Dunia Islam
Panorama Sejarah dan Budaya Bahrain
Museum Nasional Bahrain memamerkan koleksi dari 6.000 tahun riwayat negeri.
OLEH HASANUL RIZQA
Bagi bangsa-bangsa pada umumnya, keberadaan museum amatlah penting. Melalui institusi tersebut, peradaban yang hidup di suatu negeri dapat dilihat dan dimengerti secara bernas.
Seorang pelancong, misalnya, tidak perlu menjelajah seluruh daerah untuk mengetahui latar historis-kultural negeri tempatnya berkunjung. Tidak usah pula membaca bertumpuk-tumpuk buku di perpustakaan. Ia hanya perlu menyambangi beberapa museum yang terdapat di negara tersebut.
Kerajaan Bahrain, sebuah negara di Teluk Arab, pun memiliki narasi sejarah dan kebudayaan tersendiri. Untuk mengetahui panorama peradaban setempat, kita dapat mengunjungi Museum Nasional Bahrain di ibu kota, Manama. Inilah museum tertua dan terbesar di seluruh negara pulau tersebut.
Pembangunan museum itu bermula pada 1957. Kala itu, Bahrain menggelar untuk pertama kalinya pameran artefak arkeologi. Lokasi penyelenggaraan acara berada di Sekolah Menengah Putra al-Hidayah, Muharraq. Kegiatan edukatif itu digelar bekerja sama dengan Badan Ekspedisi Arkeologi Denmark, yang juga sedang mengadakan riset Benteng Bahrain.
Pameran itu sukses menarik minat banyak warga dan komunitas penyuka sejarah di Bahrain, padahal sifatnya hanyalah sementara. Menyadari besarnya antusiasme, otoritas Kerajaan lalu berinisiatif untuk menjadikan galeri-galeri artefak itu lebih permanen. Caranya ialah dengan mendirikan sebuah museum.
Memasuki tahun 1967, pemerintah Bahrain menyepakati perjanjian dengan badan PBB untuk kebudayaan, UNESCO. Inilah yang membuka jalan bagi pendirian museum nasional. Beberapa tahun kemudian, rencana besar itu pun terwujud. Akhirnya, pada 15 Desember 1988 Museum Nasional Bahrain dibuka untuk umum. Peresmiannya dihadiri amir Bahrain saat itu, Syekh Isa bin Salman Al Khalifa.
Sejak semula, museum seluas 20 ribu meter persegi itu memang dirancang untuk menjadi yang fenomenal di seluruh kawasan Teluk Arab. Perancangnya adalah KHR Arkitekter—yang saat itu masih bernama PT Krohn dan Hartvig Rasmussen—sebuah perusahaan arsitektur asal Denmark. Corak bangunan yang ditampilkannya mengikuti genre modern dengan sentuhan budaya lokal.
Bangunan yang menghabiskan biaya hingga 30 juta dolar itu ditandai dengan fasad marmer travertine putihnya. Lokasinya tidak jauh dari semenanjung buatan yang menghadap ke Pulau Muharraq. Kompleks museum terdiri atas dua bangunan yang terhubung.
Bangunan utama menampung area pameran, galeri seni, ruang kuliah, toko suvenir, dan kafe. Adapun lantai dua menjadi tempat untuk kantor administrasi, area penelitian kuratorial, laboratorium konservasi, dan penyimpanan koleksi.
Museum Nasional Bahrain menampung banyak artefak yang “menuturkan” 6.000 tahun sejarah negeri tersebut. Di dalamnya, pengunjung dapat menyimak bagaimana pelbagai suku bangsa mengisi Pulau Bahrain, dan mewariskan pelbagai khazanah untuk generasi-generasi sesudahnya. Benda-benda yang dipamerkan di sana menunjukkan jejak masa lalu, bahkan hingga era pra-sejarah.
Museum ini buka setiap hari kecuali pada Selasa. Gerbang akan buka sejak pukul 10.00 pagi hingga 18.00 sore waktu setempat. Pelayanan pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah Kota Manam.
Yang jelas, pengunjung tidak akan bosan dengan menyempatkan diri jalan-jalan di sini. Destinasi wisata sejarah itu sangat melayani para turis, lokal maupun asing. Pada hari-hari reguler, mereka dapat menumpangi perahu yang akan mengantarkan orang-orang dari Benteng Bu Maher di Pulau Muharraq, bagian dari Jalur Mutiara Bahrain, ke museum tersebut.
Anda tidak perlu menghabiskan banyak uang saat mengunjungi Museum Nasional Bahrain. Cukup mengeluarkan biaya sebesar 1 Bahrain Dolar—setara Rp 38 ribu untuk kurs saat ini. Bahkan, ada kalanya petugas membiarkan orang-orang untuk masuk secara gratis, terlebih bagi para pelajar. Rata-rata, pengunjung menghabiskan waktu sekitar dua atau tiga jam untuk melihat-lihat seluruh isi tempat wisata ini.
Sangat mudah menemukan museum ini di Manama. Sebab, bangunan tersebut memang menjadi salah satu ikon ibu kota Kerajaan Bahrain. Di dekatnya, terdapat banyak spot menarik yang juga sayang bila hanya dilewati begitu saja.
Umpamanya, Gedung Teater Nasional Bahrain atau Bait Al Quran. Yang terakhir itu bahkan disebut-sebut sebagai museum terbaik di dunia yang bertutur mengenai Alquran.
Kompleks Museum Nasional Bahrain dipilah menjadi lima bagian. Tiga aula dialokasikan untuk arkeologi Bahrain dan peradaban Dilmun. Sementara itu, dua aula menyajikan budaya dan tradisi Bahrain pada era industri modern. Ada cukup banyak artefak yang dilestarikan Bahrain. Selama 6.000 tahun, sejarah Bahrain dapat diringkas di sini. Naskah kuno, senjata, logam, gulungan, koin, dan banyak lainnya ditampilkan sebagai kumpulan makna sejarahnya.
Pada tahun 1993, Balai Sejarah Alam dibuka. Spot ini menyajikan spesimen kolektif flora dan fauna khas Bahrain. Terkesan kuat bahwa Kerajaan hendak menekankan pentingnya pelestarian alam negeri setempat.
Apa yang memikat sebagian besar pengunjung museum ini adalah diorama. Benda-benda itu merepresentasikan gambaran kehidupan sehari-hari masyarakat Bahrain, dari masa ke masa. Anda benar-benar bisa melihat budaya Bahrain terutama tentang kelahiran, kematian, tradisi pernikahan, pakaian mereka, arsitekturnya dan banyak lagi. Ada juga gundukan kuburan kuno dengan kerangka. Mungkin, yang ini agak menyeramkan walaupun juga eksotis.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.