Nasional
Justice Collaborator Anak Buah Juliari Dikabulkan
Juliari segera dieksekusi setelah tak mengajukan banding atas putusan 12 tahun penjara.
JAKARTA—Majelis Hakim mengabulkan permohonan justice collaborator (JC) terhadap anak buah mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara, Adi Wahyono. Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Kementerian Sosial itu juga divonis tujuh tahun penjara dalam sidang pembacaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (1/9).
Adi mengaku berterima kasih karena permohonan menjadi JC dikabulkan hakim. "Ya, alhamdulillah JC sudah diterima, yang lain nanti kita pikirkan, terima kasih," kata Adi Wahyono seusai menerima vonis, Rabu (1/9).
Dengan dikabulkannya sebagai JC, Adi mengeklaim sudah menyebut beberapa nama atau pihak-pihak yang ikut terlibat dalam rangkaian korupsi bantuan sosial Covid-19 tersebut. "Sudah, semuanya sudah dipersidangan kok, silakan jaksa untuk mengembangkan sendiri," katanya.
Ia memastikan sudah menyampaikan seluruh informasi yang diketahuinya terkait kasus ini dalam persidangan. "Pokoknya sudah saya sampaikan semuanya, terima kasih," ujar Adi Wahyono.
Di sisi lain, Adi masih pikir-pikir untuk banding atas vonis tujuh tahun yang dijatuhkan kepadanya. Majelis hakim memberikan waktu selama tujuh hari bagi Adi Wahyono dan tim kuasa hukum untuk melakukan banding.
"Hukumannya saya kira ya, ya nanti kita pikirkan dengan pengacara. Saya masih diberi waktu untuk berpikir dulu," katanya.
Majelis Hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Adi Wahyono dan pidana denda Rp 350 juta subsider enam bulan kurungan. Vonis hakim ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya yang menuntut anak buah Juliari itu tujuh tahun penjara.
Ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan vonis putusan menyatakan, Adi terbukti bersalah menjadi perantara suap dalam pengadaan paket bansos sembako penanganan Covid-19. Ia dinilai bersama-sama dengan eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Matheus Joko Santoso dan Juliari Peter Batubara menerima suap Rp 32,48 miliar.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa, dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda Rp 350 juta subsider enam bulan kurungan," kata Damis, Rabu (1/9).
Majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Pertimbangan yang memberatkan di antaranya, Adi Wahyono tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam, yaitu wabah Covid-19.
Sedangkan faktor yang meringankan Adi Wahyono, terdakwa dinilai belum pernah dijatuhi hukuman pidana. Terdakwa juga dianggap sopan selama di persidangan, termasuk mengakui dan menyesali perbuatannya serta masih memiliki tanggungan keluarga.
Eksekusi Juliari
Terpisah, Juliari yang sudah menjadi terpidana kasus pengadaan bansos Covid-19 segera dijeboskan ke penjara. Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, kubu Juliari tidak akan mengajukan upaya hukum lanjutan usai divonis majelis hakim PN Tipikor Jakarta.
"Informasi dari kepaniteraan PN Jakarta Pusat, terdakwa tidak mengajukan upaya hukum banding," kata Ali Fikri di Jakarta, Rabu (1/9).
Dia mengatakan, hal itu menyusul analisa yuridis jaksa KPK telah diambil alih sebagai pertimbangan majelis hakim. Seluruh amar tuntutan telah pula dikabulkan, maka KPK juga tidak lakukan upaya hukum banding. “Dengan demikian saat ini perkara dengan terdakwa Juliari P Batubara telah berkekuatan hukum tetap," tegasnya.
Ali menjelaskan, administrasi perkara Juliari Batubara akan segera diberikan kepada jaksa eksekutor KPK untuk segera dieksekusi. Hal tersebut dilakukan apabila tim JPU telah memperoleh salinan petikan putusan perkara politikus PDIP tersebut. Sebelumnya, majelis hakim PN Tipikor menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan terhadap Juliari.
Mantan wakil bendahara umum PDIP itu juga dijatuhi hukuman berupa uang pengganti sejumlah Rp 14,59 miliar. Hal yang memberatkan menurut pertimbangan majelis hakim adalah perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria.
Terlebih, tindakan itu juga dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam: wabah Covid-19. Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dijatuhi pidana. Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.