Kabar Utama
AS Pergi, Taliban Bersorak
Tugas berat membangun Afghanistan menanti Taliban.
KABUL -- Amerika Serikat (AS) secara resmi menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan, Senin (30/8) malam waktu setempat. Kepergian itu mengakhiri okupasi 20 tahun belakangan yang telah menimbulkan ratusan ribu korban jiwa dan menelan biaya amat mahal.
“Kehadiran militer kami selama 20 tahun di Afghanistan telah berakhir,” kata Presiden AS Joe Biden dalam pernyataannya semalam. Pesawat terakhir lepas landas dari landasan Bandara Internasional Hamid Karzai pada Senin (30/8), semenit sebelum hari berganti.
Pesawat angkut Angkatan Udara AS jenis C-17 itu mengangkut Duta Besar AS di Afghanistan, Ross Wilson, dan sejumlah prajurit. Sementara, sekitar 100-200 warga AS disebut masih berada di Afghanistan.
Mereka menyatakan ingin dievakuasi, tetapi tidak bisa mencapai bandara. Lebih dari 122 ribu orang telah diterbangkan keluar dari Kabul sejak 14 Agustus atau sehari sebelum Taliban mengusai kembali Afghanistan.
Presiden Biden sebelumnya menekankan tak ingin memperpanjang perang di Afghanistan. Ia mengatakan, tujuan AS sedianya telah tercapai pada 2001 saat mereka menggulingkan Taliban dan saat mereka membunuh pimpinan Alqaidah, Usamah bin Ladin, pada 2011.
Serangan ke Afghanistan dilancarkan Presiden George W Bush pada 7 Oktober 2001. Ketika itu, Taliban disebut menyembunyikan gerilyawan Alqaidah yang mendalangi serangan 11 September 2001 di AS.
Didukung pasukan NATO, Taliban kewalahan dan Kabul jatuh dalam hitungan pekan. Pemerintahan Afghanistan yang didirikan AS dan dipimpin oleh Hamid Karzai kemudian mengambil alih negara. Sedangkan, Usamah bin Ladin serta anggota Alqaidah lainnya melarikan diri melintasi perbatasan ke Pakistan.
Taliban sempat menyatakan menyerah dan siap bekerja sama pada 2002, tetapi ditolak AS. Dengan dalih perang gobal melawan terorisme, AS terus berupaya menghabisi Taliban dan memperpanjang keberadaan di Afghanistan.
Ketika Barack Obama menduduki Gedung Putih pada 2009, dia meningkatkan jumlah pasukan AS di Afghanistan menjadi 100 ribu personel. Dua tahun kemudian, Usamah bin Ladin dibunuh pasukan elite AS di Pakistan.
Ketika perang di Afghanistan makin tak jelas ujungnya, Presiden Donald Trump pada 2019 merundingkan kesepakatan dengan Taliban. Pada Februari 2020, kedua belah pihak menyepakati penarikan pasukan AS secara penuh pada Mei 2021. Sebagai gantinya, Taliban berjanji tidak menyerang pasukan AS dan menuntut pembagian kekuasaan.
Pada masa Presiden Joe Biden, ia menetapkan tenggat waktu penarikan pada 31 Agustus 2021. Kian dekat dengan tenggat penarikan itu, Taliban memulai serangan kilat dan menguasai kota-kota utama di Afghanistan pada Mei 2021.
Biden sempat meyakini tentara Afghanistan yang dua dekade dilatih AS mampu menahan serangan tersebut. Di luar dugaan, tentara Afghanistan kocar-kacir dan Kabul akhirnya dikuasai Taliban pada 15 Agustus 2021.
Menjelang batas waktu evakuasi, pasukan Amerika menghadapi tugas berat untuk mengevakuasi tentara, diplomat, serta warga AS dan Afghanistan yang memilih melarikan diri. Pada hari pertama Kabul dikuasai Taliban, sejumlah warga Afghanistan terekam jatuh dari pesawat yang tinggal landas.
Sementara pada Kamis (26/8), ISIS cabang Khurasan melakukan serangan bom bunuh diri di bandara Kabul, menewaskan 169 warga sipil dan 13 personel pasukan AS. AS membalas dengan mengebom salah satu markas ISIS serta meroket kompleks permukiman, menewaskan sembilan orang, enam di antaranya anak-anak.
Di jalan-jalan Kabul selepas kepergian AS, pasukan Taliban menembakkan senjata ke udara. "Yang kami inginkan sangat jelas. Syariah, kedamaian, dan stabilitas," kata Mohammad Islam, seorang pasukan Taliban.
Beberapa jam setelah pesawat terakhir AS meninggalkan bandara, pasukan Taliban dan pimpinan mereka berbaris sembari meneriakkan seruan kemerdekaan dan takbir di landasan pacu. "Afghanistan akhirnya merdeka," kata pejabat tinggi Taliban Hekmatullah Wasiq yang diapit pasukan elite Badri 313.
Ia kemudian meminta warga Afghanistan kembali bekerja dan menekankan janji amnesti bagi mereka yang sebelumnya bekerja sama dengan kekuatan asing. "Pelan-pelan kami akan kembali normal meski butuh waktu," ujarnya.
Pada Selasa pagi, tanda-tanda kekacauan masih tampak di bandara. Koper-koper terbuka dengan baju bertebaran di tanah. Kertas-kertas dokumen tercecer. Kendaraan militer terparkir dalam keadaan telah dirusak pasukan AS agar tak bisa digunakan Taliban.
Selepas kepergian AS, Taliban masih harus berurusan dengan kondisi perekonomian yang buruk. Terlebih, setelah AS membekukan triliunan dolar AS aset pemerintah Afghanistan. Selain itu, Taliban juga harus membenahi krisis kesehatan akibat terbatasnya persediaan alat-alat medis.
