Nasional
Survei Kemendikbud tak Sesuai Asesmen Nasional
Kemendikbudristek membantah survei untuk profiling guru dan kepala sekolah.
JAKARTA -- Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai survei lingkungan belajar yang saat ini baru diisi sekolah penggerak tak sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 17 Tahun 2021 tentang Asesmen Nasional (AN).
Satriawan justru menilai survei tersebut terkesan untuk memetakan preferensi politik para guru dan kepala sekolah. Di Pasal 5 Ayat 3 Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) 17/2021 disebutkan bahwa AN ingin melihat kualitas lingkungan belajar pada satuan pendidikan. Ketiga indikator yang disebutkan dalam Permendikbudristek, yakni mengenai iklim keamanan, iklim inklusifitas dan kebinekaan, serta proses pembelajaran di satuan pendidikan.
"Kalau kita elaborasi lebih dalam lagi, ini kok seperti litsus zaman Orde Baru untuk pemetaan preferensi politik atau ideologi seseorang. Karena ini bercita rasa politis yang ingin memetakan preferensi politik dan ideologi guru. Jadi lebih kental nuansa politiknya ketimbang nuansa lingkungan belajar," kata Satriwan, dihubungi Republika, Selasa (27/7).
Guru PKN SMA Labschool Jakarta ini mengatakan, dia juga termasuk salah satu guru yang mengisi survei tersebut. Sebab, sekolah tempat ia mengajar terpilih sebagai sekolah penggerak program dari Kemendikbudristek.
Dia secara pribadi tidak menolak jika pemerintah ingin mengetahui paradigma keberagaman guru. Namun, ia menilai butir-butir pertanyaan survei tidak sesuai dengan tujuan tersebut.
Mestinya survei lingkungan belajar memberikan lebih banyak pertanyaan tentang relasi sosial guru, siswa, orang tua, ataupun sesama guru. Survei justru tidak mencantumkan pertanyaan tentang perundungan.
"Ini harusnya itu ditanyakan. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan. Bagaimana guru membangun relasi sosial dengan murid, bagaimana ekosistem sekolah itu melahirkan nilai-nilai Pancasila, keragaman, nilai-nilai kemanusiaan, toleransi. Mestinya itu. Nah, ini tidak," kata dia.
Sementara, Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, juga menilai pertanyaan dalam survei lingkungan belajar tidak menunjukkan ukuran evaluasi pendidikan. Menurut dia, pertanyaan di dalam survei justru bisa memunculkan kontroversi.
"Perlu ditinjau karena tidak sesuai dengan konteks peningkatan mutu pendidikan. Dan bahkan bisa ada potensi untuk menimbulkan kontroversi, kemudian adanya polarisasi politik, agama, ras, kesukuan itu," kata Kasiyarno.
Menurutnya, di dalam kuesioner banyak isu-isu yang terkait dengan politik ras, agama, dan gender. "Jadi yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan sebagai bentuk evaluasi pendidikan, kalau ini dikatakan Asesmen Nasional ini untuk evaluasi pendidikan, ya jauh panggang dari api," tegasnya.
Evaluasi sekolah
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbangbuk) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengeklaim survei lingkungan belajar tidak untuk melihat individu guru atau kepala sekolah.
Menurutnya, pertanyaan dalam survei menjadi bagian dari iklim kebinekaan.
"Jadi sama sekali tidak ada maksud untuk profiling individu dari Asesmen Nasional karena ini potret kolektif. Yang ingin kita lakukan adalah sekolah bercermin, saya sudah aman belum lingkungannya," kata Anindito, dalam telekonferensi, Selasa (27/7).
Jika nilai sekolah nantinya rendah, Anindito berharap sekolah bisa berinisiatif untuk mengevaluasi pembelajaran selama ini. "Sehingga mereka terdorong, kalau sekolahnya relatif rendah, mereka terdorong untuk mencari tahu kenapa rendah, apakah ada bullying, apakah ada kekerasan, dan melakukan intervensi untuk memperbaiki hal itu," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.