Kabar Utama
Stok Obat Terapi Covid-19 Ditambah
Selain meningkatkan produksi, stok obat ditambah dengan mendatangkannya dari negara lain.
JAKARTA – Pemerintah menyatakan akan terus menambah stok obat-obatan untuk terapi Covid-19. Selain dengan meningkatkan produksi, stok obat ditambah dengan mendatangkannya dari negara lain.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, lonjakan permintaan terhadap kebutuhan obat-obatan mencapai 12 kali lipat. Untuk memenuhi tingginya permintaan, pemerintah telah berkomunikasi dengan para pengusaha farmasi serta menyiapkan impor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, dan menyiapkan distribusinya.
“Mudah-mudahan di awal Agustus nanti beberapa obat-obatan yang sering dicari masyarakat seperti Azitromisin, Oseltamivir, maupun Favipiravir sudah bisa masuk ke pasar secara lebih signifikan,” ujar Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (26/7).
Pada Jumat (23/7), Presiden Joko Widodo melakukan inspeksi mendadak di sebuah apotek di Kota Bogor, Jawa Barat. Dalam sidaknya di Apotek Villa Duta, Jokowi tak bisa mendapat produk obat perawatan Covid-19 seperti Oseltamivir, Favipiravir, dan Azitromisin.
Pihak apotek mengaku tak bisa mendapat produk tersebut dari pihak distributor. Dari semua produk obat yang diminta oleh Jokowi, hanya multivitamin yang mengandung Zinc saja yang tersedia. Sementara, produk antivirus dan antibiotik yang dicari, persediaannya kosong.
Menurut Menkes, stok obat Azitromisin secara nasional saat ini mencapai 11,4 juta tablet. Budi menyebut, terdapat 20 pabrik lokal yang memproduksi obat tersebut. Karena itu, ia meyakini kapasitas produksi obat Azitromisin dapat mencukupi kebutuhan.
Namun demikian, ia mengakui terdapat hambatan dalam pendistribusian obat-obatan yang dibutuhkan pasien Covid-19. Masalah ini, menurutnya, juga telah dibahas bersama GP Farmasi untuk memastikan agar distribusi obat Azitromisin ke apotek berjalan lancar.
Selain Azitromisin, stok untuk obat Favipiravir di seluruh daerah di Indonesia sekitar enam juta tablet. Sejumlah produsen di dalam negeri pun telah menyanggupi untuk meningkatkan stok obat ini. Kimia Farma bisa memproduksi dua juta per hari dan PT Dexa Medica akan mengimpor 50 juta obat pada Agustus 2021.
“Kita impor juga 9,2 juta dari beberapa negara untuk Agustus. Dan ada pabrik baru rencananya yang mulai Agustus juga akan produksi 1 juta Favipiravir setiap hari,” tambah Menkes.
Obat Favipiravir akan menggantikan Oseltamivir sebagai obat antivirus untuk terapi pasien Covid-19. Menkes berharap, kapasitas produksi dalam negeri untuk obat Favipiravir ini mencapai dua juta hingga empat juta tablet per hari pada Agustus nanti. Sementara untuk stok obat Oseltamivir hingga Agustus mencapai sekitar 12 juta.
“Tapi karena ini (Oseltamivir) nanti akan pelan-pelan secara bertahap diganti oleh Favipiravir kita akan pertahankan stok ini,” ucapnya.
Selain ketiga obat tersebut, terdapat tiga jenis obat lain yang stoknya masih bergantung pada jumlah impor, yakni Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas. Sayangnya, pasokan ketiga jenis obat-obatan tersebut juga terbatas.
Pemerintah rencananya mendatangkan 150 ribu Remdesivir pada Juli ini dan 1,2 juta pada Agustus. Saat ini, pemerintah tengah berupaya memproduksi Remdesivir di dalam negeri.
Kemudian untuk obat Actemra, pemerintah akan mendatangkan 1.000 vial. Terbatasnya stok Actemra di Indonesia saat ini membuat harganya melambung tinggi, bahkan hingga ratusan juta rupiah.
