Fikih Muslimah
Hukum Mengupayakan Busana Muslimah di Lingkup Sosial
Bagaimana hukum mengusahakan berbusana Muslimah di lingkup dan fakta sosial di Indonesia?
OLEH IMAS DAMAYANTI
Jilbab (berbusana Muslimah) di Indonesia sama sekali tidak bertentangan dengan Pancasila maupun Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Lantas bagaimana hukumnya mengusahakan berbusana Muslimah di lingkup dan fakta sosial di Indonesia?
Teks-teks kenegaraan bahkan menjamin kelangsungan berbusana Muslimah bagi wanita-wanita Islam. Di antaranya, dalam TAP MPR RI Nomor 2 Tahun 1978 tentang P4. Dalam TAP MPR itu disebutkan tentang kepercaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Dari teks negara tersebut, jelas ditegaskan bahwa siapapun yang melarang ataupun menghalang-halangi seorang Muslimah untuk mengenakan jilbab, maka sejatinya dia telah melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, sebab telah dijamin dalam hukum Indonesia, maka lingkup sosial di Indonesia pun berhak menjalani amanat dari teks-teks hukum tersebut. Misalnya, peraturan-peraturan sekolah juga harus menjamin siswi/mahasiswi Islam untuk berbusana Muslimah, begitupun karyawati yang hendak mengenakan pakaian Muslimah.
Sesungguhnya, jilbab tidak sama sekali menghambat kinerja seorang wanita Muslimah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Metode untuk mengusahakan berbusana Muslimah di lingkup sosial dapat merujuk dalil yang tertuang dalam Surah al-Maidah ayat 2, Allah berfirman, “Wa ta’awanu alal-birri wattaqwa wa laa ta’awanuu alal-itsmi wal-udwan.” Yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Metode ini dapat dilaksanakan apabila ada kerja sama antarindividu rumah tangga dan juga masyarakat, mulai dari kesadaran pribadi, rumah tangga, dan masyarakat. Adapun yang bertanggung jawab dalam hal ini pun meliputi pimpinan masyarakat, para pendidik, media massa, para perancang mode, legislator, hingga aparat penegak hukum.
Pelaksanaan dalam memasyarakatkan busana Muslimah ini adalah tanggung jawab bersama. Baik individu maupun masyarakat.
Adapun pelaksanaan dalam memasyarakatkan busana Muslimah ini adalah tanggung jawab bersama. Baik individu maupun masyarakat. Sebab, kelak kesemuanya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Kullukum ra’in wa kullukum mas-ulun an ra’iyatihi.” “Masing-masing dari kalian adalah sebagai pemimpin, dan setiap kalian dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.”
Menurut hukum dan moral, pimpinan masyarakat bertanggung jawab tentang pelaksanaan ibadah, keamanan, dan kesejahteraan anggotanya. Oleh karena itu, pimpinan masyarakat perlu menyadarkan, mengajarkan, dan menggalakkan wanita Islam untuk berbusana Muslimah.
Para pendidik pun juga harus mengajarkan cara berbusana Muslimah kepada peserta didiknya. Media massa dalam hal ini juga diharuskan memberikan peranan dalam menggalakkan umat untuk berbusana Muslimah, misalnya dengan menerbitkan buku-buku ataupun menuliskan artikel-artikel yang menyiarkan berbagai macam dorongan untuk menimbulkan kesadaran berbusana Muslimah pada umat Islam.
Dalam hal mode, Prof Huzaemah juga menyinggung pentingnya peran para perancang mode. Keharusan perancang mode dalam menciptakan berbagai macam busana Muslimah, sehingga diharapkan muncul ketertarikan untuk berbusana Islam bagi Muslimah Indonesia. Sedangkan, anggota legislatif diharuskan untuk membuat undang undang maupun peraturan turunan dari amanah teks negara sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Yakni peraturan yang menjamin, melindungi, dan juga mendukung para Muslimah untuk berbusana Islam di manapun, kapan pun, dan dalam aktivitas apa pun. Apabila terjadi pelanggaran yang menimpa Muslimah yang mencoba menjalankan ibadahnya dengan mengenakan busana Islam, maka aparat penegak hukum wajib memberikan sanksi terhadap oknum yang melakukan pelanggaran tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.