Nasional
Data Tunjukkan Kebijakan PPKM Efektif
Sejak pertama kali PPKM Darurat digulirkan di awal Juli, saat ini kasus aktif terus menurun.
JAKARTA – Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM dinilai berhasil menekan laju penularan virus Covid-19. Sejak pertama kali PPKM Darurat digulirkan di awal Juli, saat ini kasus aktif terus menurun.
Satgas Penanganan Covid-19 menyampaikan, kasus aktif Covid-19 turun sebesar 65,81 persen menjadi 196.281 kasus per 31 Agustus dari puncak kasus aktif yang terjadi pada 24 Juli 2021. Pada puncaknya itu, kasus aktif Covid-19 di Tanah Air mencapai 574.135 kasus.
"Dari puncak sudah bisa turun lebih dari setengahnya, sudah di angka 65 persen," ujar Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah, dalam konferensi pers daring, Rabu (1/9).
Sejak 1 Juni 2021, terjadi kenaikan kasus aktif sebesar 466 persen atau lima kali lipat hingga mencapai puncak jumlah kasus aktif sebesar 574.135 pada 24 Juli 2021. Setelah itu, mulai terjadi pelandaian kasus dan saat ini telah mengalami penurunan sebesar 377.854 kasus menjadi 196.281 kasus.
Per 31 Agustus 2021, jumlah kasus aktif menunjukkan penurunan dari puncak di seluruh provinsi Jawa dan Bali. Penurunan tertinggi terjadi di DKI Jakarta sebesar 93,72 persen menjadi 7.107 kasus dari puncak kasus pada 16 Juli 2021 sebanyak 113.082 kasus.
Sebaliknya, penurunan kasus aktif Covid-19 yang paling rendah terjadi di Aceh, yakni hanya 2,03 persen. Puncak jumlah kasus aktif di Aceh terjadi pada 28 Agustus 2021 sekitar 6.802 kasus.
Tren kasus kematian secara nasional juga tercatat menurun. Dari data yang dilihat sejak 26 Juli-1 Agustus 2021, puncak kasus kematian karena Covid-19 di Indonesia mencapai 12.444 per pekan. Lalu turun menjadi 5.551 kasus pada satu pekan terakhir, di 23-28 Agustus 2021.
Masalah kecepatan penanganan menjadi faktor penyumbang kasus kematian akibat Covid-19 ini. Pasien yang terinfeksi virus corona datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi berat atau kritis sehingga angka kematian menjadi tinggi. "Kematian pasien bukan terjadi di ICU, bukan pada saat perawatan, tetapi justru di IGD," kata Dewi.
Namun, dia menyebutkan, pada Mei 2021, angka kematian di IGD sebesar 3,35 persen. Naik pada Juni menjadi 11,06 persen. Tren kematian di IGD pun masih naik pada Juli menjadi 14,36 persen. Lalu turun pada Agustus menjadi 6,9 persen. Saat ini angka kematian akibat Covid-19 di Tanah Air masih di atas rata-rata angka kematian akibat Covid-19 di dunia.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut, penerapan PPKM diikuti dengan makin bertambahnya daerah yang turun level. Sekarang ada 26 kabupaten/kota yang mengalami penurunan PPKM dari Level 4 ke Level 2-3.
"Ini artinya kita telah mampu menerapkan kebijakan PPKM yang terbukti mampu dapat mengendalikan laju penularan Covid 19," kata Nadia, Rabu (1/9). Strategi PPKM efektif menurunkan jumlah kasus aktif angka kematian dan juga tingkat keterisian tempat perawatan. Rata-rata bed occupancy ratio (BOR) nasional sudah berada sekitar 27 persen.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama menyebut PPKM mampu menurunkan kasus Covid-19 hingga 10 kali lipat. "Kita bersyukur bahwa dengan PPKM maka kasus baru harian dapat turun 10 kali lipat, dari 50 ribu menjadi 5 ribu beberapa hari yang lalu walau kemudian menjadi 10 ribu kemarin," kata Prof Tjandra.
Pemerintah diminta masih melakukan PPKM karena faktor varian Delta. "Karena penurunan ini akibat dilaksanakannya PPKM, maka jangan sampai dengan pelonggaran PPKM maka kasus naik lagi," ujar Prof Tjandra.
Sistem Tata Kelola Pandemi
Pandemi Covid-19 memperlihatkan pentingnya tata kelola wabah yang sistematis. Aliansi Ilmuwan Indonesia Untuk Penyelesaian Pandemi menyatakan, Indonesia selama ini tidak memiliki sistem tata kelola pandemi.
Sulfikar Amir, anggota Aliansi Ilmuwan Indonesia Untuk Penyelesaian Pandemi, menerangkan tata kelola pandemi adalah sistem pendeteksian, penanganan, dan penyelesaian bencana wabah penyakit pada skala nasional yang meliputi aspek medis, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
"Sikap penyangkalan Pemerintah di masa awal pandemi serta respons sporadis ketika jumlah kasus meledak adalah indikasi lemahnya kapasitas institusional menghadapi situasi bencana wabah penyakit berskala global," kata dia, Rabu (1/9).
Ketiadaan cetak biru sistem tata kelola pandemi juga terlihat dari sikap Presiden yang terus mengubah format organisasi penanganan pandemi dari satu kementerian ke kementerian yang lain. Pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum untuk membangun sistem tata kelola pandemi yang andal dan berbasis kompetensi.
Jangka panjang, organisasi tersebut bisa menjadi embrio badan nasional pengendalian wabah penyakit yang berfungsi seperti Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat. Ketika terbentuk, badan ini tidak hanya memainkan peran penting untuk mengakhiri pandemi Covid-19, tetapi juga membangun ketahanan Indonesia dalam menghadapi risiko pandemi di masa datang.
Saat ini, Amir mengajak masyarakat tidak naif melihat penurunan kasus. "Adalah sangat naif untuk berasumsi bahwa gelombang kedua pandemi Covid-19 adalah yang terakhir," katanya.
Juga tidak bijak untuk mengatakan pandemi telah terkendali. Apalagi melihat struktur genetika virus Sars-Cov2 yang mudah bermutasi, yang berisiko timbulkan gelombang berikutnya.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadillah, mengatakan tren penurunan kasus harus disikapi dengan kewaspadaan. Tingkat positivity rate Covid-19 terus menurun dalam tujuh hari terakhir, begitu juga dengan tingkat keterisian rumah sakit kasus Covid-19.
"Semoga ini tanda-tanda positif kita melewati gelombang kedua," ucapnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.