Kisah
Sedekah Abu Thalhah al-Anshari
Abu Thalhah lalu menyedekahkan kebun kurma kesayangannya.
OLEH HASANUL RIZQA
Salah satu ciri para sahabat Nabi Muhammad SAW ialah sami’na wa atha’na. Maknanya, mereka selalu mendengarkan dan menaati setiap instruksi dan anjuran Rasulullah SAW. Itulah bukti besarnya rasa cinta dan iman kepada beliau.
Salah seorang sahabat Nabi SAW ialah Abu Thalhah. Nama aslinya adalah Zaid bin Sahl al-Khazraji. Warga Kota Madinah tersebut memeluk Islam melalui perantaraan Ummu Sulaim. Ceritanya bermula ketika saudagar kaya raya itu hendak melamar perempuan yang juga ibunda Anas bin Malik tersebut.
“Sungguh aku tertarik padamu. Orang semulia Anda tak pantas untuk ditolak. Namun, Anda seorang laki-laki kafir. Sementara, aku adalah seorang Muslimah. Kalau engkau mau memeluk Islam, itulah mahar untukku. Aku tak meminta selain itu,” kata janda tersebut.
Maka Abu Thalhah segera menuju ke berhala kayu yang biasa disembahnya. Lewatlah Ummu Sulaim di depannya. “Wahai Abu Thalhah,” kata perempuan itu, “mengapa engkau tidak malu menyembah potongan pohon. Sebagian benda itu kalian jadikan tuhan, sedangkan sebagian yang lain kalian jadikan alat pengaduk adonan roti.”
Merasa malu, lelaki ini kemudian berdiri dan bertanya kepada wanita yang dicintainya itu, “Lantas siapa yang akan mengajariku tentang Islam?”
“Aku bisa mengajarimu. Ucapkanlah, ‘asyhaduan laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah.’ Lalu hancurkan dan buanglah berhala itu,” kata Ummu Sulaim.
Abu Thalhah melaksanakan apa yang disarankan wanita ini. Resmilah ia menjadi seorang Muslim sejak saat itu. Tak lama kemudian, keduanya sah menjadi suami-istri.
Abu Thalhah melaksanakan apa yang disarankan wanita ini. Resmilah ia menjadi seorang Muslim sejak saat itu.
Kebahagiaan Abu Thalhah tak hanya berhenti di situ. Tatkala Nabi SAW dan sejumlah sahabat berhijrah dari Makkah ke kotanya, itulah kegembiraan yang tak terkira baginya. Sebab, sejak saat itu dia menjadi tetangga sang kekasih Allah Ta’ala.
Rasulullah SAW pun menyukai keberadaan Abu Thalhah di sisinya. Sahabat beliau itu termasuk golongan yang sangat dermawan. Ringan sekali tangannya dalam memberikan harta untuk kepentingan agama dan umat.
Suatu hari, Nabi SAW menerima wahyu, yakni Alquran surah Ali Imran ayat 92. Artinya, “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.” Beliau lantas mengabarkan perihal ayat tersebut kepada sekalian Muslimin.
Abu Thalhah kebetulan sedang berada di luar kota. Sesampainya di Madinah, sahabat dari golongan Anshar itu mengobrol dengan orang-orang. Hingga diketahuinya bahwa sebuah wahyu telah turun kepada Nabi SAW, yakni surah ke-92 dari Ali Imran itu.
Tanpa menunda waktu sedikit pun, Abu Thalhah bergegas menemui Rasulullah SAW. Begitu menjumpai al-Musthafa, ia langsung mengucapkan salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, telah turun firman Allah kepada engkau, yakni (yang artinya) ‘Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.’”
“Benar,” ujar Nabi SAW.
“Aku ingin mengamalkan apa-apa yang diperintahkan Allah, yakni menyedekahkan yang kucintai, wahai Rasulullah. Semoga sedekahku ini mendapatkan kebaikan sekaligus menjadi simpanan di sisi Allah,” katanya.
Abu Thalhah lalu menyedekahkan kebun kurma kesayangannya. Kebun Bairuha’, demikian lahan itu dinamakannya, terletak persis di depan Masjid Nabawi. Tidak hanya luas, area perkebunan itu ditumbuhi banyak pohon kurma yang subur dan berbuah manis. Beberapa kali, Nabi SAW mencicipi hasil kebun milik sahabatnya itu.
Kebun Bairuha’, demikian lahan itu dinamakannya, terletak persis di depan Masjid Nabawi.
“Ambil dan letakkanlah Kebun Bairuha’ di tempat yang pantas menurut engkau, ya Rasulullah. Terimalah kebun Bairuha’, harta yang aku cintai ini, sebagai sedekah. Aku serahkan kepada engkau untuk dibagi-bagikan kepada orang yang membutuhkan,” tutur Abu Thalhah.
Nabi SAW menyambut sedekah itu. “Inilah harta yang diberkahi. Aku telah mendengar apa yang kau ucapkan dan aku menerimanya. Aku kembalikan lagi kepadamu dan berikanlah ia kepada kerabat-kerabat terdekatmu,” sabda beliau.
Rasulullah SAW menyarankan agar harta itu dibagikan kepada keluarga Abu Thalhah sendiri, yakni sanak famili terdekat yang sangat membutuhkan. Setelah itu, pembagian kepada orang-orang lain dari kalangan Muslimin.
Abu Thalhah juga memberikan bagian kepada Rasulullah SAW. Beliau lantas memberikan bagiannya itu kepada seorang penyair, Hassan bin Tsabit al-Anshari, serta sejumlah sahabat yang memerlukan. Di antara mereka ialah Zaid bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.