Kisah Dalam Negeri
Pandemi ‘Melahirkan’ Orang Seperti Pak Budi
Orang-orang seperti Pak Budi yang terus menggelorakan jiwa gotong-royong adalah potret asli bangsa ini.
OLEH BOWO PRIBADI
Pandemi Covid-19 memunculkan beragam persoalan di masyarakat. Tak hanya persoalan kesehatan dan perekonomian, tapi juga persoalan sosial.
Di satu sisi, kesulitan akibat pandemi juga ‘melahirkan’ pribadi-pribadi ikhlas dan tulus mau bermurah hati, bahkan berkorban demi bisa membantu orang lain dalam menghadapi situasi yang serbasulit tersebut.
Salah satunya adalah Ahmad Budiharjo, warga Kampung Rekesan, Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah. Pria yang pada 23 Juli kemarin genap berusia 66 tahun tersebut bukanlah seorang konglomerat atau salah satu crazy rich di negeri ini. Ia hanya pemilik usaha rumahan Synthesa Herbal, yang memproduksi berbagai minuman herbal.
Setiap hari ia memproduksi tak kurang 3.500 botol suplemen probiotik berlabel ‘Immunity Platinum’ kemasan 30 dan 10 mililiter (ml) untuk dibagikannya secara cuma-cuma kepada tenaga kesehatan di ratusan rumah sakit dan puskesmas yang tersebar di berbagai daerah di Tanah Air. Bahkan, sejak kasus Covid-19 kembali melonjak beberapa pekan terakhir, siapapun masyarakat yang membutuhkan suplemen probiotik tersebut pasti akan dipenuhinya.
“Tidak usah membeli atau mengganti ongkos kirim, syaratnya hanya mencantumkan alamat pengiriman yang jelas. Itu saja,” kata pria yang akrab disapa Pak Budi, saat ditemui di sela-sela aktivitasnya, di Salatiga, akhir pekan kemarin.
Menurutnya, membuat probiotik menjadi salah satu cara konkret untuk membantu masyarakat menghadapi pandemi Covid-19. Mengapa ke desa-desa, sebab probiotik herbal ini bahan bakunya sebenarnya memang banyak tersedia di perdesaan. Apakah itu daun kelor, bunga telang, tomat, cabai, dan beberapa bahan lain yang mudah didapatkan bisa dibuat probiotik dengan cara sederhana dan murah.
“Kalau semua bisa begitu, insya Allah tidak ada lagi cerita biaya yang mahal untuk melawan Covid-19, di negeri yang kaya sumber daya alam ini,” ujar Budi. Dalam setiap kemasan dicantumkan tulisan 'Not For Sale’ (tidak untuk dijual).
Hingga saat ini, ada 127 rumah sakit serta lebih dari 660 puskesmas yang telah memanfaatkan. Kini, Budi tidak lagi melihat apakah itu tim medis atau bukan, faktanya klaster penularan juga semakin ada di mana-mana. Jadi apakah itu keluarga, RT, RW, perkantoran, pesantren, jemaat gereja atau yang lain semua diberinya secara cuma-cuma.
Kendati begitu, ia mengaku tidak merugi meski harus mengeluarkan biaya pribadi. Karena rezeki masih bisa datang melalui jalan lain dan itu cukup baginya. “Itu matematika Allah, yang saya sendiri juga tidak tahu,” ujar dia.
Arifin (29 tahun), salah satu driver ojek online (ojol) di Kota Salatiga yang ditemui saat meminta langsung ke rumah Budiharjo mengaku terbantu dengan mengonsumsi probiotik herbal tersebut. Sebagai pengemudi ojol yang berinteraksi dengan banyak orang, ia merasa perlu melindungi diri agar tidak tertular. “Salah satunya dengan memanfaatkan pemberian suplemen probiotik dari Pak Budiharjo ini,” ujar dia.
Orang yang mengorbankan tenaga dan waktu, bahkan finansial pribadinya seperti Pak Budi pasti juga ada di daerah-daerah lain meski tak terpublikasikan. Adanya orang-orang seperti Pak Budi yang terus menggelorakan jiwa gotong-royong adalah potret asli dari bangsa ini. Seperti doa Pak Budi, “semoga pandemi ini segera selesai.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.