Kabar Utama
Tersangka Kebakaran Lapas Tangerang Masih Nihil
Kemenkumham sebut banyak modus napi masukkan HP dalam lapas.
JAKARTA -- Polda Metro Jaya terus mengusut kasus kebakaran lembaga pemasyarakatan (Lapas) kelas I Tangerang, Banten yang telah menewaskan 46 narapidana. Meski kasus tersebut sudah naik ke tingkat penyidikan, tapi polisi belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, sampai saat ini penyidikan masih berlangsung. "Nanti hasil ini akan kita sampaikan, termasuk saat sudah lengkap semuanya, baru akan kita gelar perkara lagi untuk menentukan siapa yang tersangka di sini, siapa yang alpa atau lalai sesuai di Pasal 188 KUHP juncto Pasal 359 KUHP kelalaiannya," kata dia kepada awak media, Senin (13/9).
Yusri mengatakan, hari ini, penyidik bakal memeriksa Kepala Lapas (Kalapas) Kelas 1 Tangerang, Victor Teguh Prihartono di Polda Metro Jaya. "Kita sudah kirim surat dan kita rencanakan besok (hari ini), Selasa (14/9) jam 10.00 WIB untuk kita lakukan pemeriksaan," ujar dia.
Yusri mengatakan, pada Senin (13/8), penyidik Polda Metro Jaya juga telah memeriksa 25 saksi. Tujuh orang di antaranya merupakan narapidana yang mengetahui peristiwa kebakaran di Blok C2 lapas tersebut.
"Hari ini ada 20 yang dilakukan pemeriksaan, tetapi ada tambahan sedikit dari warga binaan sehingga total semuanya hari ini kita lakukan pemeriksaan sekitar 25 di dua tempat," ujar Yusri.
Pemeriksaannya dilakukan di dua tempat, yaitu di Polda Metro Jaya dan Polres Metro Kota Tangerang. Pemeriksaan juga menyasar ke beberapa stokeholder, mulai dari narapidana sampai dengan petugas di Lapas Kelas I Tangerang. "Di Polda ada 12 orang yang diperiksa, yaitu pegawai lapas yang bertugas pada malam itu, kita periksa dan BAP, kemudian ada tiga saksi dari PLN," kata Yusri.
Yusri merinci, untuk saksi yang diperiksa di Polres Metro Kota Tangerang terdiri dari tiga petugas pemadam kebakaran yang memadamkan api saat kejadian. Kemudian, narapidana dari blok C2 yang mengetahui dan mengalami luka ringan.
Sebanyak 46 orang narapidana tewas dalam kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang pada Rabu (8/9). Polisi kemudian menaikan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan dengan temuan tindak pidana dalam Pasal 187 dan 188 KUHP terkait Kesengajaan serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menemukan adanya pelanggaran karena masuknya telepon genggam dalam lapas tersebut. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menjelaskan, masuknya hand phone dalam lapas menyebabkan adanya pihak yang mengutak-atik instalasi kelistrikan untuk mengisi daya.
"Ada main HP katanya, HP itu masuk ke dalam ruang-ruang (tahanan) itu. Jadi colokan rebutan atau jadi diimprovisasi listriknya, ya jadi potensial kebakaran dengan arus listrik," ujar Anam dalam sebuah diskusi daring, Ahad (12/9).
Menanggapi itu, Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Rika Apriyanti mengaku penggunaan telepon seluler itu jelas melanggar aturan. Ia memastikan petugas maupun napi yang ketahuan akan ditindak.
"Penggunaan hand phone itu jelas salah dan menyalahi aturan. Artinya, bila diketahui penggunaan hand phone pasti ditindak, baik itu warga binaan maupun petugas yang terlibat," kata Rika Apriyanti saat dihubungi Republika, Senin (13/9).
Menurut dia, hal tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi Kemenkumham. Banyak sekali modus-modus masuknya barang terlarang ke dalam Lapas. "Banyaknya modus-modus masuknya barang-barang teralarang ke dalam Lapas seperti hand phone dan narkoba. Ini menjadi tantangan kami, kami memiliki strategi untuk mencegah masuknya barang-barang tersebut," kata dia.
Identifikasi
Kabagpenum Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, tim Disaster Victim Investigation (DVI) kembali mengidentifikasi delapan jenazah korban kebakaran Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten, pada Senin (13/9). Maka total yang sudah diidentifikasi sampai dengan saat ini ada 18 orang dari 41 orang yang terbakar.
"Jumlah total yang sudah teridentifikasi sampai dengan Senin (13/9) sejumlah 18 orang dan jumlah korban yang belum teridentifikasi sebanyak 23 orang," ujar Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di RS Polri, Jakarta Timur, Senin (15/9).
Ramadhan menjelaskan dari delapan orang tersebut, salah satunya merupakan warga negara asing (WNA) asal Portugal. Sisanya, merupakan warga negara Indonesia. Ramadhan merinci, delapan orang tersebut masing-masing bernama Anton bin Idall (35) alamat Kampung Kresek, Rawa Burung, Kosambi, Tangerang.
Dia teridentifikasi berdasarkan sidik jari dan medis. Lalu, Lim Angie Sugianto bin Go Shong Weng (68) warga Seroja, Piang, Tangerang. Lim Teridentifikasi berdasarkan DNA dan medis.
Lanjut Ahmad Ramadhan, jenazah atas nama Sarim bin Harkam (56) warga Sukamaju, CIkeual, Serang. Lalu, Rezkil Khairi bin Nursin (23) warga Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Lalu, Sumatri J Jayaprana bin Darman (35) warga Matraman, Menteng, Jakarta Pusat. Juga jenazah atas nama I Wayan Tirta Utama bin Nyoman Sami warga Limo, Depok, Jawa Barat.
Terus, Petra Eka bin Sehendar warga Manggarai Selatan, Tebet, Jakarta Selatan dan terakhir Ricardo Ussumane Embalo bin Antonio Embalo (51) asal Proceta Rau, Portugal. "Tim terus bekerja semoga semua jenazah bisa teridentifikasi,” kata Ramadhan.
Sementara itu, Direktur Binapilatkepro Direktur Jenderal Pemasyarakatan pada Kementerian Hukum dan HAM, Turman mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak Kedutaan Besar Portugal terkait pemakaman Ricardo. Pihak keluarga, meminta jenazah Ricardo untuk dikremasi.
Adapun data yang bersangkutan didapat dari Portugal atas nama Antonio Salio Embalo yang merupakan ayah kandungnya. “Jadi sudah kita komunikasikan semua termasuk konsuler bersangkutan,” kata Turman.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.