Internasional
Aturan Ketat Vaksinasi Picu Demonstrasi di Turki
Karyawan sekolah yang tidak divaksinasi diharuskan mengikuti tes PCR dua kali seminggu.
ISTANBUL -- Lebih dari 2.000 orang Turki berdemonstrasi di Istanbul pada Sabtu (11/9). Mereka menentang mandat resmi terkait virus korona, termasuk vaksinasi, tes, dan masker, dalam langkah-langkah baru pemerintah memerangi penyebaran Covid-19.
Dalam protes terbesar di Turki ini, kebanyakan orang menyampaikan protesnya tanpa masker. Mereka juga meneriakkan slogan, memegang plakat dan bendera Turki, dan menyanyikan lagu untuk membela yang mereka klaim sebagai hak-hak individu.
Mereka juga menggemakan demonstrasi antivaksin serupa yang digelar di beberapa negara lain. "Pandemi ini terus berlanjut dengan semakin banyak pembatasan pada kebebasan kita dan tidak ada habisnya," kata Erdem Boz yang ikut turun ke jalan menyampaikan aspirasinya.
"Masker, vaksin, tes PCR semuanya mungkin menjadi wajib. Kami di sini untuk menyuarakan ketidakpuasan kami dengan ini," ujar Boz yang sehari-hari berprofesi sebagai pengembang perangkat lunak.
Para pengunjuk rasa yang ikut serta, tidak diharuskan menunjukkan bukti vaksinasi atau tes negatif. Polisi pun tidak campur tangan dalam aksi tersebut. "Kami menentang semua mandat ini. Saya pikir vaksinnya belum lengkap, dan itu adalah cairan eksperimental," kata Aynur Buyruk Bilen dari Gerakan Perlawanan Plandemik.
Mulai 13 September, Pemerintah Turki mewajibkan bukti vaksinasi atau tes negatif Covid-19 untuk semua pengguna pesawat, bus, dan kereta api antarkota. Vaksinasi juga diperuntukkan bagi mereka yang akan menghadiri acara besar seperti konser atau pertunjukan teater.
Semua karyawan sekolah yang tidak divaksinasi juga diharuskan mengikuti tes PCR dua kali seminggu. Selain itu, penggunaan masker dan penerapan jarak sosial diperlukan di tempat umum.
Saat ini, sekitar 64 persen orang Turki telah menerima dua suntikan vaksin di bawah program nasional yang telah memberikan lebih dari 100 juta suntikan. Namun, sekitar 23 ribu kasus baru juga muncul setiap hari.
Perkembangan ini mendorong Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca memperingatkan tentang pandemi bagi yang tidak divaksinasi. "Vaksin adalah solusi terakhir! Aturan sangat diperlukan," ujar Koca melalui akun Twitter pada Sabtu (11/9).
Aksi unjuk rasa ini ironis dengan sebuah foto sertifikat vaksin era kekaisaran Utsmaniyah tersebar di media sosial dan aplikasi pesan singkat beberapa waktu belakangan. Sertifikat vaksin itu bertuliskan bahasa Arab. Pemerhati sejarah Islam, Ustaz Kasori Mujahid, menjelaskan dalam foto sertifikat vaksin itu terdapat lambang tughrah atau sejenis monogram, cap atau tanda tangan Sultan Utsmaniyah yang ditambahkan di seluruh dokumen dan surat-surat resmi. Tughra ini terdapat pada bagian tengah atas sertifikat vaksin.
"Di atas kiri dan kanan (tertera nama) bidang atau departemen yang bertanggung jawab. Kolom-kolom dalam bahasa Arab berisi nama, umur, bangsa, dan sebagainya. Sebagian tulisan tidak terbaca," jelas ustaz Kasori kepada Republika, Jumat (10/9). Ustaz Kasori menjelaskan, pada masa kekaisaran Utsmaniyah memang penduduk saat itu pernah diserang campak atau pes.
Berdasarkan penelusuran dan informasi yang diperoleh Republika, sertifikat vaksin itu berada di Museum Istanbul, Turki. Memang pada sekitar 1908 Masehi, wilayah Turki Utsmani sempat diserang penyakit campak.
Saat itu Sultan Abdulhamid II mengeluarkan kebijakan untuk melakukan vaksinasi dan memberikan sertifikat vaksin kepada masyarakat yang telah divaksin. Pada contoh sertifikat vaksin tertulis nama orang yang divaksin adalah Ismail Efendi berusia 10 tahun dan ayahnya Mehmed, seorang pengemudi. Sertifikat iru diserahkan pada keluarga Ismail pada 13 Oktober 1908 oleh Mustafa bin Hussein.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.