Area sekitar terowongan kuno di Kota Bogor | Erdy Nasrul

Bodetabek

Temuan Mengagetkan Terowongan Kuno di Kota Bogor  

Temuan terowongan kuno ini akan menjadi magnet pariwisata Kota Bogor.

OLEH SHABRINA ZAKARIA 

Tidak jauh dari Dipo Stasiun Bogor, ditemukan sebuah terowongan kuno yang diduga merupakan warisan pemerintah Kolonial Belanda. Terowongan tersebut, ditemukan di bawah saluran air Jalan Nyi Raja Permas, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat pada pekan lalu. Penemuan itu dilakukan tidak sengaja oleh petugas pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Bogor, kala memeriksa beberapa titik saluran air. 

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pun tidak tinggal diam dengan adanya penemuan berharga tersebut. Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mengaku, mendapatkan data jika terowongan itu tidak termuat dalam masterplan peninggalan Belanda. Karena itu, pihaknya siap mengkaji lagi saluran bawah tanah tersebut apakah memang fungsinya sebagai saluran air atau memiliki fungsi lain. 

Pada Sabtu (28/8) siang WIB, Bima pun memasuki terowongan berbentuk setengah lingkaran, yang tersusun dari batu bata berwarna merah tersebut. Mengenakan pakaian dan celana hitam, dilengkapi sepatu boots dan sarung tangan, Bima tidak ketinggalan membawa linggis. 

Setelah menyusuri saluran di bawah tanah, Bima menerka, terowongan tersebut memiliki kedalaman sekitar dua hingga tiga meter dari permukaan tanah. Bahkan, orang dewasa bisa berdiri dan berjalan di terowongan tersebut. Sayangnya, kandungan oksigen di dalamnya terlalu tipis, sehingga Bima tidak bisa terlalu lama berada di dalam. 

“Saya juga coba tusuk pakai linggis, kemungkinan besar kalau digali lagi sampai dalam juga. Kemungkinan bisa saja orang berdiri dan bisa jalan, kalau lihat sedimentasinya. Cuma karena nggak ada oksigen kita harus hati-hati betul,” kata Bima saat ditemui di lokasi.

Untuk memastikan fungsi terowongan tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menggandeng IPB University dan Universitas Pakuan Bogor untuk mengkajinya, termasuk mendeteksi luas, panjang, serta kedalaman terowongan secara utuh. 

Bima menyebut, Pemkot Bogor juga ingin memperbaiki terowongan jika memang bisa dimanfaatkan untuk, misalnya tempat pariwisata. “Makanya, akan kita coba lakukan pengerukan, normalisasi dulu di bawah bertahap,” kata Bima.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by PEMKOT BOGOR | #BogorBerlari (pemkotbogor)

 

Menurut Bima, rencana revitalisasi terowongan dilakukan sebab, sejak 2016, pemkot sudah memiliki masterplan drainase Kota Bogor. Ditambah lagi, di sekitar kawasan Stasiun Bogor sedang dibangun alun-Alun dan Masjid Agung Kota Bogor. Sehingga, jika memungkinkan terowongan tersebut sekalian saja ditata agar rapi. 

Jika memang terowongan tersebut dulunya berfungsi sebagai saluran air, sambung dia, kemungkinan saluran air itu terkoneksi ke Istana Bogor. Tidak hanya itu, Bima menduga, saluran air juga terhubung dengan kawasan lain di Kota Bogor, yang dulunya merupakan kawasan pinggiran. “Jadi, memang sisa-sisa peninggalan zaman Belanda dulu, tapi sekali lagi apakah ini saluran air atau lain, itu mesti didalami,” ucap Bima.

Pemkot perlu untuk menguak sisa-sisa desain drainase pada masa lalu secara perlahan. Sebab, meskipun masterplan drainase Kota Bogor yang sudah ada saat ini merujuk pada peta kota peninggalan Belanda, tapi bangunan terowongan tersebut tidak termasuk di dalamnya. “Mungkin hanya bisa dijadikan tempat wisata, mungkin ada yang bisa difungsikan lagi. Targetnya bisa difungsikan atau tidak,” kata Bima.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudi Mashudi, mengatakan, potensi temuan bangunan kuno akan dilihat dari hasil rekomendasi tim pengkaji yang dibentuk pemkot. Dia mengatakan, apakah terowongan itu bisa digunakan sebagai saluran air dan dinormalisasi, atau malah dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata.

“Termasuk dalam konteks penataan kawasan stasiun dan sekitarnya alun-alun, Masjid Agung, Stasiun (Bogor), dan sekitarnya,” ucap Rudy.

