Nasional
MPR: Amendemen UUD Sebatas Kajian
Amendemen terbatas tetap berpotensi melebar pada pembahasan lain seperti masa jabatan presiden dan wakil presiden.
JAKARTA -- Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menegaskan amendemen terbatas terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih sebatas kajian. Kajian amendemen terbatas menyangkut tentang perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
"Apakah (PPHN) masuk di dalam UUD atau tetap dengan UU, itu yang akan terus tetap dikaji," ujar Wakil Ketua MPR Arsul Sani saat dihubungi, Selasa (17/8).
PPHN merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019, yang dipimpin oleh Zulkifli Hasan. PPHN akan memuat arah kebijakan strategis yang menjadi arahan bagi penyusunan haluan pembangunan oleh pemerintah.
Arsul menegaskan amendemen terbatas UUD 1945 tidak akan membahas penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. "Tidak ada agenda mengubah pasal masa jabatan presiden," ujar Arsul.
Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, kajian mendalam juga untuk mengetahui apakah amandemen terbatas bakal meluas atau dapat terkendali. Sebab, amendemen terbatas tetap berpotensi melebar pada pembahasan lain seperti masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Di sisi lain, ia mengingatkan, fokus semua pihak saat ini adalah penanganan Covid-19. "Pemerintah lebih baik fokus melakukan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” ujar Syarief.
Ketua Fraksi Partai Nasdem MPR Taufik Basari dan Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena juga mengatakan amendemen terbatas belum mendesak karena semua pihak sedang fokus pada penanganan Covid-19. Taufik Basari mengatakan situasi pandemi Covid-19 membuat MPR tak bisa menyerap aspirasi elemen masyarakat secara maksimal.
Padahal, ia mengatakan amendemen terbatas UUD 1945 memerlukan aspirasi masyarakat luas dan tidak hanya segelintir pihak. Ia mengatakan, mengubah konstitusi negara bukanlah persoalan mudah.
Amendemen terbatas berpotensi mengutak-atik sejumlah pasal. "Usulan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) juga harus dikaji ulang, dipertimbangkan kembali secara mendalam," ujar pria yang akrab disapa Tobas itu lewat pesan singkat.
Sementara Idris Laena mengatakan Fraksi Partai Golkar berpendapat undang-undang sudah cukup menjadi dasar hukum PPHN. “Sampai dengan saat ini belum ada keputusan apapun terkait produk hukum untuk mewadahi PPHN,” ujar Idris.
Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR Benny Kabur Harman mengatakan amendemen terbatas merupakan pernyataan pribadi Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet. Benny mengatakan, MPR memang membahas tentang PPHN, tetapi belum disepakati akan mewadahinya melalui perubahan UUD 1945.
“Jadi kalau tadi ketua MPR sudah katakan sudah ada kesepakatan di tingkat MPR, itu adalah kebohongan, belum ada itu," kata Benny, Senin (16/8).
View this post on Instagram
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan pentingnya keberadaan PPHN. "Untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum Ketetapan MPR, sesuai dengan hasil kajian memerlukan perubahan Undang-Undang Dasar,” kata Bamsoet dalam pidatonya pada sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPD-DPR, Senin.
Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan dukungan perubahan terbatas UUD 1945 ini. “Sangat penting bagi kita sebagai bangsa yang besar dan tangguh memiliki arah kebijakan yang kita sepakati bersama, antara eksekutif dan legislatif,” kata LaNyalla dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPD-DPR.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.