjadi opsi utama. Judulnya, Handbook of Contemporary Islam and Muslim Lives.
Buku yang diluncurkan pada tahun 2021 ini terbilang sangat tebal, yakni total 1.314 halaman. Versi cetaknya terdiri atas dua jilid. Adapun versi softfile tampil dalam format dokumen portabel (pdf). Menurut laman Springer, harga edisi cetaknya mencapai 400 euro (sekira Rp 6,6 juta).
Jilid pertama dari buku petunjuk (handbook) ini terdiri atas bab-bab tentang selayang pandang Islam serta perkembangan komunitas Muslim kontemporer. Umat Islam yang dibahas ialah mereka yang menghuni kawasan Eropa, Timur Tengah dan Afrika Utara, Sub-Sahara Afrika, serta Asia.
Jilid kedua handbook tersebut mengulas topik-topik yang beraneka, seperti “Umat Islam dan Kehidupan Kekinian”; “Umat Islam, Kekerabatan, dan Gender”; “Umat Islam, Politik, dan Ekstremisme”; serta “Pergerakan Muslim Transnasional.” Buku ini ditutup dengan indeks sehingga pembaca dapat dengan mudah menemukan apa-apa yang hendak dicarinya.
Sebagai sebuah buku rujukan, Handbook of Contemporary Islam and Muslim Lives memuat penjelasan yang bernas dan mendalam mengenai hal utama yang dibahasnya: Islam. Pembahasan tentang agama ini disajikan dengan runtut. Mulai dari definisi serta sejarah awal mulanya syiar Islam hingga gambaran sekilas tentang kondisi kaum Muslimin kini secara global.
Telaah atas perkembangan dakwah dimulai dengan pembicaraan tentang Nabi Muhammad SAW.
Telaah atas perkembangan dakwah dimulai dengan pembicaraan tentang Nabi Muhammad SAW. Dalam 10 halaman pertama, sejarah Islam dibahas secara ringkas dan padat. Bagian awal dari bab pertama ini ditutup dengan tulisan dari Prof Aaron W Hughes, seorang akademisi Kanada, mengenai perjumpaan antara Islam dan modernisme.
Penulis Theorizing Islam (2012) itu menuturkan, ekspedisi yang dilakukan Napoleon Bonaparte ke Mesir dan Suriah pada 1798-1801 dapat dikatakan membuka hubungan yang rumit sekaligus timpang antara Islam dan Barat.
“Invasi Napoleon tidak hanya membuka kawasan itu (Timur Tengah) terhadap teknologi Barat, tetapi juga memperkenalkan dunia Islam pada berbagai gagasan Barat, seperti liberalisme dan nasionalisme. Beberapa bahkan mengeklaim, tahun 1797 adalah tonggak awal (dimulainya) Timur Tengah modern,” tulisnya.
Memang, kata Hughes, tidak bisa kita menyamakan Timur Tengah atau dunia Arab dengan umat Islam seluruhnya. Bagaimanapun, operasi militer-sipil yang dijalankan penakluk Prancis itu mengawali masuknya gagasan tentang dunia modern—yang diproduksi Eropa—ke tengah kaum Muslimin.
Selanjutnya, kemodernan (modernity) menjadi suatu daya yang terhadapnya umat Islam di seluruh dunia melakukan salah satu dari dua respons: menyerap atau menolak sama sekali.
Di tangan para pengusung modernisme Islam, opsi yang diambil ialah menyerap. Akan tetapi, penyerapan itu tidak bermaksud membebek buta kultur, tradisi, dan pencapaian bangsa-bangsa (non-Muslim) Eropa.
Yang dilakukannya ialah mengambil gagasan dan semangat kemajuan Barat. Untuk selanjutnya, hal itu dipergunakan untuk memajukan umat. Islam pun dapat terus hidup, tumbuh dan berkembang di tengah zaman modern.
Tantangan zaman
Derap sejarah Islam yang coba dipotret buku ini cukup luas. Namun, konsen utamanya tidak hanya pada tema-tema histori. Bagi para pelajar Islamic Studies yang tertarik pada isu-isu kekinian, handbook tersebut tetap bisa menjadi pegangan.
Pasalnya, ada banyak topik sosial, budaya dan politik kontemporer yang diulas para akademisi penyumbang tulisan di dalamnya. Semua subjek pembahasan itu mengerucut pada fokus yang sama: tantangan zaman kini bagi Islam dan dunia.