“Tapi Agustus kita akan mengimpor 138 ribu dari negara-negara yang mungkin teman-teman tidak membayangkan kita akan mengimpor dari negara-negara tersebut. Kita cari ke seluruh pelosok dunia mengenai Actemra ini,” kata Budi.
Sedangkan untuk Gammaraas, Menkes menyebut sebanyak 26 ribu akan diimpor pada Juli dan 27 ribu akan didatangkan pada Agustus. Obat-obatan ini, katanya, akan datang secara bertahap sehingga pada Agustus nanti diharapkan pasokan di Tanah Air sudah membaik.
Kemenkes bekerja sama dengan GP Farmasi dalam proses pendistribusian obat-obatan ini ke sekitar 12 ribu apotek aktif di Indonesia. “Kita akan tingkatkan (pasoken ke) 9.000 apotek secara konsisten. Ini akan menstabilkan pasokan obat di seluruh Indonesia,” kata Menkes.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan pasokan obat-obatan yang dibutuhkan untuk terapi pasien Covid-19 hingga September 2021. Obat-obatan tersebut, kata Erick, akan difokuskan kepada apotek yang dikelola BUMN, permintaan dari Kementerian Kesehatan, pemenuhan kebutuhan rumah sakit BUMN, serta pasokan dua juta paket obat untuk pasien isolasi mandiri.
“Tentu ini di luar yang apotek dan rumah sakit swasta,” kata Erick.
Ia memerinci, obat-obatan yang telah disiapkan hingga 31 Juli nanti, yakni Azitromisin sebanyak 980 ribu, Zinc sebanyak 1,2 juta, Paracetamol 2,3 juta, Vitamin C 7,6 juta, Vitamin D 1,6 juta, Oseltamivir 7,7 juta, Favipiravir 4 juta, dan Avicov 1,5 juta. “Total Agustus juga terus kita lanjutkan. Jadi secara produksi kita akan terus tingkatkan,” kata Erick.
Hingga September nanti, total produksi Azitromisin diperkirakan mencapai 13 juta, Zinc hampir 15 juta, Paracetamol 30 juta, Vitamin C 77 juta, Ambroxol 26 juta, Vitamin D3 sebanyak 20 juta, Oseltamivir 32 juta, dan Favipiravir 83 juta.
Produksi obat Oseltamivir tak hanya dilakukan oleh perusahaan BUMN, tapi juga perusahaan swasta lainnya. Begitu juga dengan obat Azitromisin yang juga banyak diproduksi perusahaan swasta.
Meskipun pasokan obat tersebut telah disiapkan, Erick meminta agar pengawasan stok di lapangan juga harus diperketat, sehingga tidak ada pihak tertentu yang melakukan penimbunan. "Jadi saat beli, kita kuotakan dan sesuai resep dokter. Tentu kita tidak menyalahkan siapa-siapa, misalnya tiba-tiba ada satu orang bisa beli dalam jumlah yang besar, itu yang kita jaga di apotek atau sesuai dengan kebutuhan rumah sakit atau Kemenkes," kata Erick.
Pasokan obat-obatan dan multivitamin perlu terus ditambah di tengah masih tingginya kasus Covid-19. Apalagi, pemerintah pada pertengahan Juli lalu telah meluncurkan program obat gratis bagi pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri.
Hingga saat ini, distribusi obat gratis terus dilakukan. Di Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat, misalnya, ada 10 warga yang sedang isoman dan menerima bantuan obat gratis. Bantuan diserahkan oleh petugas kepolisian dan TNI.
Kapolsek Pancoran Mas Kompol Tri Harijadi menjelaskan, penerima manfaat seluruhnya merupakan pasien dengan kategori orang tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan. Mereka juga mendapatkan bantuan sembako.
"Selain obat-obatan, kami juga distribusikan paket sembako dari jajaran Polsek Pancoran Mas dan Kodim 0508/Depok," ujar Tri di Mapolsek Pancoran Mas, Kota Depok, Senin (26/7).
Menurut Tri, bantuan yang disalurkan adalah paket isoman 2 untuk pasien bergejala demam dan hilang indera penciuman (anosmia). Antara lain, Parasetamol tablet 500 mg, Vitamin C tablet 500 mg, Vitamin D 1000 IU, Zinc tablet 20 mg, dan Oseltamivir tablet 75 mg.
