Internasional
PBB dan AS Soroti Myanmar
AS mendesak ASEAN meningkatkan tekanan kepada Myanmar.
WASHINGTON – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, langkah perpanjangan status darurat Myanmar “salah jalan”, Senin (2/8). PBB juga menyebut tidak searah dengan seruan dunia internasional agar Myanmar segera memulihkan demokrasi.
“Langkah itu tidak menuju arah yang benar,” ujar juru bicara PBB, Stephane Dujarric, Senin. “Langkah itu bahwa mengarahkan kita jauh dari seruan kami, seruan anggota (PBB), yaitu kembali ke pemerintahan demokratis, bebaskan semua tahanan politik, serta hentikan kekerasan dan penumpasan,” katanya menambahkan.
Militer Myanmar pimpinan Min Aung Hlaing melakukan kudeta pada 1 Februari. Pada Ahad (1/8), ia memperpanjang status darurat Myanmar hingga 2023. Ia juga menunjuk dirinya menjadi perdana menteri Myanmar.
Kini telah enam bulan berlalu. Situasi Myanmar dinilai Dujarric rentan dan memburuk akibat pandemi Covid-19. Bahkan dalam skala yang lebih luas, kondisi Myanmar dinilai “mengancam stabilitas kawasan”.
“Krisis yang berkepanjangan berimbas pada akses kemanusiaan kepada orang yang membutuhkannya, demikian juga berimbas pada pendidikan, kesehatan, dan perang melawan Covid-19,” kata Dujarric.
PBB, Amerika Serikat, dan sekutu dekat Myanmar, yaitu Cina, mendesak ASEAN untuk menjadi ujung tombak penyelesaikan krisis di Myanmar. Duta Besar India untuk PBB, TS Tirumurti, saat ini menjadi presiden Dewan Keamanan PBB, mengatakan, “Menurut saya, kita harus memberi kesempatan yang cukup kepada inisiatif ASEAN.”
Menurutnya, India berharap agar dalam waktu dekat ada hasil yang diperoleh.
AS desak ASEAN
Sementara itu, Amerika Serikat mendesak ASEAN meningkatkan tekanan kepada Myanmar. AS menuding junta militer Myanmar mengulur waktu dengan memperpanjang status darurat hingga 2023.
Menurut laman Aljazirah, Selasa, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mendesak ASEAN untuk meningkatkan upaya mengurai benang kusut di Myanmar. Blinken terlibat dalam pertemuan para menteri luar negeri (menlu) ASEAN dan AS, pekan ini.
Menurut seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, perpanjangan waktu itu menunjukkan keinginan militer Myanmar untuk terus berkuasa demi keuntungannya sendiri. "Jadi semakin banyak alasan mengapa ASEAN harus terlibat dalam hal ini dan menjunjung tinggi lima poin kesepakatan yang juga ditandatangani Myanmar," ujarnya pada Senin.
ASEAN menggelar pertemuan virtual para menteri luar negeri atau ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-54 pada Senin. Namun, mereka gagal menerbitkan komunike bersama perihal krisis Myanmar karena belum mendapatkan tanggapan dari Myanmar.
AMM kali ini merupakan pertemuan lanjutan dari pertemuan para kepala negara ASEAN di Jakarta April lalu. Saat itu disepakati konsensus yang terdiri dari lima poin untuk merajut dialog di Myanmar. Menurut Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, belum ada poin tersebut yang terlaksana hingga kini.
"Indonesia berharap agar Myanmar dapat segera menyetujui usulan ASEAN mengenai penunjukkan utusan khusus. Utusan tersebut harus dapat segera bekerja dengan mandat yang jelas dari ASEAN," kata Retno, Senin.
Para diplomat mengatakan kepada Associated Press, bahwa ASEAN sepakat menunjuk Menteri Luar Negeri Brunei Erywan Yusof untuk menjadi utusan ASEAN untuk Myanmar. Namun, pada Ahad (1/8), Min Aung Hlaing, mengatakan, rezim militer yang dipimpinnya menginginkan mantan wakil menlu Thailand Virasakdi Futrakul yang menjadi utusan ASEAN.
Utusan khusus ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan sekretaris jenderal ASEAN. Selain itu, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir, utusan khusus dan delegasi ASEAN akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.