Khazanah
Bolehkah Wanita Shalat tanpa Mukena?
Sebelum shalat, seseorang harus memastikan dirinya dalam keadaan suci dan auratnya tertutup.
OLEH DEA ALVI SORAYA
Selama pandemi Covid-19, hampir seluruh masjid dan mushala tidak menyediakan perlengkapan shalat seperti mukena untuk menghindari penularan Covid-19. Karena itu, para jamaah diimbau untuk membawa perlengkapan shalat sendiri.
Meski demikian, tak sedikit jamaah yang lalai. Akibatnya, saat di masjid atau mushala, mereka terpaksa menunda shalat atau mengenakan pakaian seadanya, misalnya, bagi wanita terpaksa shalat tanpa mengenakan mukena. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Secara umum, saat menunaikan shalat, setiap Muslim, termasuk Muslimah, wajib mengenakan pakaian yang suci dan menutup seluruh aurat. Sedangkan mukena sejatinya bukanlah pakaian yang wajib digunakan wanita saat shalat. Sebab, yang diwajibkan adalah pakaian yang menutup aurat.
Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran Cirebon Ustaz M Mubasysyarum Bih mengatakan, pada dasarnya tidak ada ketentuan baku mengenai jenis pakaian yang digunakan oleh Muslimah saat shalat. Asalkan dapat menutupi aurat, pakaian tersebut dibolehkan dan dianggap sah.
“Standar penutup aurat adalah setiap hal yang dapat menutupi warna kulit. Sedangkan, aurat yang wajib ditutupi perempuan ketika shalat menurut Mazhab Syafi’i adalah seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan,” katanya kepada Republika, belum lama ini.
Terkait hal tersebut, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli menjelaskan, “Dan wanita merdeka meski anak kecil, wajib menutupi seluruh badannya selain wajah dan telapak tangan, baik bagian luar maupun dalam sampai dua pergelangan tangan. Kewajiban menutupi tersebut dengan penutup yang tidak menampakkan warna kulit kepada orang yang melihatnya dalam majelis perbincangan, meski dapat memperlihatkan lekuk tubuh. Adapun penutup yang tidak dapat mencegah terlihatnya warna kulit, seperti kaca, maka tidak cukup.” (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Ghayah al-Bayan, hal 150).
Adapun Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi al-Masyhur menegaskan, “Dan yang dikehendaki arah atas bagi perempuan adalah bagian di atas kepala, kedua pundak, dan seluruh sisi wajahnya. Dan yang dikehendaki arah bawah adalah bagian yang berada di bawah kedua telapak kakinya. Sementara arah samping adalah bagian selain yang telah disebutkan. Dengan demikian, bila dada perempuan terlihat dari bawah kerudung, karena tersibak dari gamis saat rukuk, atau lengan baju tampak longgar sehingga dari lengan tersebut terlihat aurat, batal shalatnya.”
“Dalam kitab al-Jamal disebutkan, ucapan ulama, tidak wajib menutup aurat dari arah bawah. Maksudnya, meski bagi perempuan. Maka, bila aurat terlihat dari ekor bajunya saat rukuk atau sujud, bukan karena menyusutnya pakaian, melainkan karena menempel dengan kedua tumitnya. Maka, tidak bermasalah,” ujar Ustaz Mubasysyarum, mengutip penjelasan Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi al-Masyhur, dalam buku Bughyah al-Mustarsyidin, hal 67-68.
Sementara, khusus untuk bagian telapak kaki, menurut dia, tidak boleh terlihat meski dari arah bawah. Namun, bukan berarti perempuan wajib memakai kaus kaki karena untuk menutupi bagian telapak kaki, tetapi cukup tertutupi dengan lantai.
Melihat beberapa referensi di atas, menurut Ustaz Mubasysyarum, dapat dipahami bahwa shalat tanpa mukena sebenarnya tidak masalah asalkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana penjelasan di atas.
Namun, secara praktik, mengenakan mukena jauh lebih mudah dan terjamin dibandingkan tidak mengenakan mukena. "Karena perempuan membutuhkan beberapa jenis penutup, mulai dari penutup kepala, tangan, kaki, hingga bagian tubuh lainnya," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.