Sementara, dunia menanti janji Taliban untuk membentuk pemerintahan inklusif serta menghormati hak-hak perempuan yang mereka tekan pada masa lalu. Sejauh ini, Taliban masih mengizinkan perempuan bersekolah.
Pemisahan gender di kelas-kelas awal sekolah dasar juga belum diterapkan. "Aku tak takut dengan Taliban," kata Mas'udah, seorang murid kelas V.
Janji Taliban Dinantikan
Perwakilan Khusus Amerika Serikat dalam perundingan dengan Taliban, Zalmay Khalilzad mengatakan, Afghanistan kini dapat memilih jalannya sendiri dengan kedaulatan penuh. Hal ini dia katakan setelah penarikan penuh pasukan AS dari Afghanistan pada Selasa (31/8).
"Dengan kepergian militer dan banyak mitra yang mendukung kami, warga Afghanistan menghadapi momen mengambil keputusan dan peluang," ujar Khalilzad melalui akun Twitter-nya, kemarin.
"Masa depan negara ada di tangan mereka. Mereka akan memilih jalan mereka dengan kedaulatan penuh. Ini adalah kesempatan untuk mengakhiri perang mereka sendiri juga," ujarnya menambahkan.
Khalilzad mengatakan, Taliban menghadapi ujian soal, apakah mereka mampu memimpin Afghanistan menuju masa depan yang sejahtera. Hal ini mengingat janji Taliban menciptakan pemerintahan yang inklusif dan menghargai hak-hak perempuan.
1/5 Our war in Afghanistan is over. Our brave Soldiers, Sailors, Marines, and Airmen served with distinction and sacrifice to the very end. They have our enduring gratitude and respect. — U.S. Special Representative Zalmay Khalilzad (US4AfghanPeace) August 30, 2021
"Taliban kini menghadapi ujian. Dapatkah mereka memimpin negara mereka menuju masa depan yang aman dan sejahtera, yang semua warganya, pria dan wanita, memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka? Bisakah Afghanistan menghadirkan keindahan dan kekuatan budaya, sejarah, dan tradisinya yang beragam kepada dunia," kata Khalilzad.
Sementara itu, kelompok Taliban mengucapkan selamat kepada rakyat Afghanistan atas kemenangan mereka. Hal itu disampaikan beberapa jam setelah kloter terakhir pasukan Amerika Serikat (AS) meninggalkan negara tersebut.
"Selamat untuk Afghanistan, kemenangan ini milik kita semua," kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid di bandara Kabul pada Selasa (31/8), dikutip laman Al Arabiya.
Dia menekankan, meski kini semua pasukan asing telah meninggalkan Afghanistan, Taliban tetap ingin memiliki hubungan baik dengan AS dan dunia. “Kami menyambut baik hubungan diplomatik dengan mereka semua,” ujar Mujahid.
Amerika Serikat pun berharap Taliban, selaku pemegang kekuasaan saat ini, dapat memenuhi janji-janjinya. “Pasukan kami telah meninggalkan Afghanistan. Babak baru keterlibatan Amerika dengan Afghanistan telah dimulai,” kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, beberapa jam setelah penerbangan evakuasi terakhir AS meninggalkan Kabul pada Senin (30/8).
Blinken mengungkapkan, saat ini AS menangguhkan terlebih dulu kehadiran diplomatiknya untuk Afghanistan dan mengalihkan operasinya ke Qatar. “Misi militer telah berakhir, misi diplomatik baru telah dimulai,” ucapnya.
Ia menekankan, Taliban perlu memenuhi komitmennya tentang menjamin hak-hak perempuan dan kebebasan bergerak atau bepergian bagi warga Afghanistan. Taliban juga perlu memastikan, Afghanistan tidak menjadi sarang kelompok atau organisasi teroris.
Menurut Blinken, Taliban perlu menunaikan komitmen dan janjinya jika ingin diakui. “Legitimasi dan dukungan apa pun harus diraih,” kata Blinken.
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas mengatakan, negaranya akan menunggu Taliban membentuk pemerintahan baru di Afghanistan. Berlin bakal memantau, apakah Taliban berkomitmen untuk memenuhi janji-janjinya, termasuk perihal mengizinkan warga sipil bepergian dari bandara Kabul.
“Taliban telah berjanji, tapi dalam beberapa hari dan pekan mendatang, kita akan mengetahui, apakah kita dapat mengandalkan itu,” kata Maas dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mehmood Qureshi, di Islamabad pada Selasa (31/8).
Selain perihal kebebasan perjalanan, Jerman pun akan memantau, apakah Taliban menepati janjinya untuk membentuk pemerintahan inklusif. "Taliban ingin membentuk pemerintahan baru, dan ini akan memberi kami indikasi, apakah permintaan kami agar inklusif terpenuhi," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly, turut mengutarakan hal serupa dengan Maas. Cleverly mengungkapkan, negaranya, bagaimanapun, masih skeptis bahwa Taliban akan mengizinkan perjalanan aman bagi orang-orang yang memenuhi syarat.
“Jika Taliban mulai bertindak seperti pemerintah, jika mereka mulai memfasilitasi perjalanan, di dalam dan ke luar Afghanistan, kami akan terlibat dengan mereka atas dasar itu. Tetapi, tentu saja, apa yang tidak dapat kami lakukan, yang tidak dapat dilakukan oleh negara mana pun, adalah memberikan jaminan mutlak,” kata Cleverly pada Senin (30/8), dikutip laman Anadolu Agency.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.