Tidak hanya menggandeng IPB University dan Universitas Pakuan, sambung dia, pemkot juga berencana meminta pandangan dari budayawan serta komunitas pemerhati benda bersejarah di Kota Bogor. Dengan begitu, temuan terowongan bisa dimanfaatkan bagi kepentingan bersama.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Bima Arya (bimaaryasugiarto)

Bungker

Pada Rabu (1/9), Bima menjelaskan, delapan petugas Dinas PUPR Kota Bogor melakukan penggalian di gorong-gorong tersebut. Sayangnya, enam orang di antaranya mendadak sakit, sehingga penggalian dihentikan untuk sementara waktu.

"Ada semacam bungker ternyata. Ini terus digali, tapi enam orang yang gali ini ternyata sakit. Kita sedang mencari yang ahlinya," kata Bima di Kota Bogor, Rabu (1/9).

Saat ini, menurut Bima, keenam penggali itu sedang diperiksa secara intensif oleh dokter. Penanganan medis harus dilakukan untuk mengetahui apakah semua orang itu sakit akibat menghirup oksigen di dalam terowongan atau karena faktor lainnya.

Pemkot Bogor, katanya, siap menggandeng para ahli yang biasa menggali di dalam tanah. Dengan begitu, penggalian terowongan bisa dilanjutkan untuk mengetahui jalur saluran air tersebut. "Saya minta bekerja sama dengan yang profesional, yang biasa menggali terowongan atau goa gitu. Kita akan gali lagi bukan penggali biasa," ucap Bima. 

Sesudah mengajak IPB University dan Universitas Pakuan Bogor, kata Bima, pemkot juga melibatkan arkeolog, sejarawan, dan teknisi yang paham terkait penggalian terowongan. Terutama, untuk mendalami temuan bungker yang bisa memuat orang dewasa berdiri di dalamnya.

Salah seorang petugas pemeliharaan Dinas PUPR Kota Bogor, Roby mengaku, merasa pengap ketika berada di dalam gorong-gorong tersebut. Dia menjelaskan, terdapat 16 orang yang dibagi menjadi dua tim penggalian. Karena sulitnya medan di dalam terowongan, sehingga penggalian dilakukan secara bergantian setiap 10 menit sekali.

 
Sekali masuk empat sampai enam orang, ganti-gantian, nggak pakai oksigen, manual aja. Pakai head lamp kurang terang, jadi dibantu lampu lagi.
 
 

Setiap petugas juga memegang senter dengan jangkauan maksimal satu meter. Sebab, head lamp yang biasa digunakan tidak cukup terang menjangkau galian di wilayah tersebut. "Sekali masuk empat sampai enam orang, ganti-gantian, nggak pakai oksigen, manual aja. Pakai head lamp kurang terang, jadi dibantu lampu lagi," jelasnya.

Mengenai rekannya yang sakit, Roby beralibi, karena kondisi enam orang rekannya memang sedang kurang baik. Apalagi, mereka harus merayap terlebih dahulu di bawah gorong-gorong, sebelum melakukan penggalian. "Kalau hal mistis nggak ada sih, insya Allah. Alhamdulillah saya mah masih sehat aja,” ucapnya. 

Dosen Program Studi Belanda Universitas Indonesia (UI), Achmad Sunjayadi, menuturkan, melihat sejarah Kota Bogor, terowongan yang ditemukan tidak jauh dari Depo Stasiun Bogor, dapat dikaitkan dengan keberadaan Istana Bogor. Jika terowongan tersebut benar berfungsi sebagai bungker, kata dia, bisa jadi saluran air itu terhubung dengan wilayah Istana Bogor dan sekitarnya. 

Menurut Sunjayadi, pemkot lebih baik menemukan peta tata kota wilayah Bogor pada masa Kolonial dulu, sehingga bisa diperkirakan fungsi sebenarnya dari terowongan daripada seperti sekarang yang langsung digali. 

"Kita lihat bagaimana sejarah Kota Bogor, kalau di masa kolonial itu kan ada Istana Bogor, dan itu sempat menjadi tempat jenderal di sana. Mungkin perlu dikaitkan juga ke sana," ucapnya.

 
Kalau di masa kolonial itu kan ada Istana Bogor, dan itu sempat menjadi tempat jenderal di sana. Mungkin perlu dikaitkan juga ke sana.
 
 

Sunjayadi menduga, bisa saja terowongan itu bukan saluran air, seperti fungsi sekarang. Hal itu karena adanya penemuan bungker, yang memunculkan berbagai dugaan. Dia pun membenarkan langkah Bima untuk melibatkan arkeolog dalam penggalian terowongan.

"Nanti dia bisa ini dari tahun berapa, abad ke berapa bangunannya. Harus bersama arkeolog karena mereka yang tahu secara material," tutur Sunjayadi. 

Dia juga menyoroti, penggalian harusnya dilakukan tim khusus dengan membawa sarana lengkap, seperti tabung oksigen. Dia mengkhawatirkan penelusuran temuan bangunan kuno itu mengorbankan nyawa. "Jangan sampai ketika masuk ke dalam, orangnya malah nggak keluar lagi," kata Sunjayadi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat