Ekonomi
Rights Issue BRI dan Upaya Create Value
Rights issue ini mencapai Rp 95,9 triliun dan tercatat yang terbesar di Asia Tenggara.
JAKARTA -- Aksi penambahan modal perseroan melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) sebesar 1,53 persen. Nilai transaksi rights issue emiten berkode saham BBRI itu mencapai Rp 95,9 triliun dan tercatat menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
“Rights issue ini dilakukan dengan tujuan untuk pembentukan Holding Ultramikro (UMi) dan telah selesai dilaksanakan, serta sangat memuaskan hasilnya di mana sebanyak 28,2 miliar saham baru yang ditawarkan telah terserap seluruhnya dengan nilai mencapai Rp 95,9 triliun. Bahkan, terjadi oversubscribed 1,53 persen,” kata Direktur Utama BRI Sunarso saat pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Rabu (29/9).
Di kawasan Asia tercatat nilai transaksi rights issue BRI menjadi yang terbesar. Rights issue BRI hanya kalah dari Bank of China dengan nilai mencapai Rp 124,6 triliun dan Reliance sebesar Rp 102 triliun. Aksi rights issue BRI juga masuk tujuh besar di seluruh dunia sejak 2009.
BRI menawarkan 28,213 miliar saham baru Seri B atas nama senilai Rp 50 per saham atau sebanyak-banyaknya 18,62 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) I. Rights issue BRI telah diperdagangkan sejak 11 September 2021 lalu.
Sunarso menyampaikan, selaku korporasi milik negara, BRI bertugas menciptakan nilai (create value) baik, nilai ekonomi, maupun nilai sosial. Untuk itu, ia menambahkan, inisiatif besar melalui rights issue sangat terkait dengan visi besar BRI ingin menjadi the most valuable banking group di Asia Tenggara.
View this post on Instagram
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menilai kesuksesan rights issue BRI ini menjawab keraguan dari para investor, para pengamat, dan terhadap pasar Indonesia secara keseluruhan. Termasuk, keraguan terhadap pemulihan ekonomi di Indonesia.
"Ternyata di Indonesia ini banyak sekali masyarakat yang ekonominya bertumpu dari kegiatan sehari-hari. Kami menyambut baik, kegiatan ini merupakan selebrasi kita semua. Kami di OJK juga tentunya sangat mendukung UMKM ini bisa terus tumbuh," kata Hoesen.
Sementara itu, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, pencapaian ini tak lepas dari upaya dan kerja keras BRI, terutama dalam menjaga kinerja dan fundamental perusahaan. Inarno mengatakan, BRI memiliki kinerja saham yang luar biasa dan selalu masuk konstituen LQ45.
Inarno menyebutkan, saham BRI sejak Februari 2005 hingga sekarang masuk LQ45. BRI juga termasuk perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, serta menjadi saham yang paling aktif ditransaksikan berdasarkan nilai.
"Dengan adanya rights issue ini dan potensi bisnis yang besar karena terdorong holding ultramikro, saham BRI tentu akan bertambah menarik dan meningkatkan optimisme investor untuk terus mengapresiasi saham BBRI," kata Inarno.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, aksi rights issue BRI merupakan bukti Indonesia memiliki pasar yang besar. Ia juga mengatakan, rights issue BRI mencatatkan sejarah baru dalam pasar modal Indonesia dengan jumlah HMETD mencapai 28,2 miliar saham dan nilai transaksi mencapai Rp 95,9 triliun.
"Di kala market sedang turbulence, kita bisa membuat market ini lebih bergairah. Ini membuktikan kita punya market yang sangat besar sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berlangsung," kata Erick.
Erick menilai tidak banyak negara memiliki posisi seperti Indonesia yang mempunyai market besar. Erick berharap hal ini membuka pemikiran pemegang kebijakan publik bahwa market merupakan aset yang mahal, bukan aset sekadar diperdagangkan banyak pihak.
Kementerian BUMN mendorong agar BEI menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, ia juga mendorong korporasi BUMN untuk go public sehingga bisa menopang bursa. "Karena itu, kita tidak segan-segan di 88 proyek strategis nasional yang sudah didukung Bapak Presiden, kita mendorong korporasi BUMN untuk go public," ujar Erick.
Erick menilai tidak banyak negara memiliki posisi seperti Indonesia yang mempunyai market besar. Erick berharap hal ini membuka pemikiran pemegang kebijakan publik bahwa market merupakan aset yang mahal, bukan aset yang sekadar diperdagangkan banyak pihak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.