Sebagai contoh, topik Islamofobia, yang dibahas Muhammad Yaseen Gada. Dosen Islamic Studies dari Degree College Kashmir, India, itu mengawali uraiannya dari segi kesejarahan.
Menurut dia, tonggak awal Islamofobia ialah seruan seorang pemimpin Katolik yang mengobarkan Perang Salib pada 1095. Sejak akhir abad ke-11 itulah, Islam dipandang sebagai musuh yang “universal, fundamental, dan normatif".
Tonggak awal Islamofobia ialah seruan seorang pemimpin Katolik yang mengobarkan Perang Salib pada 1095.
“Muslim dijadikan sebagai musuh. Paus Urban II menemukan dan menggunakan berbagai alat simbolis dan religius untuk memfitnah Islam dan Muslim, yakni ketika dia berbicara tentang Muslimin sebagai ras yang jahat atau asing (alien) yang menduduki tanah suci mereka (Baitul Makdis). Wacana yang sama bahkan terus bertahan hingga zaman sekarang,” tulis Gada.
Bukan tanpa alasan akademisi ini berkata begitu. Peristiwa 9/11 merupakan pemantik untuk kembali membawa nuansa Perang Salib ke abad kini. Sesudah serangan terorisme itu, tanggal 11 September 2001, Presiden AS George W Bush sempat membuat deklarasi semacam Perang Salib kedua. Meskipun sasarannya ialah kelompok teroris, ujaran Bush itu tetap saja mengawali sentimen Islamofobia yang mengglobal.
Di antara rentang zaman yang begitu jauh antara Paus Urban II dan Bush, terdapat subjek lain yang turut mendorong Islamofobia. Itulah kalangan orientalis. Menurut Gada, wacana yang disebarluaskan kaum orientalis mulai mengemuka sejak abad ke-19 dan 20. Lantaran mereka memosisikan diri sebagai orang-orang akademisi, Islamofobia pun seperti menemukan basis atau pembenaran “ilmiah.”
“Ini dengan jitunya memberikan corong dan posisi ‘intelektual’ bagi para pakar dan pseudoscholars dalam mengoperasikan perang kebencian yang hebat dan ganas, sekaligus kuat terhadap dunia Muslim,” terang Gada.
Hingga detik ini, Islamofobia masih menjadi tantangan yang merepotkan, terutama bagi mereka yang tinggal di negara-negara minoritas Muslim. Bahkan, kita tidak bisa menutup mata terhadap munculnya fenomena yang sama di negara-negara mayoritas Muslim. Tanda-tandanya bisa dideteksi. Misalnya, kian banyak suara yang mengolok-olok Islam, baik secara terbuka maupun tersirat. Sebuah ironi, sesungguhnya.
Pada akhirnya, para akademisi Islamic Studies diharapkan dapat memberikan respons yang relevan dan kontekstual untuk menjawab pelbagai tantangan zaman. Terlebih lagi, para sarjana yang memang beragama Islam. Sudah sepantasnya kaum Muslim membela sesamanya dengan adil dan benar. Sudah selayaknya mereka menjadi “juru bicara” ajaran Islam kepada dunia.
Handbook of Contemporary Islam and Muslim Lives menawarkan konstruksi yang menyeluruh tentang kajian Islam mutakhir. Disusun oleh sejumlah akademisi dari pelbagai kampus ternama dengan reputasi global, buku tersebut menjadi rujukan yang tepercaya.
Tambahan pula, narasi yang dihadirkannya tidak seolah-olah menempatkan Islam sebagai “objek”, sedangkan—katakanlah—Barat sebagai subjeknya. Paradigma khas orientalis demikian kini sudah usang dan berdebu.
Sayangnya, buku tersebut sejauh ini hadir hanya dalam bahasa Inggris. Versi terjemahan bahasa Indonesia, sejauh pengamatan kami, belum ada. Untuk itu, para penerbit dalam negeri mungkin bisa mempertimbangkan untuk urun serta dalam proyek alih bahasa atas kitab yang sangat informatif ini.
DATA BUKU
Judul: Handbook of Contemporary Islam and Muslim Lives (Jilid I dan II)
Editor: Ronald Lukens-Bull dan Mark Woodward
Tahun: 2021
Tebal: 1.314 halaman
Penerbit: Springer
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.