Kisah Dalam Negeri
Prokontra Cat Ulang Pesawat Kepresidenan
Jadwal perawatan dan pengecatan ulang pesawat kepresidenan sudah direncanakan sejak 2019.
OLEH SAPTO ANDIKA CANDRA
Menyambut HUT ke-75 RI pada tahun ini, pesawat kepresidenan akan dicat ulang oleh pihak Istana. Dengan anggaran sekitar Rp 2 miliar, pesawat yang menerbangkan Presiden Joko Widodo dan rombongan saban kunjungan kerja akan dikelir dengan nuansa dominan merah-putih.
Namun, rencana pihak Istana ini menuai pro dan kontra. Yang kontra menilai pengecetan ulang pesawat kepresidenan hanya buang-buang anggaran di tengah kondisi keuangan negara yang sulit akibat pandemi. "Hari gini masih aja foya-foya ubah warna pesawat kepresidenan," kata pengamat penerbangan Alvin Lie melalui akun Twitter-nya, Senin (2/8).
Alvin memperkirakan, biaya pengecatan ulang untuk pesawat tipe Boeing 737-800 berkisar 100 ribu dolar AS hingga 150 ribu dolar AS atau setara Rp 1,4 miliar hingga Rp 2,1 miliar.
Istana Kepresidenan pun segera merespons tudingan Alvin yang menyebutkan pengecatan ulang pesawat kepresidenan merupakan 'foya-foya' belaka. Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, pengecatan pesawat kepresidenan Indonesia-1 yang merupakan varian Boeing Business Jet (BBJ) 2 sebenarnya sudah direncanakan sejak 2019.
Heru mengakui, pengecatan ulang dirancang untuk menyambut HUT ke-75 RI pada 2020. Proses pengecatan BBJ 2 juga disebut satu paket pekerjaan dengan pengecatan heli Super Puma dan pesawat RJ (British Aerospace RJ 85) yang juga merupakan bagian dari pesawat kepresidenan.
"Namun, pada tahun 2019 pesawat BBJ 2 belum memasuki jadwal perawatan rutin sehingga yang dilaksanakan pengecatan terlebih dahulu untuk heli Super Puma dan pesawat RJ," ujar Heru, Selasa (3/8).
Pesawat BBJ 2 sudah beroperasi selama tujuh tahun di Indonesia. Artinya, menurut Heru, pesawat memang sudah harus masuk perawatan besar atau overhaul, dengan kategori C Check.
Dalam dunia penerbangan, inspeksi rutin dan detail pesawat untuk C Check dan D Check lebih berat ketimbang A Check dan B Check. Heru mengeklaim, perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik, sehingga tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecatan ulang pesawat kepresidenan.
"Itu harus dilakukan untuk keamanan penerbangan. Mengenai cat, memang sekalian diperbarui karena sudah waktunya. Pilihan warnanya adalah warna kebangsaan, merah dan putih. Warna bendera nasional," kata Heru, Selasa (3/8).
Terkait dengan tudingan bahwa pengecatan pesawat kepresidenan kurang pas dilakukan di tengah pandemi, Heru enggan menanggapi lebih jauh. Ia hanya menekankan bahwa jadwal perawatan dan pengecatan sudah direncanakan jauh-jauh hari, bahkan sejak 2019. Heru berharap pengecatan pesawat kepresidenan ini bisa memberikan kebanggaan bagi negara.
"Perlu kami jelaskan bahwa alokasi untuk perawatan dan pengecatan sudah dialokasikan dalam APBN. Selain itu, sebagai upaya untuk pendanaan penanganan Covid, Kementerian Sekretariat Negara juga telah melalukan refocusing anggaran pada APBN 2020 dan APBN 2021, sesuai dengan alokasi yang ditetapkan Menteri Keuangan," kata Heru.
Proses pengecatan ulang pesawat kepresidenan, imbuh Heru, dilakukan seluruhnya di dalam negeri. Hal ini diyakini bisa mendukung industri penerbangan dalam negeri yang ikut terdampak pandemi.
Soal biaya pengecatan yang disebut-sebut menyentuh angka Rp 2 miliar, Heru enggan berkomentar banyak. Hanya saja berdasarkan sumber internal Istana, Republika mendapat konfirmasi bahwa angka Rp 2 miliar hanya untuk biaya pengecatan, belum termasuk perawatan lainnya.
Angka itu juga belum termasuk pengecatan ulang yang sudah lebih dulu dilakukan untuk heli Super Puma dan pesawat RJ (British Aerospace RJ 85) yang juga merupakan bagian dari pesawat kepresidenan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.