Kemudian, paket isoman 3 untuk pasien bergejala demam dan batuk. Bantuannya berisi Parasetamol tablet 500 mg, vitamin C tablet 500 mg, vitamin D 1000 IU, Zinc tablet 20 mg, Ambrocol tablet, Azitromisin 500 mg, dan Oseltamivir tablet 75 mg. "Semua paket obat-obatan ini gratis untuk membantu penuhi kebutuhan obat pasien di rumah," jelas Tri.
Sementara, bantuan sembako yang diberikan berupa beras lima kg. Setiap pasien mendapatkan satu karung. "Selain itu juga ada masker untuk kebutuhan protokol kesehatan di rumah saat isoman," kata Tri.
View this post on Instagram
Buru Penimbun Obat
Aparat kepolisian terus memburu para pelaku penimbunan obat-obatan. Kepolisian juga bekerja sama dengan para penegak hukum lainnya untuk menjerat tersangka penimbunan.
Kasus penimbunan obat salah satunya sedang ditangani Polres Metro Jakarta Barat. Pada pertengahan Juli, Unit Kriminal Khusus Satreskrim Polrestro Jakbar sempat menggeledah satu unit ruko di Jalan Peta Barat Indah III Blok C Nomor 8, Kalideres.
Polisi menggerebek ruko berlantai tiga itu karena terindikasi menjadi lokasi penimbunan obat. Bahkan, ribuan dus berisi obat-obatan yang dibutuhkan pasien Covid-19 ditemukan di gudang.
Kepala Unit Reserse Kriminal Khusus Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat AKP Fahmi Fiandri mengatakan, penyidik telah mengantongi nama tersangka terkait kasus penimbunan obat untuk pasien Covid-19. Saat ini, kata dia, penyidik Polrestro Jakbar hendak berkoordinasi dengan kejaksaan terkait berkas perkara sebelum penetapan tersangka.
Namun, Fahmi enggan mengungkapkan terlebih dahulu identitas calon tersangka terkait dugaan penimbunan obat untuk pasien Covid-19 tersebut."Kita sedang koordinasikan dengan jaksa," kata Fahmi, Senin (26/7).
View this post on Instagram
Terkait saksi, Fahmi mengatakan pihaknya baru saja memeriksa ahli dari Kementerian Kesehatan pada Senin (26/7) siang. Sejauh ini, kata dia, polisi sudah memeriksa beberapa saksi ahli, antara lain pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ahli pidana, dan ahli dari Kementerian Perdagangan, serta saksi fakta.
Di daerah lainnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat telah mengamankan lima tersangka penimbunan yang menjual mahal obat-obatan untuk penanganan Covid-19. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat, Kombes Pol Arif Rahman mengatakan, lima orang itu berinisial ESF, MH, IC, SM, dan NH.
Mereka ditangkap di tempat yang berbeda. Menurut Arif, harga paket obat-obatan yang dijual itu cukup tinggi dibandingkan harga eceran pada umumnya. Contohnya, obat berjenis Avigan yang biasanya seharga Rp 2,6 juta, oleh mereka dijual hingga Rp 10 juta.
Berbagai modus penjualan obat itu dilakukan para pelaku dari mulai menggunakan modus sebagai apoteker, melalui resep palsu, hingga penjualan daring. Adapun obat untuk penanganan Covid-19 yang ditimbun dan dijual mahal di antaranya berjenis Avigan 200 mg dan Oseltamivir 75 mg.
Dari tangan para tersangka, pihaknya menyita 104 tablet Avigan, 300 butir tablet Favikal, tujuh boks berisi 70 tablet Oseltamivir, satu boks Avigan, dan lima boks Avigan.
Arif mengatakan, para pelaku diduga masih dalam satu jaringan penimbunan obat-obatan. Karena itu, pihaknya menemukan bukti obat yang dijual di Bandung, kemudian dijual kembali di Bogor. "Ini koreksi kami, semua dimohon apotek lebih hati-hati karena mereka membeli di apotek pinggiran," kata dia.
Adapun kelimanya dijerat Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan atau Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Atau Pasal 62 ayat (1), Pasal 10 huruf Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.